Bani Hanif Ashraf
Malam sudah menunjukan pukul 12, dan gue masih terjaga karena bukannya gak ngantuk tapi gue justru takut untuk tertidur. Gue takut kebiasaan gue saat tertidur malah membangunkan mbak Bina yang sebenarnya tidurnya juga gelisah. Dia gak lagi mimpi buruk kan? Semoga nggak, karena gue tau, mimpi buruk itu rasanya samgat menyeramkan.
"Bani..." gue yang sedang duduk menyandarkan tubuh di kepala ranjang langsung menoleh ketika mendengar gumaman mbak Bina yang aedang tidur memanggil nama gue. Dia mengigau? Dia mimpi tentang gue?
"Jangan selingkuh." Gue membulatkan mata ketika mendengar racauannya itu. Jadi dia mimpi mergokin gue selingkuh? Anjirlah, dispill langsung dalam mimpi.Tangan gue berinisiatif untuk mengelus kepalanya biar kembali tenang, tapi gue justru terkejut ketika mendapati dahi mbak Bina yang panas. Mbak Bina... demam. Mungkin karena demam panas dia jadi sampai mengigau dan mimpi aneh begitu.
Saat gue hendak turun dari ranjang, berniat untuk membawakan kompresan untuk mbak Bina, gue dikejutkan oleh mbak Bina yang tubuhnya tiba-tiba bergetar. Dia menggigil.
Gue pun segera mematikan AC, lalu menarik selimut sampai menutupi leher mbak Bina. Dan... berhasil, beberapa saat kemudian, getaran tubuhnya mereda meski tidak berhenti total. Gue menatapnya yang masih memejamkan mata, sebelum turun dari ranjang, keluar kamar dan pergi turun ke dapur untuk menyiapkan air panas dan mengambil handuk kecil milik gue yang gue ambil secara diam-diam di kamar bawah yang ditempati ibu, semua itu tentu saja untuk mengompres mbak Bina.
Sampai di kamar mbak Bina, gue duduk di sisi kasur, lalu menaruh handuk kecil yang sudah dicelupkan ke air panas dan diperas, di atas dahinya mbak Bina.
Setelah itu gue taruh air hangat dalam baskom kecil ini di atas nakas. Lalu gue meminum obat tidur gue yang tadi sekalian gue ambil ke bawah, gue telan langsung obat itu tanpa air, sebelum gue kembali bergabung bersama mbak Bina di atas kasur.
Mbak Bina udah gak menggigil lagi, tapi tidurnya tampak belum nyenyak, terlihat dari dirinya yang gusar, mengubah posisi tidurnya menghadap gue yang memang tidur menyamping untuk menatapnya. Pergerakannya membuat kompresan itu sempat jatuh ke atas bantal sebelum gue betulkan.
Sekarang kami kembali berhadapan, gue yang baru mau memejamkan mata dikejutkan oleh tangan mbak Bina yang tiba-tiba mendarat diatas tangan gue persis di depan wajah gue sendiri, gue bisa merasakan bagaimana mbak Bina dengan perlahan menggenggam tangan gue.
Alih-alih menyingkirkan tangannya, gue justru membiarkan dan bahkan menggenggamnya balik. Gak tau pikiran dari mana tapi siapa tau ini bisa membuat mbak Bina tidur lebih nyenyak, atau mungkin gue yang jadi bisa lebih mudah tertidur.
Gue mengusap punggung tangan mbak Bina dengan ibu jari gue, sambil menatapnya, "Sleep well, mbak," gumam gue sebelum gue mulai terbawa rasa kantuk untuk kemudian memejamkan mata dan tertidur nyenyak tanpa kebiasaan gue yaitu... mimpi buruk.
***
Bina Maira Ranjani
Tok...tok...tok
"Bina... Bani, bangun yuk. Ibu udah buatin sarapan."
Gue terbangun karena suara ketukan pintu dan suara ibu yang setengah berteriak dari luar kamar. Saat membuka mata yang pertama kali gue dapati adalah wajah terlelap Bani dan.... tangan kami yang saling menggenggam, hampir aja mau gue hempaskan kasar karena lagi-lagi terkejut, tapi gue berhasil menahan diri karena gak mau mengulang kesalahan yang sama.
Gue melepaskan tangan gue dari tangannya secara perlahan, lalu ketika gue hendak bangun, gue baru merasa ada benda di atas dahi gue. Saat gue ambil, ternyata ini handuk kecil yang dilipat, gue juga melihat air di baskom kecil yang ada di atas nakas. Apa gue habis dikompres? Bani yang melakukannya? Kok gue gak percaya, tapi... siapa lagi? Apa ibu? Bisa jadi, tapi... masa sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bina & Bani (Selesai)
FanfictionBina Maira Ranjani (27 tahun) "Lebih baik saya dianggap lesbi sama semua orang untuk selamanya dari pada harus nikah sama bocah kayak kamu, minimal lulus sarjana dulu deh." Bani Hanif Ashraf (22 tahun) "Mbak, saya juga masih punya pacar, kalau bukan...