16

215 30 14
                                    

Bani Hanif Ashraf

Mimpi buruk buat gue adalah sebuah kelemahan yang selama ini gue tutupi dari siapapun. Termasuk ayah, ibu dan Celline. Mereka gak tau kalau nyaris tiap malam gue masih bermimpi tentang kejadian itu. Kejadian dimana kakak gue mengakhiri hidupnya di depan mata gue sendiri. Dan sekarang.... mbak Bina menjadi orang pertama yang tau soal ini setelah psikolog yang pernah gue datangi dan yang mendiagnosa gue bahwa gue mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

"Mbak gak mau tanya apapun?" Tanya gue.
Sekarang kami udah ada di kamarnya mbak Bina. Posisinya adalah kami duduk bersampingan di atas ranjang. Mbak Bina yang duduk dengan lutut ditekuk dan kakinya di selimuti sedangkan gue masih duduk bersila.

"Kamu sendiri... gak mau cerita apapun?" Dia malah balik bertanya.

Enggak.

"Tadi saya mimpi dikejar setan!"

"Setannya namanya Bina?" Aduh, kayaknya gue nyebut nama lagi.

"Iya."

"Saya setannya?"

"Iya."

"Kurang ajar!" Dia melempar bantal ke arah gue yang terkekeh.

"Mending mbak aja cerita, cowok tadi siapa?" Gue memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

Dia melirik gue, "Saya kira kamu gak penasaran."

"Yaa... gak banget sih. Dikit doang."

"My ex."

"Ah... bener dugaan saya. Putusnya kenapa tuh mbak?"

"Saya ngantuk Bani!" Dia gak menjawab pertanyaan gue dan langsung berbaring seraya menarik selimut untuk menutup tubuhnya.

"Saya beneran boleh tidur di sini?" Tanya gue memastikan, takut didorong lagi sih jujur aja.

"Heem."

"Inget ya mbak! Awas loh! Jangan kaget lagi ada saya di sini!"

"Iya!"

Gue pun ikut berbaring di sampingnya, oh enggak, di belakangnya, karena mbak Bina memunggungi gue. Jadi pemandangan gue adalah punggung dan rambut belakangnya mbak Bina yang tergerai di atas bantal. Melihat pemandangan itu aja, bibir gue bergerak untuk tersenyum kecil yang langsung kepergok sama dia langsung.

Kaget buset.

Kaget banget beneran, karena gue lagi senyum tadi. Saking kagetnya muka gue jadi lurus lagi, untung aja dia merem pas balik badan, jadi gak keliatan gue senyumin dia, tapi seperkian detik kemudian matanya malah terbuka hingga kami bertemu tatap sekarang.

"Sori... saya lupa," ucapnya dan hendak bergerak lagi untuk kembali memutar tubuhnya tapi segera gue tahan tangannya.

"Kayak gini aja mbak."

"Hah?"

"Kalo dipunggungin gitu saya ngerasa dimusuhin."

"Mana bisa tidur saya kalau...."

"Kalau tatapan sama saya?"

Bina & Bani (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang