Duapuluh Satu

59 3 0
                                    

    Suara tamparan itu terdengar menggema di sebuah rumah besar tersebut, tamparan itu dilayangkan oleh seorang pria bule yang usia-nya berad di pertengahan angka 5 pada seorang pria tampan yang merupakan copy paste dari dirinya sendiri.

"Bodoh!kamu harusnya bisa main lebih rapih!kamu ninggalin banyak jejak, sialan!"setiap kata yang Marcus keluarkan di iringi dengan penuh penekanan.

"Ohh ya?!apaan tuh jejaknya?"Boy nelenggos dan mendudukan diri di soffa ruang tamu, Boy duduk dengan kaki yang ia selonjorkan di meja.

"Liora, apa masalah kamu dengan dia sampai-sampai kamu menyerang dia seperti itu?jika bukan karena pihak  kepolisian yang menghubungi Bunda lebih dulu kamu pasti sudah berada di Penjara"dengan anggun-nya Veronica menyeruput teh-nya.

"Bawain gue es americano"Boy menatap pelayan yang ada dibelakang Veronica tentu saja rumah ini jauh lebih mewah dibandingkan sebuah Hotel dapurnya saja sudah sekelas Restoran berbintang Boy bisa meminta makanan juga minuman apapun, Marcus mendudukan diri disamping istri tercinta-nya.

"Udah cukup kamu buat ulah saatnya kamu balik lagian bentar lagi kamu harus jadi pewaris"ujar Marcus, Veronica bilang ia paling suka Boy...Veronica bilang Boy yang paling pantas menjadi penerus maka sebagai suami yang baik Marcus akan mewujudkan apapun yang istri-nya inginkan.

"Nggak minat"balas Boy, Americano-nya datang Boy pun langsung meminum kopi hitam dingin tersebut.

"Levika yah?bagaimana kalau Bunda beritahu para kakakmu tentang dia, mereka sedang gencar mencari kelemahan kamu"Boy sampai terbatuk-batuk mendengar perkataan Veronica.

"Anjing!"sentak Boy.

"Boy, language!"peringat Marcus tak suka Boy mengumpati Istrinya, Boy bangkit dari duduknya.

"Gihh sono bilang, lo pikir gue takut?!"Boy hendak berlari pergi tapi beberapa Bodyguard menghalangi langsung saja Boy menyerang mereka membabi buta, Veronica maju begitu menemukan timing yang pas Veronica menancapkan sebuah suntikkan pada leher belakang Boy hingga membuat darah keluar cukup banyak.

"aaarrrghh"Boy meringis kesakitan, tubuhnya mendadak lemas ntah berapa dosis yang Veronica masukkan ke bius lemas tersebut.

"Tidak boleh bertingkah sekarang, sayang.."ujar Veronica, Boy sudah terduduk di lantai dengan lemas.

"Bawa dia ke kamarnya"

~~~

    Levi dibuat khawatir pasalnya Boy sama sekali tidak bisa di hubungi, di kampus-pun Levi tidak melihat keberadaan Boy...keadaan itu bertahan hingga hampir 1 minggu akhirnya Levi memutuskan untuk pergi ke Apartemen Boy.

Tapi disana Levi sama sekali tidak menemukan keberadaan Boy, Satpam yang bertugas menjaga wilayah itu juga berkata tidak melihat Boy semenjak kali terakhir Boy dijemput oleh orang berseragam Bodyguard.

Meski diliputi keraguan Levi memberanikan diri untuk pergi ke Markas Bangsawan Genk seorang diri, kedatangan Levi membuat markas yang sepertinya tengah mengadakan rapat mendadak terdiam hening nan sepi hingga Vicky...tangan kanan Boy maju dan mendekati Levi.

"Lo tau dimana Boy?"tanya Vicky pada Levi, Levi menggelengkan kepalanya.

"Kalian juga nggak ada yang tahu kabar Boy?"

"Jangankan kabar, Rumah Boy aja kita semua nggak ada yang tau"

"Gue ke rumahnya tapi satpam bilang terakhir Boy pergi sama orang seragam bodyguard"ujar Levi.

"Liora...jangan-jangan Boy di eksekusi sama keluarga Radjasa?terakhir kita bikin masalah sama keluarga mereka-kan?"semua yang ada ruangan itu terdiam.

"Bisa jadi!"kala mereka semua tengah berada dipikirannya sendiri pintu markas kaca terbuka menampilkan seorang pemuda tampan memakai kacamata juga membawa banyak kresek salahsatu junkfood.

The Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang