45

123 25 18
                                    

Bani Hanif Ashraf

Gue mengabaikan segala bantuan yang gue dapatkan dari warga sekitar pasca kecelakaan yang gue gak tau awal dan sebabnya apa, gue cuma mendapati bagaimana ada sebuah mobil lain di depan sana yang membuat mbak Bina banting stir sebelum mobil kami menabrak pembatas jalan beton di sebelah kiri yang menyebabkan gue juga terbentur keras di jendela mobil.

"Kejar aja pak yang nabrak, saya bisa bawa isteri saya ke rumah sakit sendiri!" Begitu kata gue yang langsung menyetop taksi dan membawa mbak Bina pergi ke rumah sakit dengan taksi tersebut.

Sekarang gue dalam perjalanan ke rumah sakit, sambil menahan rasa sakit yang mulai terasa di kepala gue, gue masih berusaha untuk membuat isteri gue bangun, tapi nihil. Mbak Bina pinsan, karena itu gue memutuskan untuk menelpon papa mertua gue untuk memberi tahu tentang kecelakaan kami ini.

"Pa..."

"Ya Bani?"

"Bani sama mbak Bina kecelakaan, sekarang mbak Bina gak sadar, mbak Bina pinsan."

"Kamu sekarang di mana Bani?"

"Di jalan ke rumah sakit terdekat, Pa."

"Rumah sakit mana?"

"Tadi Bani liat maps, rumah sakit yang deket sini itu RS Medika Pratama."

"Tuhan!! Untungnya papa makan siang dideket situ, papa langsung ke sana ya?"

"Iya Pa, Papa sama mama juga?"

"Iya, ini saya lagi ke toilet, saya langsung ke sana sama isteri saya Bani."

"Iya, Pa, kalau gitu udah dulu ya Pa, Bani masih mau coba bangunin mbak Bina."

"Iya, Bani, coba terus ya, jagain Bina ya?"

"Iya Pa, Bani jagain."

Gue pun memutus telpon itu dan kembali menaruh atensi pada mbak Bina, "Mbak Bina...." gue mencoba menggoyangkan tubuhnya tapi gak ada respon juga. Gue juga mencoba mencari luka di sekitar tubuh mbak Bina, tapi gue cuma dapati goresan-goresan kecil aja di wajahnya.

"Mas, kepala mas berdarah ya?" Itu pertanyaan dari supir taksi.

"Iya pak."

"Aduh, ngilu banget. Sabar ya mas, ini saya coba ngebut."

"Hati-hati ya pak."

Gue perlu berterima kasih pada sang supir taksi yang sudah membawa mobil lebih cepat tapi tetap selamat sampai tujuan.

Sesampainya di rumah sakit, gue langsung membopong isteri gue masuk ke dalam rumah sakit. Di sana ternyata sudah ada papa dan mama, yang menunggu gue di depan gerbang rumah sakit yang tidak besar itu.

"Ya ampun Bina!!!" Itu seruan khawatir dari mama ketika melihat anaknya gak sadarkan diri di dalam gendongan gue.

Gue sempat berteriak untuk meminta bed emergency tapi gak ada yang menggubris gue, hingga gue harus membawa mbak Bina dengan tangan gue sendiri menuju ke UGD.

"Bani... kepala kamu!" Setelah memastikan bahwa mbak Bina ditangani di dalam UGD sana, gue baru ingat kalau gue juga punya luka. Rasa sakit itu tersamarkan akibat gue yang terlalu panik dengan keadaan mbak Bina.

Saat gue menunduk, gue bahkan mendapati kemeja gue yang sudah penuh bercak darah akibat dari tetesan darah yang berasal dari kepala gue. Ah, ternyata sebanyak itu. Pantesan kepala gue sakit banget sekarang.

"Dokter!!! Ini mantu saya luka, tolong obati!!!"

Bukan. Itu bukan papa yang berteriak pada salah satu dokter yang baru aja hendak masuk ke dalam UGD, melainkan... mama.

Bina & Bani (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang