BAB 09 - 2/3 🔞

1.3K 77 25
                                    

Wei Wuxian menatap kantong itu dengan miris, kepalanya menggeleng pelan mengingat betapa malangnya nasib si pemilik tubuh. Dia mendekati Lan Wangji, tanpa kata dia meraih kedua tangan Lan Wangji yang sudah memerah bahkan beberapa jarinya tersayat. Wei Wuxian mencebik, sorot matanya menggelap, nafasnya sedikit memburu, dia marah! Sangat marah! Bagaimana tidak marah? Jari-jari lentik milik kekasihnya—eh?—yang seharusnya mulus tanpa noda kini sedang mengeluarkan darah. Mengikuti insting, dia mengecup jari-jari yang terluka itu dengan lembut, dan energi spiritualnya secara alami menyelimuti tangan hingga tubuh Lan Wangji.

Lan Wangji sontak memundurkan tubuhnya lantaran terkejut dengan tindakan Wei Wuxian, namun, langsung terdiam ketika mendengar geraman kesal dari pemuda dihadapannya itu. Mulutnya terbuka dan tertutup tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, netra emasnya menatap pemuda bertopeng itu dengan lekat—tanpa berkedip sedikitpun, dan senyum tipis terlukis di wajahnya—Ya, walaupun hanya Lan Xichen yang bisa melihatnya.

“Kenapa? Bukannya kau sudah tahu siapa aku, Lan Zhan? Kenapa hanya diam?” Wei Wuxian berhenti menyalurkan energi spiritualnya setelah dirasa kondisi Lan Wangji sudah membaik seperti sedia kala. Matanya menatap tepat pada mata Lan Wangji yang terlihat gugup.

“Wei… Ying…” Wei Wuxian menatap sang pujaan hati dengan heran, dia sedikit meremas kedua tangan yang sedari tadi dia menggenggam. “Wei Ying…” Wei Wuxian tersenyum disaat mendengar suara Lan Wangji yang akhirnya memanggil namanya dengan jelas.

“Lan Zhan, aku merindukanmu. Boleh aku memelu—” ucapannya terpotong saat tubuh Lan Wangji menubruk dirinya, memerangkapnya dalam pelukan erat. Wei Wuxian terkekeh kecil saat dia merasakan wajah Lan Wangji bergerak pelan di dadanya. Dia pun tanpa sungkan melingkarkan tangannya pada pinggang dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Lan Wangji, menghirup aroma Cendana yang terasa manis itu dengan rakus. Pelukan itu terus berlanjut sampai pintu Mingshi terbuka dan menampilkan dua manusia yang terengah-engah dan satu pria yang tersenyum cerah.

“Wei Ying…” hanya cicitan kecil yang bisa keluar dari tenggorokan pria cantik itu. Perasaan rindu yang sudah ditahan bertahun-tahun lamanya membuat dia bingung harus berkata apa dan Wei Wuxian mengetahui itu dengan jelas, karena dia juga merasakan hal yang sama. Dia hanya ingin merengkuh pria cantik yang sangat dia cintai itu, tanpa percakapan apapun, hanya pelukan, dan mungkin sedikit tambahan lainnya—EHH?!!

Tidak bisa menahan gejolak rindu, Wei Wuxian dengan mudah membawa Lan Wangji kedalam gendongannya. Berjalan dengan sedikit berlari tanpa memperdulikan tatapan penuh kebingungan dari orang-orang yang melihatnya. Saat ini dia hanya dipenuhi oleh perasaan rindu Lan Wangji.

Lupakan apa itu sopan santun, karena jelas, Wei Wuxian tidak akan memperdulikan hal itu. Dengan sedikit kasar, dia membanting tubuh kecil Lan Wangji ke kasur. Melemparkan segel pengunci dan penghening ruangan dengan terburu-buru, lalu melepas topengnya dengan kasar. Matanya menyorot tajam pada sosok Lan Wangji yang tengah menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Wei Wuxian menyentak kedua tangan itu dengan kasar, menindih tubuh yang lebih kecil itu, menatap netra emas itu dengan lekat. Nafas mereka saling memburu satu sama lain. Mereka bertatapan, saling menyelami pusaran rindu yang terlihat jelas di kedua mata mereka.

Wei Wuxian menjadi yang pertama memutuskan kontak mata mereka. Membenamkan wajahnya pada ceruk leher Lan Wangji, mendarat beberapa kecupan ringan sebelum akhirnya menghirup aroma Cendana manis kesukaannya itu. Wei Wuxian hampir kehilangan pengendalian dirinya disaat kedua tangan Lan Wangji melingkar dengan indah pada lehernya, menekan kepalanya seakan memberi izin pada dirinya untuk melakukan hal lebih.

A-YING JANGAN MENYENTUH MENANTU MAMA SEBELUM KALIAN MENIKAH!!”

DEG!

Beruntungnya dia, teriakan sang mama mengembalikan akal sehatnya. Dengan susah payah, dia menekan segala hasrat untuk menyantap hidangan yang disuguhkan dihadapannya itu. Dia mengendus-endus leher Lan Wangji layaknya seekor anjing yang tengah penasaran. Setelah puas ‘memperkosa’ leher sang pujaan hati, dia menarik dirinya, netra mereka kembali bertatapan.

“Lan Zhan, aku merindukanmu.” Suara Wei Wuxian terdengar serak dan sedikit parau lantaran nafsu yang menggelora. “Wei Ying, aku juga merindukanmu.” Lan Wangji berkata dengan lirih.

Lan Wangji seakan menjelma menjadi sosok yang jauh berbeda dari dirinya. Dia membalik posisi mereka, menduduki perut pria dibawahnya. Netra emasnya sedikit berkabut dan ketika Lan Wangji melepas ikat kepalanya, alarm bahaya berbunyi di kepala Wei Wuxian.

“Wei Ying…” ah, sial. Suara lirih Lan Wangji membangunkan sesuatu yang sedari tadi dia tahan dengan mati-matian. Wei Wuxian hanya bisa berdoa, agar dia tidak lepas kendali. Tapi apa yang dilakukan oleh pemuda yang berada diatasnya itu membuat dia menelan ludahnya.

“Ma, A-Ying boleh mencicipinya sedikit?”

“Tidak!”

“Ma, ayolah. Bagaimana bisa A-Ying tahan jika Lan Zhan bertindak sejauh ini?”

“HEH BOCAH! JANGAN MELEWATI BATAS.”

“Baba, ayolah. Ini terlalu sayang untuk dilewatkan.”

“Nak, jika kau pikir kau tidak akan menyesal silahkan.”

Perdebatan panjang membuat Wei Wuxian sedikit kehilangan fokus dan melamun. Hal itu menuai pekikan kesal dari Lan Wangji yang entah tengah dirasuki apa. Pria cantik itu sudah melepaskan semua kain yang menutupi tubuhnya, iya, semua, SEMUA. Yang artinya tubuh polosnya sudah terpampang nyata dihadapan Wei Wuxian.

“Wei Ying!”

Wei Wuxian tersentak mendengar pekikan dari pria cantiknya, dan dirinya dibuat tercengang melihat pemandangan indah dihadapannya. Tubuh putih mulus dengan kedua benjolan merah mudah yang mencuat imut langsung membuat Wei Wuxian menelan ludahnya gugup. Dia meringis pelan saat merasakan miliknya berdenyut, meronta ingin dikeluarkan.

Oke, sekarang dia bimbang. Haruskah dia memakan hidangan lezat yang tersuguh dengan indah dihadapannya? Atau menekan segala hasratnya selagi pikirannya masih sedikit waras?


To be continue

WILD DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang