4. Arion (Part 1)

24 4 0
                                    


Rasa takutlah yang paling kuat dirasakan saat ini oleh seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun berwajah tampan dengan freckles halus di bagian pipi hingga hidung mancungnya. Arion tidak bisa lagi menyembunyikan ketegangan sampai berkali-kali merapikan helaian rambut lurus berantakan yang jatuh menutupi keningnya.

Di depan anak laki-laki itu ada pria gagah berperawakan tinggi besar dengan sorot mata tajam di bawah sepasang alis tebal seperti garis tegas dalam lukisan. Wajahnya khas orang Arab. Sama sekali tidak mirip dengan putra kandung di sampingnya. Hanya satu ciri fisik yang diwarisi pria itu pada Arion, sepasang mata tajam. Arion tidak terlihat Arab sama sekali. Dia tampan seperti pemuda pribumi asli. Asia Tenggara. Namun Arion termasuk anak laki-laki bertubuh tinggin di antara anak-anak sebayanya. Di usia dua belas tahun tingginya sudah mencapai seratus enam puluh sentimeter.

"Ingat pesan Abi. Kamu gak boleh mundur," ujar sang ayah menusuk Arion dengan tatapan matanya.

"Aku gak akan kabur, Abi. Aku bukan anak lemah," sahut Arion panas.

Tuan Syah tersenyum dingin. "Baguslah. Kamu harus paham posisimu. Penting bagi keluarga kita untuk berhasil jadi pejuang. Kamu harus belajar baik-baik, turutin gurumu biar cepat pintar. Jangan malas."

Kata-kata itu sudah sering didengar Arion berulang-ulang sampai dia bosan. Meskipun ada rasa takut, tapi Arion juga ingin membuktikan pada ayahnya bahwa dia hebat. Bukan anak nakal, pengacau, pembangkang, tidak berguna seperti yang dikatakan ayahnya selama ini.

Arion memandang bangunan besar rumah berhalaman luas di depannya. Rumah itu berada di daerah terpencil di Tangerang dan dikenal warga sekitar sebagai Yayasan Bela Diri. Di dalamnya ada banyak laki-laki berlatih ilmu bela diri dari usia dua belas tahun seperti Arion, sampai yang lanjut usia sekalipun. Hanya itu yang diketahui orang-orang. Namun, sebenarnya tempat itu mempunyai rahasia terdalam.

Seorang pria berpakaian hitam khas petarung bela diri keluar dari pintu masuk rumah besar tiga lantai itu. Usianya hampir sama dengan Tuan Syah, ayah Arion.

"Assalamualaikum," ucap Tuan Syah.

"Waalaikumussalam. Tuan udah datang," ucap lelaki itu langsung mendekati Tuan Syah dan memeluknya sebagai sapaan. Terlihat mereka sudah akrab.

"Ini Arion?" Lelaki itu memperhatikan Arion dari atas ke bawah. Lama fokus pada otot di tubuh Arion.

"Benar. Ini anak laki-laki sulungku. Adiknya tahun depan akan menyusul. Tolong latih Arion dengan baik. Jangan ragu berikan hukuman jika dia berbuat salah," kata Tuan Syah.
Arion menyalami lelaki yang akan jadi salah satu gurunya itu.

"Panggil saya Pak Ruslan. Saya pelatih boxing. Kamu akan belajar selama setahun ini. Sebenarnya terlambat. Tapi kata ayahmu kamu udah sering berlatih di rumah. Semoga kamu bisa mengejar ketinggalan. Kalau tidak, kamu gak akan bisa keluar dari tempat ini dan terpaksa semakin lama lanjut sekolah SMP. Kamu gak mau kan?" Ruslan tersenyum pada Arion.
"Insya Allah saya akan belajar dengan giat," kata Arion.

Tuan Syah menarik tangan Arion dan menatap mata anaknya itu dengan tajam. "Jangan main-main, Arion. Kamu berbeda dengan anak-anak lain di tempat ini. Kamu tahu ini bukan sekadar masalah uang."

Arion menarik kasar tangannya sampai lepas dari cengkeram ayahnya. "Berhenti toxic, Abi. Aku ngerti apa yang kulakukan. Abi gak perlu cemas. Setidaknya kalau di tempat ini aku bisa jauh dari Abi dan gak harus dipukul Abi terus. Abi juga punya kesempatan menyayangi putra Abi satu lagi yang hebat dan penurut." Mata Arion berapi-api melihat ayahnya.

Tuan Syah lagi-lagi memamerkan senyum dinginnya. "Awas aja kalau kamu berani buat malu. Abi gak akan segan menghajarmu."

"Makasih banyak untuk kata-kata penyemangatnya, Abi."

Chamber Soul/ Pasangan Pembasmi Iblis (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang