PORSCHE - POV
Suara gong membangunkanku.
Aku tidak bercanda. Suara gong membangunkanku. Pelayan Ratu membawa satu gong kecil ke dalam ruangan tempatku tidur, dan memukul gong tersebut tepat di atas kepalaku.
Aku benar-benar merasakan telingaku berdenging dan ketika aku bergegas bangun, aku terjatuh dari tempat tidur. Syukurlah aku memakai kemeja dan celana pendek jersey saat tidur. Pakain ini agak longgar karena ini milik Kinn.
Untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, Kinn tidak suka aku meminjam pakaian Pete. Kinn bersikeras agar aku mengambil beberapa pakaiannya untuk dipakai saat aku tidur.
Sekarang, aku bergegas untuk bangun ketika aku melihat Ratu memasuki ruangan. Aku pasti terlihat mengerikan dengan rambutku mencuat ke segala arah dan menurutku masih ada air liur di dagu dan pipiku.
“Calon Permaisuri selalu terbangun karena sinar matahari. Itu pelajaran pertama, Porsche…” kata Ratu Davikah dengan anggun.
“Tapi aku bukan calon Permaisuri,” Gerutuku sambil menggaruk kepalaku dan menguap.
"Calon Permaisuri tidak menguap lebar di depan orang lain." Ratu menambahkan dengan tidak setuju.
Aku segera menutup mulutku dan menatapnya dengan mata mengantuk.
"Calon Permaisuri harus selalu tenang dan tidak mudah terpengaruh. Bertahan di bawah tekanan. Cepat belajar. Ini pertama dan terakhir kalinya aku harus membangunkanmu. Mulai besok, kau akan bangun pagi sendiri dan perlihatkan dirimu padaku dengan berpakaian pantas dan tampak siap untuk belajar bagaimana menjadi seorang Bangsawan. Apa kau mengerti?"
"Ya..."
Kalau dipikir-pikir lagi, aku akan mengatakan ya untuk apa pun yang dia katakan, meskipun dia bertanya apakah aku bersedia mencium seekor ular.
Oke, mungkin bukan ular karena aku benci ular. Mungkin mencium monyet. Itu jauh lebih baik. Aku lebih suka monyet daripada ular. Aku takut ular.
“Bantu dia mandi,” perintah Ratu pada para pelayan di sekitar kami dan semua rasa kantuk yang masih kurasakan lenyap dalam sekejap ketika aku melihat mereka mendekat ke arahku.
Aku berlari. Aku malu mengatakan ini tapi aku menepis tangan mereka dan berlari ke luar ruangan, aku hampir bertabrakan dengan sang Raja.
"Yang Mulia," aku membungkuk, menekuk pinggangku sepenuhnya.
"S-Selamat pagi!" Aku tergagap saat menyapanya.
"Porsche? Kenapa kau... Ratuku, kenapa calon Permaisuri berlarian keliling Istana dengan kemeja dan celana pendek?" Raja bertanya pada Ratu yang ikut bersama para pelayannya mengejarku.
"Sepertinya dia tidak suka para pelayan membantunya mandi," jawab Ratu.
"Aku seorang pria! Mereka...wanita!" Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluhkan alasanku.
"Tapi kau gay. Kau tidak akan terpengaruh dengan sentuhan wanita," kata Ratu dengan nada datar.
Sang Raja menghela nafas, "Ratuku, aku rasa aku mengerti perasaan Porsche. Dia mungkin seorang gay tetapi dia tetap seorang pria. Bagaimana kau mengharapkan dia merasa nyaman dibantu oleh pelayan wanita?"
Shiaa... mereka membicarakanku seolah-olah aku adalah benda mati dan bukan manusia yang sedang berdiri di antara mereka.
“Kalau begitu, menurutmu apa yang harus kita lakukan, Rajaku?” Ratu bertanya secara formal.
"Biarkan pelayanku mengurus Porsche hari ini. Lalu sebelum hari berakhir kita akan menugaskan seorang pelayan yang akan mengurus kebutuhan pribadinya..."
“Tetapi untuk saat ini, biarlah pelayanku yang berpengalaman yang membantu Porsche,” Putus sang Raja.
Ratu berpikir sejenak lalu mengangguk, "Tetapi hanya untuk mandi dan berpakaian. Mengenai hal lain, Pengurus Rumah Tangga akan mengurusnya. Porsche akan menjadi bagian dari Rumah Tangga Kerajaan, wilayah kekuasaan Ratu. Dia pada akhirnya akan berada di bawah pengawasanku."
Singkatnya, dia tidak akan membiarkan siapa pun mengambilku dari bawah sayapnya. Dia akan melatihku sendiri dan tidak akan membiarkan orang lain melakukannya.
Ratu yang galak!
Apa aku akan selamat darinya?
.
.
.Tiga jam kemudian...
Aku merasa terhina. Sepertinya aku belum pernah dipermalukan sebelumnya.
Aku pernah berlari keliling asrama Universitas dalam keadaan telanjang setelah teman-temanku menganggap pakaianku sebagai lelucon.
Aku pernah berangkat kerja dalam keadaan basah kuyup, gara-gara seseorang dengan sembarangan melemparkan baskom berisi air kotor dari gedung lantai tiga, ketika aku sedang lewat. Bosku hampir memecatku setelah memaki di depan wajahku selama dua jam. Menganggap aku tidak mampu bekerja, meskipun aku sudah begadang di kantor pada malam sebelumnya untuk menyelesaikan laporan untuk bos.
Aku pernah muntah pada kue pernikahan sepupuku setelah meminum Wine menjijikkan yang disajikan di pernikahannya. Aku membuat sepupuku menangis dan aku dikutuk oleh bibi dan ibuku di depan semua tamu.
Tapi semua itu, meski digabungkan, tidak ada apa-apanya dibandingkan aku harus berjalan lurus dengan piring di kepala dan juga di kedua bahuku.
"Calon Permaisuri selalu tenang dan anggun. Kau harus membawa dirimu dengan bermartabat dan anggun. Kau berada di samping Rajamu, kau tidak boleh bungkuk dan terlihat lusuh atau malas. Selalu menonjol dan terlihat megah. Orang-orang memperhatikanmu..."
Ya, orang-orang memperhatikan dan diam-diam menertawakanku. Meski tidak sembunyi-sembunyi seperti yang mereka harapkan karena aku bisa melihat para pelayan Ratu yang melatihku sambil berbisik dan terkikik saat melihatku memecahkan banyak piring ketika aku gagal berjalan dalam garis lurus.
"Tarik napas dalam-dalam. Tegakkan bahu. Lihatlah ke depan. Jangan biarkan mata dan kepalamu melenceng. Fokus. Konsentrasi pada tugas yang ada. Kau adalah Permaisuri. Kau menikah dengan Raja..."
Aku ingin mati! Apakah perlu sampai seperti ini?
Tapi aku melakukan apa yang Ratu katakan. Aku menarik napas dalam-dalam saat mengingat pelayan Raja sedang menyiapkan air untuk mandiku. Lalu dia melihatku berendam di air hangat dan mengajariku cara membersihkan diri dengan benar.
Siapa tahu aku tidak tahu cara mandi yang benar? Tapi cara mandi seorang Bangsawan dan orang biasa memang berbeda. Pertama, mereka menggunakan sabun eksfoliasi dan scrub yang mereka gunakan juga dibuat khusus untuk para Bangsawan.
Kemudian aku harus berdiri diam saat pelayan mendandaniku dan menyesuaikan pakaianku agar pas dan terlihat sempurna.
Aku sempat menahan pelayan yang akan menyisir rambutku dan menatanya agar aku terlihat penuh hormat.
“Tidak ada rambut spike atau mohawk untukmu, calon Permaisuri.” Kata sang pelayan sambil menata rambutku dengan gaya rambut Bangsawan.
Aku terlihat seperti monyet yang bodoh.
Seekor monyet yang mencoba berjalan seperti Putri agung dari Putra Mahkota.
Fakta bahwa semua itu bohong. Kinn dan aku tidak akan menikah. Setelah tiga bulan, semua ini akan berakhir.
Tiga bulan...
Tiga bulan...
Tiga bul---
PYARR!
“Sekali lagi,” Ratu memberi isyarat pada para pelayan untuk meletakkan piring lagi di pundakku saat aku kembali ke garis awal.
"Berdiri tegak, punggung harus lurus. Tarik napas dalam-dalam. Dan...berjalan! Satu...dua...tiga... Fokus, Porsche..."
Tiga bulan... Aku harus menanggung ini selama tiga bulan penuh?
Aku pikir Kinn dan aku harus menegosiasikan ulang kontrak itu. 5 juta baht tidaklah cukup untuk penyiksaan seperti ini.
Aku pikir dia harus membayarku lebih banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Kingdom - KinnPorsche
RomantizmKinn Theerapanyakul adalah seorang pangeran modern di Thailand. Pewaris tahta dan bujangan paling memenuhi syarat di negeri ini. Tapi dia tidak ingin menyerahkan wanita yang dicintainya dalam bencana yang membingungkan, kehidupan seperti sirkus dan...