Aaron's consciouness

131 7 1
                                    

Brukkk

"Akh!" Jerit salah seorang pasien yang tanpa sengaja menabrak tubuh seorang pria jangkung yang berlari dengan sangat cepat

"Sorry" ucap Alfan dengan nafas yang Terengah-engah, lalu kembali berlari menghiraukan gerutuan orang orang yang merasa kesal karena tanpa sengaja ia tabrak

Yah, pria tersebut adalah Alfan.

Alfan berlari di sepanjang koridor rumah sakit, menghiraukan orang orang yang merasa bingung saat menatap Alfan yang berlari dengan peluh yang penuh, mereka juga merasa kesal dengan Alfan yang berlari hingga menabrak beberapa pasien hingga terjatuh. Mendapat panggilan dari dokter William membuat Alfan memutuskan untuk segera ke rumah sakit tanpa memikirkan apapun

"Sial!" Maki Alfan saat tiba di depan lift rumah sakit yang terlihat penuh dengan orang orang

"Tak ada jalan lain" ujar Alfan lalu mulai berlari ke arah tangga darurat, ia harus naik lewat Sana, menunggu lift hanya akan membuang buang waktu.
Walau harus melewati 5 lantai untuk tiba di ruangan Aaron berada

Keringat kini memenuhi wajah dan tubuh Alfan, kemeja yang di kenakan Alfan kini terlihat basah bak tersiram air, jas milik Alfan tidak lagi ia kenakan, Alfan mengganggam kuat jas miliknya dengan lengan kemeja yang tergulung hingga siku

"Akh! Sial! Ini sangat melelahkan" maki Alfan saat tiba tepat di depan pintu ruang rawat Aaron

Mengatur nafas sebentar, Alfan kemudian mulai membuka pintu kamar tersebut

Cklekk

"Bagaimana--"

Niat Alfan ingin bertanya tentang kondisi Aaron, namun Alfan di buat terdiam dengan apa yang ia lihat saat ini

"Apa yang baru saja terjadi?"
.
.
.
__________

Disisi lain, seorang gadis terlihat membuat teh hangat untuk sang Daddy yang tengah terduduk dengan manis menatap sang putri dengan senyum yang terpatri di bibir pria berumur tersebut

"Daddy, jangan perhatikan aku terus kau membuatku malu" tegur vanya yang merasa malu sebab sang Daddy yang selalu menatapnya dengan tersenyum

"Daddy tidak sangka putri Daddy sudah dewasa sekarang" ujar Xavier dengan senyuman yang terpatri di bibir pria berumur tersebut

"Putrimu ini tidak mungkin kecil terus bukan?" Tanya Vanya sembari membawa cangkir teh tersebut di meja yang berada di hadapan Xavier

"Daddy mengerti itu, hanya saja Daddy merasa sangat sedih" ucap xavier dengan raut wajahnya yang seketika berubah menjadi senyuman yang sedih

"Apa yang membuat Daddy sedih? Katakan padaku" Vanya bertanya sembari terduduk di lantai sembari mendongak menatap Xavier yang terduduk di sofa

"Daddy merasa sedih karena kau dengan cepat beranjak dewasa, Daddy merasa gagal menjadi seorang Daddy karena tidak menemanimu, dan tidak melihatmu dalam masa pertumbuhanmu, pantaskah Daddy ini dipanggil Daddy olehmu--"

"Berhenti dad, kau tetap daddyku.. tak peduli apapun itu aku tetap menyayangimu" ucap Vanya sembari menyandarkan kepalanya pada lutut Xavier yang berada tepat di depan wajahnya

"Berhenti membahas hal semacam ini, ini semua bukan salahmu, aku mengerti itu" ujar Vanya lagi sembari mengusap air matanya

"Bagaimana bisa Daddy membiarkanmu hidup dengan pria brengsek itu" tanya xavier saat mengingat Vanya yang hidup dengan Robert, oh Xavier benar benar tak tahu apa yang telah Robert perlakukan kepada Vanya selama ini, mengingat sifat Robert yang brengsek membuat Xavier cemas Vanya hidup dengan penuh tekanan

SIGMA MALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang