Part 5

10.2K 583 13
                                    

Cemburu

Sebuah kata yang saat ini merajam hatiku. Aku sudah berusaha membunuh rasa yang hadir, tapi kenyataannya aku tidak bisa menahannya lagi.

Perempuan itu tampak anggun, berjalan di sebelah laki-laki yang  sampai saat ini masih menempati hatiku. Miris memang.

Keduanya berjalan berdampingan  yang kuyakini kerarah parkiran. Aku sedikit melambatkan langkahku, menahan setiap degub yang berdenyut sakit. Keduanya memasuki mobil mewah, BMW keluaran terbaru yang terpakir tidak jauh dari mobilku.

Aku sedikit menghela napas, bergegas menghampiri mobilku. Aku ingin cepat masuk, dan menumpahkan semuanya.

Air mataku jatuh begitu saja, saat aku sudah berada di dalam mobil.  mengutuk diri sendiri sangat pantas  karena perasaan gila ini, bodoh dan lemah dua hal yang tidak bisa kuhindari.

Bagaimana aku menjelaskan pada hatiku, dia sudah tidak mungkin bisa kugapai, kenapa susah sekali menyadarkan hatiku? Sudah ribuan kali ucapan selamat tinggal tertanam dihatiku, tapi kenapa sulit melaluinya.

Ku usap air mataku yang mungkin sudah bosan terurai. Aku pejamkan hatiku, menguatkan hatiku lagi. Berkendara dengan perasaan kacau tidaklah baik, oleh sebab itu sebelum mesin mobil kunyalakan, kutata hatiku.

***

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam ketika aku memasuki apartemen. Aku hanya menyalakan lampu malam, entahlah pencahayaan yang minim membuatku lebih tenang. Sekitar 15 menit aku melaksanakan ritual dikamar mandi, sebelum merebahkan tubuhku diempuknya ranjang.

Mataku menatap langit-langit, aku pengagum bintang. Itulah sebabnya aku membuat nuansa langit-langit kamarku seperti taburan bintang dilangit, kugunakan lampu proyektor untuk bisa mewujudkan keinginanku itu.

Tenang seharusnya aku rasakan, ketika menatap indahnya cahaya dari sorot lampu, namun nyatanya kehampaan yang kurasakan saat ini.

Aku sudah kehilangan ketenangan  semenjak hari pertunangannya. Sebelumnya  aku masih menunggu kehadirannya. Aku seperti seorang putri yang setia menunggu pangeran datang. Aku lupa, bahwa aku bukanlah putri. Aku hanya seorang upik abu, menunggu cinta pangeran, yang sampai kapan pun tidak akan pernah terwujud.

Kutarik selimut setinggi dada, nafasku kian memburu. Rasa amarah dan sakit melebur, lebih tepatnya aku marah pada diriku sendiri.

"Mantan sialan," geramku.

Meski sulit, aku tetap memejamkan mata. Aku berharap setelah aku bangun, aku melupakannya. Namun itu semua hanya angan, bahkan untuk memasuki ke alam mimpi pun rasanya sangat sulit, aku tertawa miris, yang begitu kejam memperlakukan diriku sendiri.

***

Seperti dugaanku hari ini aku telat bangun, semalam aku selalu gagal memejamkan mata. Kenangan dengan mantan sialan susah sekali hilang dari kepalaku.

Seperti biasa, pagi ini aku mendapat tausiah pagi dari pak Bagas. Telat 5 menit, namun umpatan dan makian dari pak Bagas yang kudapat. Sementara Melisa telat hampir 30 menit, justru mendapat senyuman dari pak Bagas. Aku benar-benar sudah muak, tapi apalah daya diriku yang hanya seorang kacung. 

"Telat lagi lo?" sapa Luna saat aku baru duduk di kubikelku.

"Kesiangan gue," jawabku mulai menyalakan layar komputer.

Bring My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang