Di sudut pusat perbelanjaan Tokyo.
Orang-orang terheran-heran melihat Rai dan Ribe, entah apa yang merasuki mereka, tingkah mereka sangat aneh hanya karena memperebutkan sebuah snack.
Kedua mata mereka saling bertatapan tajam, saling bersaing menggunakan ketajaman matanya, seperti ada sebuah listrik yang menghantar diantara mereka.
"Ayah harus ngalah" ucap Ribe tak melepaskan tangannya dari snack tersebut.
"Hah! anak kecil dilarang makan snack ini, ini ga bagus buat pencernaan kamu yang kecil itu" situasi yang sama pun dilakukan oleh Rai.
"Ayah tau, ibu pasti marah kalau kamu bertingkah begini. Orang-orang juga lagi pada ngeliatin" ditariknya snack tersebut.
"Kalau kamu ga nyaman jadi pusat perhatian, lepas aja, kasih ke ayah, dan cari snack lain. Kenapa juga kamu harus milih snack yang ayah suka?"
"Kalian udah belanjanya?" Tanya Bella tiba-tiba mendekati mereka dengan troli yang penuh dengan bekal belanjaan. Dan di saat itu pula, Rai melepaskan tangannya dari snack tersebut, menyembunyikan kedua tangannya di belakang tubuhnya, dengan posisi tegak dia menghadap Bella.
Sama halnya dengan Rai, Ribe menatap ibunya dengan tatapan yang canggung, sesekali matanya berusaha menghindari kontak mata dengan ibunya.
"Oh? Kalian belum beli apa-apa?" Lirik Bella pada troli di samping mereka, trolinya hanya berisikan 4 buah snack.
"Ehehehe, i-iya bu, aku sama ayah masih milih-milih" ucap Ribe dengan senyuman yang sangat manis.
"Dasar monster kecil yang licik" lirik Rai pada Ribe dengan tatapan sinis, membuat Ribe merinding karena merasakan lirikannya.
"Ayo cepetan, kayanya udah mau hujan deh" ucap Bella memilih antrian kasir yang lebih sedikit tanpa mengetahui situasi antara anak dan suaminya.
Disisi lain, Rai dan Ribe berlari kesana-kemari, mengambil seluruh cemilan yang mereka suka dan ikut berbaris dibelakang Bella.
Dengan tubuh Ribe yang kecil, dia berjalan melewati troli, mendekati ibunya dan menggandeng tangannya.
Hati Rai terasa terbakar, berbeda dengan Ribe, tubuhnya yang tinggi besar tidak bisa melewati troli didepannya dan hanya menyaksikan Ribe sedang berusaha membuatnya terbakar api cemburu."Hah~ padahal mudah sekali aku buat mematahkan tulang kecilnya itu, tapi kenapa sulit sekali untuk mengalahkannya? Dan lagi, dia baru sekecil ini tapi sudah membuatku sangat kesal!!! Aku harus lebih berhati-hati, jangan sampai aku membuat monster baru lagi dari perut Bella. Menyeramkan!" Gumamnya dalam hati.
Bella melirik Rai lalu tersenyum setelah melihat wajah masamnya. Dan tentu saja Rai membalas senyuman itu meski terpaksa, tapi senyumannya pudar seketika dia melihat wajah Ribe yang sedang meledeknya. "Ah~ sialan, rasanya kesabaranku hampir habis" pikirnya, menatap langit-langit, berusaha mengatur nafasnya dengan baik.
...
Di dalam mobil.
Karena kelelahan, Ribe tertidur di kursi belakang, Bella duduk di samping kursi pengemudi, sementara Rai sedang merapihkan belanjaannya di bagasi.
"Karena asal ambil jadi sebanyak ini" gumamnya melihat belanjaan memenuhi seisi bagasinya.
"Hehe, kayanya dia kecapean, lihat mukanya lagi tidur bener-bener kepuasan tersendiri" ucap Bella mengarahkan kamera Hpnya ke wajah Ribe yang sedang tertidur lelap.
"Heh" senyum Rai tipis.
"Padahal dia nyebelin pas matanya terbuka, tapi kalau lagi tidur, ga buruk juga" ucapnya melihat wajah Ribe, anaknya, sekaligus rekan berkelahinya.
"Mau mampir ke suatu tempat dulu ga?""Kemana?"
"Ada deh, nanti juga kamu tau"
..
Rai membawanya ke sebuah galeri seni, tak ada orang di sekitar, seluruh area dijaga ketat oleh bodyguard.
Setelah memarkirkan mobilnya, Rai menggendong Ribe di atas punggungnya, lalu menggandeng Bella."Kenapa ke sini?" Tanya Bella merapihkan rambut Ribe yang acak-acakan, sementara matanya masih terpejam, dan kepalanya bersandar di bahu Rai yang lebar.
"Ada yang mau aku tunjukin" ucapnya tersenyum.
Di dalam galeri, Bella melihat banyak sekali lukisan dirinya, Ribe, ada juga beberapa lukisan mereka bersama.
Matanya berbinar saat menatap lukisan-lukisan tersebut,

KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband is Perfect
RandomKarena perceraian orang tuanya, Bella merasa tidak percaya diri dalam menjalani pernikahan. Ketakutan akan rasa cinta yang lama-kelamaan pudar selalu menghantui pikirannya, membuatnya menjadi pribadi yang keras dan tidak konsisten dalam hubungan. Hi...