BAB 01 - 2/3

1.3K 97 6
                                    

Pagi terasa datang begitu cepat dan malam berlalu begitu saja. Kedua netra Sizhui terbelalak kaget saat dia tidak merasakan kehadiran sang ibu. Jantungnya berdegup kencang tanpa sadar dia mulai merasa ketakutan.

Kedua netranya menelisik segala sudut ruangan, namun, apa yang dia cari tidak dia temukan. Dia bangkit dari tidurnya dan menuruni kasur, “Loh? Sejak kapan aku tidur di kasur?” tanpa memperdulikan keanehan itu, Sizhui bergegas keluar Jingshi untuk mencari ibunya. Namun sial, dirinya terjatuh akibat kecerobohannya sendiri, membuat Lan Wangji yang baru membuka pintu memekik kecil.

“A-Yuan, apa yang terjadi?” Lan Wangji melangkahkan kakinya mendekati sang anak setelah meletakkan keranjang makanan yang dia bawa di meja. Dengan penuh kehati-hatian, Lan Wangji membantu sang anak untuk bangun dan mengecek keadaan sang anak. “Hati-hati, lekaslah mandi. Kita akan sarapan di Jingshi.”

Mendengar ucapan sang ibu, Sizhui tidak bisa menahan senyum dan mengangguk penuh antusias. Dengan sedikit berlari dia pergi menuju kamar mandi meninggalkan Lan Wangji yang hanya bisa menatap datar dan menggelengkan kepalanya pelan.

Setelah merapikan tempat tidur, Lan Wangji berjalan ke meja, mengeluarkan makanan yang ada di keranjang, dan menatanya. Tatapannya berubah sendu ketika dia mengingat sang terkasih, “Andai Wei Ying disini, kita akan menjadi keluarga yang utuh..”

Tak ingin berlarut dengan kesedihannya dan membuat sang anak khawatir, Lan Wangji mengalihkan perhatiannya pada tumpukan buku yang berada di meja yang dekat dengan rak bukunya. Hal itu membuat Lan Wangji mengingat akan tugasnya yang belum ia selesaikan, mengoreksi laporan perburuan malam.

“Ib—Hanguang Jun, maaf membuat anda menunggu.” Suara Sizhui mengalihkan perhatian Lan Wangji, dia mengangguk singkat.

“A-Yuan, jangan begitu formal.” Lirih Lan Wangji. “Makanlah yang banyak.” Wangji melanjutkan perkataannya dan mereka pun makan dengan tenang sesuai dengan aturan Gusu.

Acara sarapan pun berlalu begitu saja, kini yang mereka lakukan hanya menikmati keheningan yang tercipta diantara mereka. Sizhui memperhatikan sosok sempurna dihadapannya, kultivator laki-laki yang berparas cantik dengan bulu mata yang lentik dan pinggang yang ramping. Semua hal yang ada pada ibunya terlihat sangat indah meskipun raut wajahnya selalu datar, tak heran banyak kultivator terkemuka yang ingin meminangnya.

Memikirkan itu membuat Sizhui teringat saat Chifeng Jun melamar sang ibu 6 tahun lalu yang langsung ditolak mentah-mentah. Dia mengingat bagaimana hal itu membuat Chifeng Jun marah dan mencoba untuk menikahinya secara paksa yang tentu saja dihadiahi kekalahan telak. Paras sang ibu boleh saja cantik dengan pinggang yang ramping, tapi, kalian tentu tidak lupa dengan gelar yang sang ibu sandang kan?

Oke, kita tidak boleh menertawakan orang yang sudah meninggal, tidak sopan. Ingatan Sizhui ditarik pada saat pemimpin sekte Jiang menghadap ke Lan Qiren dan Lan Xichen dengan maksud untuk menikahi Lan Wangji. Hal itu membuat sang ketua sekte Lan patah hati dan Lan Qiren menghela nafas lelah karena ini entah lamaran keberapa yang ia dapatkan dalam 1 minggu terakhir. Lan Wangji yang saat itu tengah mengajar tidak mengetahui tentang kedatangan ketua sekte Jiang yang melamarnya. Setelah kelasnya selesai, salah satu murid menyampaikan pesan dari Lan Xichen dan Lan Wangji langsung menghampiri sang kakak.

“Aku menolak” Tolak sang ibu dengan tegas tanpa mendengarkan penjelasan apapun. Netra emasnya menatap tajam pada ketua sekte Jiang, nafasnya memburu, Sizhui dengan gampang mengetahui jika sang ibu tengah menahan amarahnya.

“Wangji, duduklah terlebih dahulu.” Ucap sang kakek, Lan Qiren, tenang dengan gerakan khasnya—mengelus jenggotnya. “Shufu, maaf atas ketidaksopanan Wangji. Wangji menolak dan tidak ingin mendengar apapun. Jika tidak ada lagi yang ingin dikatakan, Wangji mohon pamit.”

“Kenapa? Hanguang-”

“A-Yuan, jangan harap ibu menerimamu lagi di Jingshi.”

“IBUUUU, MAAF. Eh.. Hehehe, ibu, kenapa? Bukan bukan!! A-Yuan tidak bertanya soal kenapa ibu menolak lamaran ketua sekte Jiang. Yang A-Yuan tanyakan, kenapa ibu marah?”

Jika dipikir-pikir lagi, saat itu Sizhui terlihat sangat berani. Melanggar aturan tepat dihadapan pemimpin sekte, penatua, dan bahkan ibunya sendiri. Dia tertawa pelan ketika mengingatnya. Kembali lagi dengan acara lamaran yang jelas ditolak itu.

“A-Yuan, apa kamu pikir ibu bisa tetap tenang melihat orang yang membuat ayahmu pergi? Jika saja orang itu tidak termakan ego-nya, tidak mementingkan dirinya sendiri dan tetap disebelah ayahmu, semua ini tidak akan terjadi. Dan kamu bertanya kenapa ibu marah? Apakah itu bahkan pantas untuk dipertanyakan?”

Perkataan sang ibu kala itu membuat rasa sesak menyeruak di dadanya. Ruang pertemuan itu menjadi mencekam. Saat itu yang bisa Sizhui lakukan hanya menunduk menahan tangis, benar, jika saja saat itu ketua sekte Jiang tidak menusuk tangan ayahnya, ayahnya pasti akan tetap selamat.

“Kenapa kau membela pengkhianat itu, Hanguang Jun?!”

“Karena aku mencintainya. Aku mencintai orang yang telah kau bunuh tepat dihadapanku sendiri.”

“DIA PENGKHIANAT. IBLIS. MANUSIA TAK BERHATI DAN TIDAK TAU TERIMAKASIH. DIA SUDAH MATI BERTAHUN-TAHUN LALU. LUPAKAN DIA”

“DIA ORANG YANG AKU CINTAI DAN HANYA DIA, YILING LAOZU, WEI WUXIAN. JIKA KAU HANYA INGIN MENGHINANYA PERGI DARI YUN SHEN BU ZHI CHU SEKARANG JUGA.”

Itu kali pertama Sizhui mendengar ibunya berteriak dengan penuh amarah. Saat itu bukan hanya ruang pertemuan yang hening, tapi seluruh sudut di Yun Shen Bu Zhi Chu. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara, bahkan untuk bernafas pun rasanya sangat berat.

“KAU DENGAN TIDAK TAHU MALUNYA MENGINJAKKAN KAKI DISINI DAN SEAKAN TAK BERDOSA DATANG MELAMARKU SETELAH KAU MEMBUNUH ORANG YANG AKU CINTAI?! BAGAIMANA CARA OTAKMU ITU BEKERJA, HAH?!”

“Wangji..”

“WEI YING TIDAK PERNAH BERKHIANAT! TIDAKKAH KAU SADAR DIA SAMA SEKALI TIDAK MELUKAI SEKTE JIANG?! BUKA MATAMU SIALAN. DIA MELINDUNGI NONA JIANG DENGAN NYAWANYA. APA KAU TIDAK TAHU! PENGKHIANAT, IBLIS, MANUSIA TAK BERHATI DAN TIDAK TAHU TERIMAKASIH ITU KAU SIALAN BUKAN WEI YING. SEKARANG KAU PERGI DARI SINI SEBELUM AKU MENEBAS KEPALAMU.”

“Ibu...”

“Pergi.. Hiks.. Aku.. Wei Ying...”

Hari itu, amarah sang ibu meluap tanpa dapat ditahan. Selama 10 tahun dia menahan rindu pada sang terkasih, kini orang yang berperan besar dalam membunuh ayahnya datang untuk melamarnya. Bagaimana bisa dia tetap tenang? 


To be continue

WILD DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang