Anisa - 01

996 42 22
                                    

-Indonesia ~Soekarno Hatta Airport~

Anisa Bailin.

Siapa yang tidak mengenal sosok perempuan yang merupakan putri dari keluarga Old money asal China ini. Setiap langkah kakinya membuat setiap orang yang berpapasan akan menoleh dua kali hanya untuk melihat rupa perempuan tersebut.

Cantik, tinggi, putih merupakan paket lengkap yang melekat dalam diri Anisa. Tuhan mungkin sedang berbahagia saat membuat perempuan itu.

Anisa Bailin melangkah keluar dari bandara sembari menggeret koper miliknya, bibir peach perempuan itu menggerutu lantaran jemputan yang seharusnya sudah tiba untuk menjemput malah tidak ada.

Tangan lentik itu mengambil ponsel dari tas Hermes keluaran terbaru yang harganya mampu membeli sebuah mobil. Memencet sederet nomor yang sudah Ia hapal, Anisa dengan tidak sabar menunggu panggilannya dijawab.

"Hal--"

"Kau dimana? Aku sudah dibandara dan kau tidak ada!" Belum sempat lawan panggilannya menjawab, Anisa lebih dulu memotong perkatan si lawan.

"Ck... Sabar. Aku baru telat 5 menit. Sebentar lagi juga tiba. Tunggu saja."

"Yak! Aku tidak suka menung--- tut tut." Anisa menatap kesal ponselnya. Merutuki si lawan panggilan yang seenak jidak mematikan telpon saat Ia belum selesai berbicara.

"What the- Apa-apaan ini, beraninya dia mematikan telponku. Lihat nanti saat kita bertemu!"

Anisa akhirnya mengalah dan melangkahkah kakinya menuju salah satu kedai kopi yg ada dibandara sambil menunggu orang jemputannya datang. Anisa memilih duduk di dekat jendela agar leluasa memandang keluar kafe.

Anisa memesan Americano. Kecintaannya pada minuman berkafein ini sangat besar. Ia bahkan tidak bisa sehari saja tidak meminum minuman yang mengandung kafein ini.

Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Area cafe  cukup sepi, hanya dua-tiga orang saja yang datang. Pandangan Anisa teralih keluar.

Lalu tubuhnya membeku saat melihat sosok yang sangat Ia kenali sedang berjalan mengeret koper memasuki kafe yang sama  dengannya.

Dengan panik Anisa mencari sesuatu untuk menutupi wajahnya. Kebetulan sekali kafe ini menyediakan merchandise berupa topi. Tanpa segan perempuan itu mengambil topi tersebut dan memakainya guna menutupi wajah.

Seiring langkah kaki itu mendekat, debaran jantung Anisa semakin berdebar keras.

Sudah berapa lama berlalu? Setahun? Dua tahun? Dan debar di jantungnya masih sama.  

Masih berdetak untuk pria itu. Dari balik topiknya Anisa  bisa melihat siluet pria itu yang menghampiri meja kasir untuk memesan minuman.

Tanpa mengatakan apapun Anisa beranjak dari mejanya bermaksud pergi dari Kafe tapi urung saat salah satu pelayan memanggilnya.

"Tunggu Nona.. Anda belum membayar topi yang Anda pakai."

Ingin rasanya Anisa menenggelamkan diri ke rawa-rawa. Saat Ini Ia ingin menghilang dari bumi lantaran malu, karena ulahnya semua pelanggan ikut menatap dirinya  termasuk Pria itu.

Anisa tersenyum manis, saat tersenyum seperti itu kedua matanya akan menyipit membentuk bulan sabit menambah kadar kecantikan perempuan itu.

Dengan senyuman manisnya Anisa mecoba bersikap pura-pura kaget. "Oh.. Astaga maafkan Saya. Saya lupa."

Pelayan pria yang memanggil Anisa terpukau dengan senyuman manis perempuan itu.

"A..aa...Tidak apa Nona. Tidak masalah."

OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang