Bina Maira RanjaniGue dan Bani baru selesai diperiksa polisi sebagai saksi, kami berdua diperiksa terpisah tentu saja, dan Bani lebih dulu selesai, ketika gue baru keluar dari ruang pemeriksaan, Bani langsung menghampiri gue dan meraih tangan gue untuk ia genggam sambil bertanya, "You okay?"
Bani terlihat serius dengan pertanyaannya, maksudnya.... tentang ia yang mengkhawatirkan gue, dan gue bingung kenapa ia terlihat sekhawatir itu padahal di dalam sana kan cuma ditanya.
"Gapapa," jawab gue.
"Ya udah, udah beres kan? Yuk balik!"
Kami pun pulang setelah selesai memberikan keterangan. Dengan mobil Bani dan dia juga yang menyetirnya.
"Tadi... ditanya apa aja?" Tanya Bani di tengah perjalanan, tepatnya saat mobil berhenti karena kemacetan lalu lintas yang entah karena apa.
"Banyak, tapi ada 1 pertanyaan yang saya inget."
"Apa?"
"Polisi nanya, kira-kira saya mencurigai kamu sebagai tersangka nggak?"
Reaksi Bani cuma menoleh gue dan bertanya, "Terus mbak jawab apa?"
"Enggak, karena kamu yang nolongin saya. Buat apa kamu bakar rumah saya, mau nyelakain saya kalo akhirnya kamu yang nolongin?"
"Bener, saya gak segabut itu buat bakar-bakarin rumah orang, mana rumah isteri saya sendiri. Ya kalo dulu sih mungkin, sekarang kan udah naksir, jadi gak mungkin, hehe...."
Gue cuma menaikan sebelah alis saat melihat cengirannya yang tengil itu, "Udah deh nyetir aja yang bener," cetus gue seraya memalingkan wajah.
"Kalo salting ya salting aja kali, gak usah ditahan," mendengar ucapannya itu gue langsung beralih lagi menatapnya tajam.
"Umur saya bukan lagi buat salting-salting kayak ABG ya!"
"Dih, emang salting ada patokan umurnya? Emang nenek-nenek gak boleh salting?"
"Maksud kamu saya nenek-nenek?"
"Y-ya gak gitu, mbak!! Maksudnya---,"
"Haduhh! Ini macet kenapa sih?" Gue juga gak tau kenapa gue tiba-tiba jadi misuh-misuh sendiri, entah karena gue mau mengalihkan topik aja, atau beneran salting?
"Gak tau, eh tapi kok di sana kayak ada rame-rame ya mbak?" Bani menunjuk ke depan sana di mana ada kerumunan orang di pinggir jalan, tepatnya di sisi fly-over yang ada di depan sana.
"Kayaknya itu yang bikin macet.""Iya, tapi kenapa ya?"
Bani gak menjawab, dia malah menurunkan jendela mobil lalu bertanya pada bapak ojek online yang ada di samping mobil kami.
"Ada apa sih pak?"
"Itu mas ada orang bunuh diri."
"Hah?"
"Iya, bunuh diri. Tadi saya denger dari orang-orang di belakang sana, katanya cewek, lagi hamil, lompat dari fly-over."
Bani terdiam. Gue yang masih penasaran akhirnya ikut bertanya, "Gak selamat pak?"
"Gak tau ya, belom keliatan sih, saya cuma denger dari warga tadi di belakang sana pas nganterin penumpang."
"Oh gitu, oke pak, makasih."
Si bapaknya hanya mengangguk sebelum ia maju lebih dulu untuk menyalip, sedangkan Bani langsung menutup jendela mobilnya lagi dengan tatapan lurus ke depan dan tubuhnya yang gue lihat jadi... tegang?
"Bani?"
Panggilan gue gak digubris oleh Bani, karena cowok itu masih menatap kosong ke arah depan. Mobil di depan sudah maju, tapi Bani masih terpatung, sampai mobil belakang mengklakson kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bina & Bani (Selesai)
FanfictionBina Maira Ranjani (27 tahun) "Lebih baik saya dianggap lesbi sama semua orang untuk selamanya dari pada harus nikah sama bocah kayak kamu, minimal lulus sarjana dulu deh." Bani Hanif Ashraf (22 tahun) "Mbak, saya juga masih punya pacar, kalau bukan...