Bagian 10

550 53 11
                                    

Arka tengah bersantai di teras dengan bi Hani yang menemaninya kemanapun kecuali kamar mandi saat Juna tak ada di rumah.

Meskipun ada harapan untuk Arka sembuh, namun entah itu kapan Arka tak tahu.

Kecewa, marah, sedih, tentu semuanya Arka rasakan, manusia mana yang tak sedih jika harus kehilangan penglihatannya, indahnya dunia hanya bisa di lihat menggunakan mata tapi sekarang Arka kehilangan itu, Arka yang selalu semangat hanya dengan memandang adik-adiknya dan papanya yang tersenyum bahagia sekarang ia harus kehilangan itu semua.

Satu hal lagi yang membuat Arka kecewa, adik pertamanya menghindarinya, bukan hanya dirinya tapi semua keluarganya, ingin rasanya Arka merengkuh Arvin, memeluknya erat dan mengatakan jika ini semua bukan kesalahannya, tapi apa yang bisa Arka lakukan dengan kondisi seperti ini, bahkan untuk merasakan kehadiran Arvin saja ia tak bisa.

"Abang?"

Tepukan pelan di pundak Arka membuyarkan lamunannya, entah apa itu bisa di sebut lamunan atau tidak Arka tak tahu karena semuanya sama saja, gelap.

"Abang kenapa di luar? Dingin loh." Tanya Leon yang berjongkok di depan putranya.

"Arka bosen pa di kamar, tapi ternyata di luar sama aja gelap." Ujar Arka dengan sedikit kekehan di akhir kalimat, dan hal itu sukses membuat hati Leon merasa sakit, ia gagal menjaga putranya, jika saja bisa Leon lebih memilih untuk menggantikan posisi Arka, biar saja ia yang menanggung semuanya asal anak-anaknya bahagia.

"Kita masuk ya makan, abang pasti belum makan." Ujar Leon sembari bangkit dari posisinya.

"Abang mau nunggu adek pa, katanya adek mau beliin ayam mang Asep." Sahut Arka tersenyum.

"Ya udah, papa masuk dulu."






***

Di rooftop kampus Arvin tengah memandang senja yang mulai menghilang di temani Samuel, hanya dengan Samuel Arvin mau membuka diri.

"Vin, pulang yuk takut gue kalo malem-malem di sini." Ujar Samuel memulai percakapan, sejak mereka sampai di rooftop belum ada percakapan di antara mereka.

"Cemen lu, godain cewe sana sini aja berani." Sahut Arvin sembari melempari kertas kecil yang di gulung-gulung.

"Vin?" Panggil Samuel membuat Arvin menolehnya.

"Apa?"

"Ga jadi." Tadinya Samuel ingin membicarakan hubungan Arvin dengan keluarganya, namun ia urunkan saat melihat raut wajah lelah Arvin.

"Ga jelas lu, balik aja yuk." Ujar Arvin yang bangkit dari duduknya.





***

Juna tengah menunggu ayam pedas manis pesanannya di mang Asep di temani Travis, semenjak Travis mengetahui kondisi Juna, ia semakin menempel pada Juna.

Saat sedang bercanda dengan Travis, Juna memandang arah jalanan dan netranya tak sengaja menangkap keberadaan kakaknya yang tengah bercanda dengan Samuel saat mengendarai mobil, Juna bisa tau karena kaca mobil yang mereka gunakan di turunkan, Juna tersenyum tipis melihat kakaknya yang tertawa lepas saat bercanda dengan Samuel, Juna rindu dengan kakaknya tapi Juna bisa apa, sapaan Juna setiap harinya saja tak ada balasan.

"Heh bengong aja lu." Ujar Travis yang menyenggol lengan Juna membuyarkan lamunannya.

"Ngantuk gue, " sahut Juna cengengesan.

"Udah siap nih ayam nya, pulang yuk." Travis menyodorkan dua kresek berisi ayam pesanan Juna dan Travis, lalu ia segera menuju motor Juna.

Sesampainya mereka di kediaman Rajasa, Juna langsung menghampiri Arka yang menunggunya di teras rumah, membawa abangnya memasuki rumah, meminta Travis menjaga Arka dan menunggu Juna yang tengah berganti pakaian sekaligus bersih-bersih.

"Abang ayok makan!" Teriak Juna riang yang berlarian menuruni tangga.

"Jun jangan lari napa, ngeri bet gue liatnya." Seru Travis yang merasa takut saat Juna menuruni tangga, takut anaknya nyusruk.

***

Makan malam keluarga Juna kali ini terasa ramai karena ada Travis dan papanya, biasanya hanya ada Juna dan Arka.

Selesai makan malam Travis pamit pulang, tadinya Juna menawarkan untuk mengantarkannya namun Travis menolak dan memilih memesan taksi, Travis juga tak setega itu meminta Juna mengantarkannya, melihat raut wajah lelah Juna saja membuatnya tak tega sekaligus khawatir.

Dan di sini lah Juna sekarang, di kamar bawah satu ruang dengan Arka.
Juna tengah mengerjakan tugas sekolahnya sedangkan Arka menikmati lagu yang di dengarnya menggunakan headset agar tak menganggu Juna.

Saat Juna tengah fokus mengerjakan soal matematika tiba-tiba saja kepalanya berdenyut sakit, ia menoleh pada Arka yang memejamkan mata dengan headset yang masih bertengger di telinganya, dengan gerakan perlahan Juna mengambil obat di tas sekolahnya dan menelannya tanpa bantuan air, sungguh kepalanya sangat sakit dan gelas airnya ada di dekat Arka, ia tak ingin Arka sampai mendengar rintihan sakitnya.

Juna mengantur nafasnya yang tak beraturan, rasa sakit di kepalanya berangsur menghilang.

"Dek?" Panggil Arka sembari melepas headset di telinganya.

Juna yang merasa terpanggil segera membereskan buku-bukunya dan berjalan pelan menghampiri Arka, ia langsung memposisikan tubuhnya di samping Arka dan menyenderkan kepalanya yang masih berdenyut di pundak lebar milik abangnya.

Juna yang merasa terpanggil segera membereskan buku-bukunya dan berjalan pelan menghampiri Arka, ia langsung memposisikan tubuhnya di samping Arka dan menyenderkan kepalanya yang masih berdenyut di pundak lebar milik abangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Bang... Adek capek," ujar Juna lirih.

"Capek ya belajar terus, besok lagi adeknya abang kan pinter walaupun ga belajar." Sahut Arka sembari mengusap surai adiknya.

"Juna capek nahan semua rasa sakit ini bang, Juna pengen nyerah tapi Juna ngga mau nyakitin kalian." Jawab Juna dalam hati, ingin rasanya Juna membicarakan hal itu secara langsung, namun Juna tak bisa.

Arka membalas pelukan Juna yang semakin erat, ia mengusap pelan punggung adiknya guna memberikan ketenangan, walaupun Arka tak dapat melihat, ia paham adiknya sedang gelisah, adik kecilnya sedang lelah, entah itu lelah karena mengurusnya ataupun ada hal lain yang menggangu pikiran Juna, Arka paham.



***

Di sisi lain, Arvin tengah memandangi bingkai foto almarhum mamanya, ia tengah berada di markas TH sendirian, setelah mengantar Samuel pulang, ia tak bergegas pulang ke rumah melainkan ke markas.

"Mama apa kabar di sana ma? Mama bahagia kan di sana?" Ujar Arvin yang tersenyum dengan mengusap foto itu penuh kasih sayang, menyentuhnya perlahan seakan takut barang itu akan pecah kapan saja.

"Ma, maafin Arvin ma, mama pasti kecewa kan sama Arvin, ma Arvin kangen bangett sama mama, Arvin pengen sama mama, tapi Arvin ga bisa ninggalin yang lain ma, Arvin ngga benci siapapun kecuali diri Arvin sendiri ma, karena Arvin hidup bang Arka sekarang hancur, Arvin ga bisa liat bang Arka apalagi adek sedih, Arvin kaya gini karena Arvin ngga kuat ma." Air mata yang semenjak tadi Arvin tahan kini runtuh sepenuhnya, rasa bersalah, rindu dan sakit menjadi satu.

Arvin menangis terisak seorang diri tanpa ada siapapun yang merengkuhnya, ia menangis sembari memeluk erat foto mendiang mamanya.





***

Annyeong yeorobunnnnn.....
Jan lupa vote dan komen ❤️

감사합니다







TRIPLE'S A (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang