BAB 07 - 4/4

941 90 15
                                    

Wei Wuxian bangkit dari duduknya dan mengalihkan pandangannya pada Wen Ning yang tengah menyerang—melindungi diri—dari para kultivator kecil yang ingin menangkapnya. “Berhentilah kalian. Setidaknya, berterima kasih lah karena sudah diselamatkan.” Dia berkata dengan datar, ketika sosoknya mendekat, secara otomatis kumpulan manusia itu membelah menjadi dua bagian, Wei Wuxian berdiri dihadapan Wen Ning—matanya menatap dengan seksama.

“Berbaliklah!” Dengan patuh, Wen Ning membalikkan tubuhnya. Wei Wuxian menatapnya dengan datar, dahinya mengernyit heran. Mengambil dua langkah mundur,  kanannya diarahkan pada bagian belakang Wen Ning, membuat segel dengan tangan kirinya—cahaya merah keluar keluar menyelimuti lengan kanannya mengalir hingga ke kepala Wen Ning. Bersamaan dengan lima paku yang keluar dari kepala Wen Ning, Jendral Hantu itu berteriak, mengerang, dan meraung penuh kesakitan. Setelah kurang lebih sepuluh menit teriakan yang memekakkan telinga terdengar, tubuh Wen Ning terjatuh layaknya manusia yang tidak bertulang.

Wei Wuxian membalikkan tubuhnya, menatap Lan Wangji yang juga tengah menatapnya dengan raut wajah terkejut yang terlihat jelas di wajahnya. Melihat, tidak ada satupun dari mereka yang membuka percakapan, para murid junior dan kultivator kecil itu juga ikut terdiam. Semua terasa hening—keheningan yang mencekam—sampai, terlihat sebuah cahaya berwarna ungu yang terlihat mengarah pada punggung Wei Wuxian yang bebas.

Lan Wangji memetik Guqinnya untuk mengahalau serangan tiba-tiba, Guqin dan Zidian yang beradu membuat suasana malam itu menjadi siang dalam beberapa detik, Jiang Cheng terhempas cukup jauh sedangkan Lan Wangji tetap tidak tergeser sedikitpun. Melihat kondisi yang tidak akan menguntungkannya, dia memberikan perintah pada Wen Ning untuk segera pergi dari tempat itu melalui siulannya. Beruntungnya, Jiang Cheng sedang bertatapan dengan Lan Wangji sehingga orang itu tidak menyadari kepergian Wen Ning.

Wei Wuxian berdehem pelan memecahkan kecanggungan yang tiba-tiba. Dengan sedikit tertatih dan menahan sakit, dia berjalan mendekati Lan Wangji, menepuk bahunya pelan dan mengisyaratkan pria itu untuk mundur beberapa langkah. Dia menatap Jiang Cheng dan dengan sedikit menyeringai dia berkata—memancing amarah, “Ketua sekte Jiang, saya mengucapkan terima kasih karena anda sudah menyelamatkan Jin Ling dari kematiannya, ah, tentunya tanpa bantuan anda keponakan kecilku itu sekarang hanya tersisa pakaiannya saja. Sungguh, kebaikan hati yang tidak akan pernah bisa saya lakukan. Ketua sekte Jiang, jika boleh saya bertanya, apa rahasia dibalik kehebatan anda? Bolehkah saya mengetahui itu?”

Wei Wuxian terbatuk pelan untuk menetralkan dirinya agar tidak tertawa. Berbeda dengan Jingyi yang jelas-jelas tertawa puas dan Jin Ling yang mati-matian menahan tawanya. Wajah Jiang Cheng berubah merah, dia berdesis, “Wei Wuxian…”

“Ah, jadi rahasia dibalik kehebatan anda itu adalah Wei Wuxian? Hmm…” bermain-main dengan kalimat adalah keahliannya. Apalagi jika itu untuk memancing sebuah amarah, dia adalah ahlinya. Melihat kilatan petir ungu dari Zidian, Wei Wuxian meringis pelan. Namun, seakan tidak perduli dia berjalan mendekati Jiang Cheng, membisikan sesuatu yang membuat Jiang Cheng membeku, “Ah, benar. Dibalik kesuksesan anda, ada Wei Wuxian yang selalu mendorongnya dari belakang. Hmm… Jika aku tidak salah ingat, kau sekalipun tidak pernah bisa mengalahkanku. Aiiyoo~ Shimei, apa kau pikir sekarang kau sudah kuat? He he~”

Wei Wuxian menjauhkan tubuhnya, membalikkan tubuhnya, dan menekuk lutut dihadapan Lan Wangji. “Beberapa saat lalu anda, ingin mencambuk saya kan? Cambuk lah. Saya pikir 20 cambukan akan membuat anda puas, ketua sekte Jiang.” Kepalanya sedikit menoleh kebelakang, suaranya yang sedikit parau membuat yang lain terintimidasi. Wei Wuxian mengalihkan pandangannya pada Lan Wangji memberinya senyuman konyol untuk menenangkan pria dihadapannya itu.

Jiang Cheng yang sedari tadi sudah terbakar amarah tanpa sungkan mencambuk Wei Wuxian. Satu cambukan Zidian saja bisa mengeluarkan roh yang merasuki tubuh seseorang dengan luka yang tidak bisa dikatakan kecil, apalagi 20 cambukan? Semua orang yang melihat meringis kesakitan. Namun, yang dicambuk tetap setia pada senyum konyolnya—yang dia lemparkan pada Lan Wangji membuat pria berwajah datar itu merasa kesal.

Bahkan setelah 20 cambukan, Jiang Cheng tetap tidak merasa puas. Dia ingin terus mencambuk pria dihadapannya sebelum Bichen mengarah pada lehernya, dia tahu itu bukan hanya ancaman, maka setelah si pemilik pedang mengeluarkan suara, Jiang Cheng tidak bisa melakukan apapun selain mundur.

“Saya akan membawanya ke Gusu.” Wei Wuxian berdiri dengan dibantu oleh Sizhui. Dia bersiul memanggil kuda miliknya, dan tak lama ringkikkan kuda terdengar. Ketika sudah berhadapan dengannya, kuda itu menekuk kaki kirinya dan menundukkan kepalanya seakan memberikan hormat dan kuda itu melakukan hal yang serupa ketika tidak sengaja bertatap dengan Lan Wangji. “Lan Zhan, kuda itu menghormatimu.” Bahkan dengan luka di sekujur tubuhnya, Wei Wuxian masih bisa melontarkan ucapan konyolnya.

“Lan Zhan, energi spiritualmu tidak akan cukup untuk membawaku menggunakan pedangmu. Berhenti di penginapan hanya akan memperburuk keadaan, bagaimana jika kita menunggangi kuda ke Yun Shen Bu Zhi Chu? Ah, tidak. Lebih tepatnya, cepat naik ke punggung kuda itu. Kesadaranku akan mulai menghilang, jangan mengajakku berdebat.” Lan Wangji mengangguk, dengan mudah dia menaiki kuda hitam itu, menatap Wei Wuxian yang juga menatapnya, “Iya iya, aku juga akan naik. Kau terlihat seperti seorang istri yang tidak mau berpisah dengan suaminya.” Lelucon konyol Wei Wuxian membuat kedua telinga pria itu memerah. Lalu, dengan dibantu Sizhui dan Jingyi Wei Wuxian menaiki kudanya. Meletakkan kepalanya pada bahu Lan Wangji, dan tangan kirinya melingkar pada perut pria berparas cantik itu.

“Berhati-hatilah, saling jaga satu sama lain.” Meskipun kedua telinganya memerah karena malu, suara yang dikeluarkan tetap terdengar tenang. “Bawa kami ke Yun Shen Bu Zhi Chu. Dan turuti apa yang diperintahkan oleh Lan Zhan.” Dengan kalimat perintah itu, kuda hitam itu perlahan mulai berjalan menjauhi kerumunan orang yang menatapnya dengan keheranan. Hanguang Jun yang tidak pernah sedikitpun tersentuh, meskipun dengan seujung jari pun kini tengah dipeluk, DIPELUK oleh pria bertopeng, bahkan pakaian putih bersihnya telah kotor oleh darah sang pria. Dimana Hanguang Jun yang dikenal dengan kebersihannya?

“Lan Zhan… Maaf, pakaianmu kotor… Dan, terima kasih.” Itu adalah kalimat terakhir yang Wei Wuxian ucapakan sebelum jatuh pingsan dengan tangan kiri yang melingkar erat pada perut Lan Wangji dan tangan kanan yang memegang kalung yang terpasang pada kudanya. Jantung Lan Wangji berdegup kencang, nafasnya tercekat, tanpa pikir panjang dia memerintahkan kuda hitam itu untuk berlari dengan sangat cepat.

Bab ketujuh pun telah usai. Sampai jumpa di lain waktu.


To be continue.

WILD DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang