Lima belas

1.8K 142 5
                                    

Masih.

Claira masih memandang kosong kunci yang ada di genggaman nya.

Sesak? Tentu saja sesak.

Tubuhnya luruh ke bawah, pandangan matanya mengabur. Tangisannya seketika tumpah, dengan tangannya memeluk lututnya.

"Clair" Ucap Kathrin pelan, merasa iba dengan keadaan gadis di depannya. Tubuhnya mendekat, memeluk tubuh lemah milik claira. Dirinya tak tau apa yang sebenarnya terjadi, dan kenapa senja bisa semarah itu dengan orang yang tengah berada di dekapannya ini.

"Udah jangan nangis!" Ucap kathrin. "Mending lo cerita sama gue, kenapa senja bisa semarah itu sama lo" lanjutnya, sembari memegang kedua bahu milik claira, yang otomatis membuat dekapan itu merenggang.

Claira mengusap air matanya, mulutnya masih keluar suara sesenggukan. "Ini" Ucapnya memperlihatkan kunci yang ada ditangannya. Satu-satunya alasan senja-nya marah kepadanya.

Dahi Kathrin menyernyit. "Lah kuncinya dah ketemu?" Ucapnya bingung. "Dari kapan anjir" lanjutnya.

Claira menggeleng. "Bukan"

Kathrin semakin menatap bingung ke arah claira. "Ini... Kunci motor baru" Ucapnya.

"Hah? Motor baru?"

Claira mengangguk. "Gue gak tau kalo reaksi ale bakal kayak gini" Ucapnya, sebelum menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sesenggukan kembali keluar dari mulutnya.

Kathrin terdiam sejenak, memikirkan apa yang tengah dimaksud claira. "Maksudnya, lo beli motor baru buat senja gitu?" Tanya kathrin setelah paham dengan apa yang keluar dari mulut claira.

Claira mengangguk cepat membuat kathrin terdiam cengo.

"Anjir clair..... Kok lo bisa sih kepikiran sampe kesitu" pekik Kathrin. Memandang tak percaya pada claira. "Lo bego banget sih kalo kata gue" lanjutnya.

Sontak, mata milik claira melotot. Berubah tajam memandang Kathrin. Sementara Kathrin hanya terdiam. "Lo emang bego clair, gak usah dah mata lo kek gitu"

Claira terdiam, kepalanya tertunduk ke bawah. "Gue emang bego. Dan, kebegoan itu bikin ale makin benci sama gue" lirihnya bergetar.

Kathrin menghela nafas. "Lo dapat ide itu darimana sih anjir clair?..."

"Papah" Cicit claira amat pelan.

Flashback on

Claira menghembuskan nafas pelan, melangkah memasuki kamarnya. Setelah di kamar, ia lemparkan tubuhnya ke atas ranjang, memandang langit-langit kamar. Memikirkan apa yang harus ia perbuat, agar hubungan nya dengan senja seperti dulu.

Hembusan nafas keluar dari mulut claira, sebelum tubuhnya beranjak melangkah menyambar kimono dan memasuki kamar mandi.

Claira kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tubuhnya sudah segar dan juga wangi. Piyama berlengan pendek ia pilih untuk malam ini. Matanya terpejam karena rasa kantuk mengambil alih.

Tapi, tak lama mata itu kembali terbuka ketika telinganya samar-samar mendengar dering handphone miliknya. Tertera nama 'papah' di layar.

"Sayang....."

Sapaan hangat dari sebrang sana pertama claira dengar.

"Kenapa pah?"

"Kok nanyanya gitu? Kamu gak seneng papah telpon?"

Claira menghela nafas pelan, menatap lampu di langit-langit kamar.

"Emang ada claira bilang gak seneng? Claira seneng pake banget malah" Ucap claira dengan nada seceria mungkin. "Papah lagi istirahat? Udah makan kan?" Lanjutnya.

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang