Bina Maira Ranjani
Gue memutuskan untuk keluar kamar setelah menyerah untuk memejamkan mata karena gak tertidur-tidur juga padahal ini udah jam 2 malam. Mengerjakan pekerjaan kantor sampai jam 12 malam tadi membuat jam tidur gue yang biasa jadi terlewat dan berakhir gue gak bisa tidur sampai sekarang.
Saat sedang menurunkan tangga gue mendengar suara seperti napas seseorang dan grasak-grusuk di tengah kegelapan seluruh penjuru rumah gue, bukan mati lampu, memang sengaja dimatikan kalau malam biar hemat listrik dan hanya lampu teras yang dinyalakan.
Tiba-tiba aja tubuh gue merinding, mau masuk ke kamar lagi tapi gue penasaran, jadi gue memutuskan untuk tetap turun dan menyalakan lampu.
Sesaat setelah menyalakan lampu gue nyaris loncat ketika mendapati Bani dengan pakaian tidur yang serba putih itu berdiri di dapur sambil memegang segelas air putih.
"K-kamu ngapain Bani? Bikin kaget aja!"
Dia hanya menggeleng, gue menyipitkan mata ketika melihat banyak peluh di lehernya sampai bajunya agak basah, napasnya juga terlihat berat.
Bani gak menjawab apapun dan melenggang pergi bahkan melewati gue menuju kamar sebelum gue tahan tangannya.
Kini kami berada dalam jarak yang dekat membuat gue bisa melihat jelas bahwa penglihatan gue gak salah tentang peluh di lehernya.
"K-kamu kenapa?" Tanya gue.
Bani melepaskan tangan gue, "Gapapa mbak, cuma gerah."
Gue jelas gak percaya karena kamarnya kan ada AC-nya, wajah Bani juga kelihatan pucat, karena itulah entah perintah dari mana tangan gue bergerak untuk menyentuh lehernya yang basah itu. Ini jelas bukan keringat kepanasan karena tubuh Bani malah dingin.
"Bani... kamu sakit?"
Lagi-lagi tangan gue dilepaskan oleh dia, "Enggak mbak."
"Mimpi buruk ya?" Tebak gue lagi, ya bisa aja kan, gue kalau mimpi dikejar hantu juga gitu suka keringat dingin.
Bani hanya menatap gue, "Mbak sendiri kebangun? Apa belum tidur?" Dia malah mengalihkan pembicaraan.
"Belum tidur."
"Tidur mbak, besok ngantor."
"Hm, saya mau coba bikin susu."
Gue pun berjalan ke dapur meninggalkan Bani yang gue pikir dia akan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Tapi setelah gue membuat susu, dan hendak gue minum di sofa sambil menonton TV gue malah mendapati Bani duduk di sofa lebih dulu.
Gue menghampirinya, "Kenapa gak tidur?"
"Udah gak ngantuk. Boleh kan saya di sini?"
Gue hanya mengangguk, ya kenapa gak boleh juga? Toh itung-itung nemenin gue biar gak sendirian banget kan.
Kami pun duduk berdua di sofa, gue di tengah yang langsung berhadapan dengan TV sedangkan Bani di sofa sisi samping.
"Emang biasa insom mbak?" Tanya Bani.
Gue menggeleng, "Jarang, kalo jam tidur saya udah lewat aja jadi susah tidur, tadi karena ngerjain kerjaan kantor."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bina & Bani (Selesai)
FanfictionBina Maira Ranjani (27 tahun) "Lebih baik saya dianggap lesbi sama semua orang untuk selamanya dari pada harus nikah sama bocah kayak kamu, minimal lulus sarjana dulu deh." Bani Hanif Ashraf (22 tahun) "Mbak, saya juga masih punya pacar, kalau bukan...