Part 41

5.9K 340 19
                                    

"Fay," ulang Revan kali ini lebih lembut, ia tidak tega dengan ketakutan yang membingkai wajah kekasihnya.

"Aku tadi nonton film," ujar Fayni ragu-ragu.

"Hmm. Lantas?" Manik Revan menajam ingin mendengar kelanjutan cerita Fayni.

"Anu, cerita filmnya itu-" Fayni semakin pias, melihat wajah antusias Revan, membuat nyalinya semakin ciut.

"Ceritanya bagaimana?" Ulang Revan.

"Ini film roman, kamu tidak akan tertarik!"

"Lantas apa yang mengganggumu?"

"Ceritanya menyedihkan, aku takut kejadian yang menimpa tokoh perempuan di film itu, terjadi padaku." Setelah mengutarakan kalimat itu Fayni ingin menyumpal mulutnya sendiri, seharusnya dia tidak mengatakan hal itu. Pasti Revan akan mengejarnya dengan beberapa kalimat.

"Apa yang terjadi pada perempuan itu?"

Fayni menelan ludah kasar, kecemasan semakin merasukinya. Ia tak berani menatap Revan, dengan sedikit lirikan ia tahu mata tajam Revan lebih mengintimidasi dari dosen penguji skripsinya dulu. Meski demikian ia akan menceritakan yang sebenarnya, biarlah dia di cap menjadi orang bodoh.

"Perempuan itu hamil dan pacarnya tidak bisa berbuat apa-apa karena terhalang restu keluarga, cinta yang membutakan tapi berakhir menyedihkan." Fayni menghela napas Panjang setelah berhasil mengucapkan kalimat itu, ia sedikit melirik Revan yang menatapnya datar. Entah ia mempunyai firasat yang tidak enak. Lelaki itu berdiri.

"Itu hanya film, tidak berarti apa-apa."

Setelah mengucapkan itu Revan melangkah menjauh, jantung Fayni berdetak tidak enak, ia merasa kebekuan akan kembali terajut..

"Ayo...makan, tadi aku sudah masak untuk makan malam kita." Meski Revan berkata lembut tapi Fayni tetap menangkap hal yang berbeda. Dengan diliputi rasa bersalah ia bergerak mengikuti sang kekasih.

Di meja makan, ia melihat berbagai makanan favoritnya. Hatinya berdebar nelangsa, ia tahu Revan menyiapkan semua ini untuknya, tapi apa yang telah ia lakukan, demi menuruti rasa khawatir berlebihannya tanpa sengaja ia menyinggung perasaan Revan.

"Ayo makan, Fay!" Ujar Revan lembut.

Fayni mengangguk pelan, ia mulai mengambil makanan dengan hati gamang, meski Revan tidak menunjukkan amarah sedikitpun, justru hal itu yang membuatnya tidak enak. Ia sangat mengenal Revan, lelaki pendiam yang penuh misteri. Meski mereka makan dengan tenang, tapi entah Fayni tidak menyukai situasi ini. Selesai makan seperti biasa Revan melarangnya mencuci piring.

Fayni semakin canggung ketika keduanya hanya duduk diam di ruang tengah. Revan seperti menjaga jarak, pria itu terlihat sibuk dengan bukunya, sementara Fayni semakin merasa tidak enak. Ia tahu, pemikiran kolotnya itu sudah menyinggung perasaan pria itu.

"Van, kamu marah ya?" Ia sudah tidak tahan, hubungannya dengan Revan sudah mulai membaik ia tidak ingin karena pemikiran dangkalnya semua menjadi runyam.

"Kenapa marah?" Ujar pria itu balik bertanya, meski nada Revan terdengar tenang, Fayni tahu di dalamnya menyimpan kekecewaan.

"Sungguh aku tidak bermaksud Van, ketakutanku sungguh tidak masuk akal, jangan marah ya!"

Lelaki itu mengela napas pelan dan meletakkan bukunya.

"Aku tidak marah, Fay! Aku mencoba memahami ketakutanmu, hanya saja aku pastikan hal itu tidak akan pernah terjadi padamu."

"Beneran kamu enggak marah?"

"Tidak."

"Terus kenapa kamu jaga jarak, aku disini tapi kamu lebih asyik dengan buku itu."

Bring My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang