Awal luka 2

50 1 0
                                    

Setelah kami berbaikan kami melalui hari-hari seperti biasa. Entah kenapa semenjak itu arria makin malas untuk berkerja. Dia sering sekali pergi di siang hari dan pulang lebih cepat. Sering juga dia tidak bekerja karena malas. Saat itu aku merasa marah, aku sering mendiamkan nya dan menangis karna dia leha-leha dalam bekerja.

Kami bertengkar lagi saat itu, dia merasa uang hasil kerja yang dia berikan kepadaku habis tidak jelas. Padahal saat itu pendapat dia dalam satu bulan tidak sampai dua juta. Cicilan hutang atas namanya perbulan enam ratus ribu, belum biaya makan, biaya bensin, serta patungan listrik.

Dia merasa keberatan tentang uang yang dia berikan padaku. Dia merasa aku boros dan uang nya tidak tau pergi kemana.

"Kamu ngomong gitu enak, kamu tau kan pendapatan kamu satu bulan berapa dua juta juga ngga, satu juta lebih juga udah Alhamdulillah, kamu pikir ngatur uang gampang? Uang yang kamu kasih ke aku cuma aku bayarin utang atas nama kamu, aku bayarin buat keperluan dan biaya makan, kamu liat ada ga yang aku pake buat kebutuhan pribadi aku?" Marah ku padanya saat itu.

"Kalau aku yang pegang uang gakan tuh kamu beli pemanggang daging, gaakan kamu beli jaket itu" jawab nya padaku

Aku merasa sangat sakit hati mendengarnya. Padahal saat itu aku sudah meminta izin untuk membeli panggangan daging dan jaket yang aku ingin. Dia berkata seperti itu seolah dia keberatan aku membeli nya.

"Aku kan udah izin ke kamu, kamu juga ngizinin, kenapa di bahas? Emang salah kalau aku pengen beli jaket? Lagian jaketnya juga ga mahal cuman seratus ribu an"

"Emang salah ya aku pengen kaya orang di cukupi kebutuhan nya sama suami? Aku juga pengen kamu beliin kebutuhan aku, aku pengen di beliin barang sama kamu" ucapku sambil menangis tersedu.

"Banyak ko istri yang lebih susah dari kamu, kamu harusnya bersyukur" tegasnya padaku.

Aku kembali menangis mendengar ucapannya. Bagaimana bisa dia membandingkan dengan itu. Kenapa dia tidak terpikirkan bahwa dia harusnya memenuhi kebutuhan ku dan membahagiakan ku, dia malah menyuruh ku untuk bersyukur tanpa dia berusaha yang terbaik untuk ku.

Setelah berapa menit kita berdebat dan aku menangis akhirnya dia mengalah meminta maaf dan memeluk ku. Dia merasa bersalah telah mengatakan hal seperti itu padaku. Aku pun memaafkannya saat itu.

Tujuh bulan bersamamu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang