Bani Hanif Ashraf
"Kamu kenapa sih? Kayaknya badmood banget hari ini?" Tanya Celline yang kini ada di samping gue, duduk di kursi penumpang setelah tadi gue menjemputnya.
"Gapapa," jawab gue singkat, sebenernya iya sih gue badmood karena didorong sampe jatuh cuma karena kedapatan tidur sama gue. Suaminya. Padahal kan gak gue apa-apain juga. Gue beneran males aja kalau harus gendong mbak Bina sampai ke kamarnya di lantai 2, jadi gue bawa aja ke kamar gue. Minimal makasih dulu kek gak gue biarin tinggalin di luar, tapi dia malah dorong gue sampe jatuh dan gak minta maaf sama sekali.
Gue tau mbak Bina buru-buru, keliatan dari gerak-geriknya tadi, mungkin karena alarm yang gue setel memang jam 8, biasanya saat gue bangun mbak Bina udah berangkat jadi udah pasti saat dia bangun jam 8, dirinya udah pasti sangat terlambat, dia bahkan gak sarapan dulu. Tapi gue gak peduli, tetep aja harusnya dia minta maaf sama gue.
"Proposal kamu udah selesai belum Bani?" Tanya Celine lagi.
Gue menghela napas, paling males deh gue kalau ditanyain soal pertugasan kalau lagi badmood begini, "Dikit lagi."
"Kamu bakal sidang proposal bulan ini kan?"
"Iya."
"Okey, kita bareng!"
"Oh iya, kamu waktu itu bilang kalau ayah kamu kasih kamu coffee-shop buat kamu urus? Kelanjutannya gimana tuh?"Diingatkan soal itu makin bikin gue badmood karena gue jadi teringat soal meeting soal coffeeshop itu setelah dari kampus.
"Iya, 2 minggu lagi mungkin bakal grand-opening," jawab gue. Iya, kenapa secepat itu? Karena memang semuanya udah disiapkan oleh ayah, ini sebenarnya keinginan ayah dari konsep dan segala macamnya, jadi gue tinggal ikutin aja. Walaupun sebenernya ini tercetus dari omongan gue juga sih, beberapa bulan sebelum gue dijodohkan ayah bilang ke gue, "Kira-kira kamu mau coba bisnis gak?"
"Pengen, cuma mungkin gak sekarang."
"Kamu ada kepikiran kira-kira bisnis apa gak?"
Gue yang emang suka nongkrong jadi yang langsung terlintas di otak gue adalah, "Buka tongkrongan kali, kayak coffe-shop gitu."
"Ide bagus."
Habis itu gue gak tau kalau ayah ternyata mulai menyusunnya sedemikian rupa dan ternyata itu juga disiapkan untuk gue yang akan menikah. Biar katanya gue punya pegangan uang sendiri, dan bisa menafkahi isteri gue meski gak banyak karena ayah pun mengakui kalau uang isteri gue jauh lebih banyak dari pada penghasilan gue nanti dari sana.
"Wah! Aku boleh dateng kan?"
Celine terlihat sangat excited, gue menoleh ke arahnya dan dengan berat hati gue harus jawab, "Sori Cel, gak bisa. Keluarga aku dan keluarga mbak Bina pasti ada di sana."
Celine langsung cemberut dan memalingkan wajah, "Sedih banget sih," keluhnya.
"Ya mau gimana Cel?"
"Ya gimana coba caranya biar aku bisa ikut merayakannya buat kamu juga?"
YaAllah suasana hati gue beneran lagi gak bagus dan sekarang suruh mikir.
"Nanti kita atur waktu ya buat ngerayainnya cuma buat kita berdua, oke?"
Celine menatap gue, "Bener ya?"
"Iya."
"I'm happy for you, sayang," ucap Celline, tangannya memeluk leher gue dari samping dan dia mencium pipi gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bina & Bani (Selesai)
FanfictionBina Maira Ranjani (27 tahun) "Lebih baik saya dianggap lesbi sama semua orang untuk selamanya dari pada harus nikah sama bocah kayak kamu, minimal lulus sarjana dulu deh." Bani Hanif Ashraf (22 tahun) "Mbak, saya juga masih punya pacar, kalau bukan...