5. Arion (Part 2)

33 4 2
                                    

"Gimana cara pakai karambit?" tanya Rehan sambil memperhatikan Arion sedang latihan shadow boxing dipadukan dengan kibasan karambit di salah satu tangannya.

"Kamu mau coba?" Arion memandang Rehan serius.

Mata Rehan mendelik tidak percaya. "Boleh?"

Arion tersenyum lalu memberikan karambit pada Rehan. Langsung memposisikan tangan Rehan memegang karambit dengan benar.

"Pegang yang benar di balik tanganmu. Sekarang dia jadi cakarmu. Karambit berasal dari daerah Minangkabau. Petarung yang menggunakan senjata ini mempelajari sifat dan cara bertarung harimau. Konon di Minang ada jago bela diri yang menguasai ilmu kebatinan dan bisa berubah jadi harimau, mereka disebut 'inyek'. Pernah dengar?" Arion menjelaskan sambil mengajari Rehan mengayunkan tangannya.

Rehan menggeleng. "Belum pernah dengar."

"Harimau gak pernah takut dengan musuh. Begitu juga kekuatan pikiran kita bisa membuat musuh gentar. Semakin tenang, semakin kuat energi yang bisa kamu hasilkan. Senjata yang cocok denganmu akan menjadi satu kesatuan. Seperti ini, mereka cakarku. Begitu kamu bisa membaca pergerakan lawan, menguncinya dalam ketegangan, kamu bisa bermanuver tanpa diduga, dan menyayat tubuh musuhmu." Arion mengayunkan kuat dan cepat tangan Rehan yang memegang karambit seolah menyayat musuh di depan.

Rehan mendadak pucat dan menyerahkan kembali karambit pada Arion.

"Dari mana kamu dapat karambit itu? Siapa yang ajarin kamu semua?" tanya Rehan.

Arion bersandar di tembok sambil matanya melihat pepohonan yang ditiup angin. Sudut sepi di belakang masjid memang lokasi paling tepat untuk latihan. Arion lebih suka latihan sendiri atau dengan teman tertentu saja daripada latihan ramai-ramai di aula atau di lapangan.

"Nenekku asli dari Padang. Ibu kandung ayahku. Dia juga yang ajarkan aku," jawab Arion.

"Nenek? Masa sih? Apa semua anggota keluargamu jagoan?"

"Gak semua, tapi hampir semua. Ibu kandungku dan keluarga ibu kandungku gak bisa bela diri. Hanya garis keturunan Abi yang jago bela diri. Kakekku juga sengaja memilih istri sesama petarung. Nenekku itu atlet silat tradisional. Mereka udah meninggal." Mata Arion menerawang jauh.

Rehan semakin kagum pada Arion. Sudah tiga bulan dia tinggal di asrama itu, tapi tidak ada satu orang anak pun yang ia suka. Hanya Arion yang pantas disebut jagoan.

"Kenapa kamu telat datang ke sini?" tanya Rehan.

"Tadinya aku berkeras gak mau, tapi Abi terus maksa. Aku muak diteror Abi makanya akhirnya aku mau. Puadahal aku udah siapin buat masuk SMP incaranku," jawab Arion.

Rehan mengangguk. Arion lalu melirik Reha heran.

"Dari tadi cuma cerita tentang aku. Kamu sendiri gimana? Udah bisa apa aja? Siapa yang bawa kamu ke sini?" tanya Arion benar-benar penasaran. Sebenarnya dari kemarin mau bertanya, tapi lupa.

"Aku datang sendiri. Ada ustadz yang nawarin aku mendaftar ke sini. Ternyata lolos. Padahal aku cuma hafal beberapa surah. Itu juga kagok. Dan silatku juga payah. Mungkin mereka terima aku karena kasihan," jelas Rehan.

"Terus kenapa kamu mau masuk di sini? Apa memang tertarik sama bela diri?"

Rehan menggeleng. "Aku memang sempat latihan silat, tapi gak terlalu tertarik. Alasan utama aku ke sini karena ingin dapat uangnya, Arion. Sepuluh juta itu."

"Untuk apa?"

"Aku anak yatim. Ibuku gak sanggup lagi biayai pengobatan adikku yang sakit parah. Raffi, adikku baru tujuh tahun, tapi kena kangker tulang hmm ... cuma bisa terbaring di ranjang. Belakangan Raffi sering sakit. Ada gangguan ginjal dan saraf terjepit. Dokter bilang harus segera dioperasi." Rehan tampak sangat muram.

Chamber Soul/ Pasangan Pembasmi Iblis (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang