Part 10

10.5K 583 11
                                    

"Seperti ini, yang kamu lakukan, Fay!" Geramnya tak percaya, seolah apa yang telah aku lakukan adalah kesalahan besar.

Aku berusaha untuk bertindak acuh namun sorot mata gelabnya sangat menggangguku.

"Apa!" Kali ini aku tidak bisa bersikap lembut.

"Aku menunggumu di apartemen! Sementara kamu disini bersenang-senang dengan seorang pria? Siapa yang merengek minta ponselnya kembali!"

Cihh... kenapa aku seperti seorang wanita yang dipergoki selingkuh oleh kekasihnya.

"Revan jangan berlebihan! Bukankah kamu terlalu sibuk untuk mengurusi urusanku," ucapku tak kalah tajam.

Ia diam, tatapannya berganti dengan sorot yang sulit kuartikan.

Kulemparkan pandanganku kearah lain, senyum sinisku kembali terukir, ketika melihat di kejauhan ada sosok wanita yang mungkin sedang bingung mencari seseorang.

"Apa tidak ada pria lain Fay, tidak bisakah kamu mencari pria baik-baik? Dia bukan lelaki yang baik, Fay." Suaranya berubah lebih lembut dan terdengar putus asa, meski netranya masih menyorot tajam, apa dia mencoba menasehatiku, untuk apa? Sudah seharusnya dia tidak larut dalam masalah pribadiku. Hatiku tertawa getir, kenapa masih ada sakit dan kecewa yang bersemayam.

"Aku tahu mana jalan yang kuambil Van, kamu tidak perlu khawatir, lebih baik kamu cepat kembali, sepertinya tunanganmu kesulitan mencarimu," kataku final menyapukan pandangan kearah wanita cantik yang tak lain adalah Carisa.

Aku tidak tahu bagaimana reaksi Revan, karena setelah mengatakan itu, aku beranjak pergi, berusaha menulikan telinga. Apa yang terjadi masih terasa menyakitkan bagiku. Aku tidak peduli dengan air mata yang kembali luruh, untuk kesekian kalinya aku menangisi pria yang sama.

*******

Sejak peristiwa itu, aku tidak melihat Revan lagi. Bahkan dia menitipkan ponselku ke Rara. Tentu saja hal itu menimbulkan tanda tanya besar bagi Rara, gadis itu merecokiku dengan berbagai pertanyaan, dan aku berkelit untuk tidak mengatakan yang sebenarnya, gadis itu juga gencar mengajakku untuk tinggal di tempat Revan, tentu saja aku menolaknya.

Sebulan sejak peristiwa itu, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi padaku, perasaan kehilangan itu semakin menekanku kuat. Bahkan kemarahan pak Axel hanya kuanggap angin lalu, aku juga tidak peduli dengan kesewenang-wenangan pak Bagas.

"Lo... ada masalah?" tanya Luna saat kami sudah bersiap untuk pulang. Hari ini, entah pak Axel melarangku untuk lembur, sebulan ini aku sangat menyukai kegiatan lembur. Sebuah ironi, padahal dulu aku selalu mencari cara untuk menghindari kegiatan tersebut.

Aku menggeleng pelan, dan tersenyum tipis yang sedikit ku paksakan.

"Makan ceker pedas yuk, udah lama nih kita nggak jalan," ajak Luna, gadis ini mungkin menyadari perubahan sikapku sebulan ini.

"Boleh,"jawabku tak kuasa menolak ajakan Luna.

Ia langsung menatapku dengan sumringah.

" Yuk, langsung aja jalan."

Kubalas dengan anggukan. Sembari berjalan ke parkiran, aku mengirimkan pesan ke Andin kalau malam ini aku kembali pulang telat.

Masih dengan wajah ceria, Luna mengajakku ke kedai, tempat yang menjual ceker pedas. Aroma bumbu pedas langsung menguar saat kami memasuki tempat tersebut, namun ceker disini tingkat kepedasannya tergantung permintaan.

Seperti Agil yang tidak terlalu jago makan pedas hanya memesan level 2, sementara aku dan Andin pencinta makanan pedas bisa memesan level 6 bahkan sampai 7 tergantung suasana hati. Kedai ini memang tempat favorit ku dan Andin, Luna mengetahui kedai ini karena beberapa kali aku mengajaknya, sesama pecinta kuliner tentu saling berbagi informasi.

Bring My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang