03

175 36 21
                                    

Bina Maira Ranjani

Baru aja dilaksanakan makan malam antara dua keluarga yakni keluarga gue dan keluarga pria yang akan dijodohkan ke gue. Makan malam udah selesai, gue gak banyak bicara dan mengikuti alur Papa dan Mama. Kalau ditanya, gue jawab, kalau ada yang melawak ya gue ketawa, begitupun dengan pria yang dijodohkan oleh gue. Orangnya keliatan tengil banget, mentang-mentang anak pejabat, udah belagu dia, bocah itu bahkan gak sudi melirik gue. Merasa ganteng kali dia?

Aduh. Mohon maaf banget ya. Mungkin gue bakal berusaha ikhlas dan mencoba menerima kalau yang dijodohin sama gue itu pria matang, tampan dan mapan. Minimal kayak Reza Rahardian atau Nicholas Saputra lah. Bukan yang begini bentukannya.

Para orangtua masih ngobrol, sedangkan gue dan pria yang katanya namanya "Bani" ini disuruh ngobrol berdua di luar, katanya untuk membangun kemistri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Para orangtua masih ngobrol, sedangkan gue dan pria yang katanya namanya "Bani" ini disuruh ngobrol berdua di luar, katanya untuk membangun kemistri. Cuih... gak sudi gue.

Boro-boro membangun kemistri, bocah itu malah sibuk makan permen, mengabaikan gue yang hanya berdiri kayak orang bego di belakangnya.

"Mbak...." dia bersuara, tapi gak menoleh ke arah gue.

"Kamu.. manggil saya?"

"Ya iya lah, di sini kan cuma ada mbaknya."

"Gak usah pake mbak, panggil Bina aja."

"Oh gak dulu, saya gak mau terdengar akrab begitu. Lebih baik gini ada batasan."

"Panggilan mbak... kayaknya menjelaskan banget kalau saya lebih tua."

"Lah? Kan fakta?"

Sumpah ya tengil banget, pengen gue tendang mukanya deh.

"Ck! Terserah, tadi mau ngomong apa?"

"Padahal mbak tuh gak jelek-jelek amat, cuma ya agak tepos dikit..." celetukannya itu bikin gue melotot.
"Tapi kok bisa sih gak laku sampe dijodohin begini?"

SIALAN YA bocah ini.

"Gak begitu ya! Justru saya begini akibat dikejar-kejar satu cowok yang saya gak mau, makanya saya ngaku kalau saya lesbi biar berhenti dikejar tapi malah jadi gosip yang kesebar."

Si bocah itu tertawa, "Saya lebih percaya mbak lesbi beneran sih dari pada mbak dikejar-kejar cowok."

"Kok kamu kurang ajar ya?"

"Haha... santai mbak, bercanda. Itu cara saya membangun kemistri."

"Mendingan kamu tolak aja deh perjodohan ini."

"Kenapa?"

Gue tertawa mengejek, kok bisa ya dia masih tanya kenapa?

"Lebih baik saya dianggap lesbi sama semua orang untuk selamanya dari pada harus nikah sama bocah kayak kamu, minimal lulus sarjana dulu dek," ucap gue sambil membuang wajah dan bersedekap dada sombong.

Bina & Bani (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang