30

162 27 18
                                    



vote dan komen yg banyak yhhh^^

****

Bina Maira Ranjani

Gue sangat senang ketika urusan gue di Surabaya bisa cepat selesai dari perkiraan tadinya gue mau pulang sesuai jadwal aja besok pagi, karena capek juga kalau harus pulang-pergi di hari yang sama, tapi setelah dapat kabar dari Bani kalau sidangnya lancar dan dia juga bilang kalau dia ingin gue cepat pulang, akhirnya gue pun mengikuti kemauannya dengan mempercepat kepulangan gue.

Gue cuma mikir kalau sebelumnya gue udah mengecewakannya dan kehadiran gue sebagai hadiah untuknya mungkin bisa membayar kekecewaannya itu. Jangan tanya kenapa gue jadi seeffort ini buat Bani, gue sendiri pun bingung, yang pasti itu keinginan gue tanpa paksaan dari siapapun.

Jadi gue bersemangat untuk pulang lebih dulu dari tim gue yang lain yang baru akan pulang besok pagi, gue juga sengaja gak mau mengabari Bani dulu karena memang mau kasih kejutan.

Sampai di Jakarta, gue menggeret koper kecil gue keluar dari bandara, harusnya yang menjemput gue adalah supirnya papa, gue udah bikin janji saat di Surabaya tadi, tapi saat gue sampai orangnya belum ada, jadi gue menyalakan ponsel gue yang sengaja gue matikan dari tadi untuk menghubunginya.

Dan saat itulah gue menerima pesan itu.

Sebuah pesan yang berisi:
hentikan penyelidikannya dan saya akan muncul sendiri ke hadapan kamu tapi kalau kamu terus melanjutkan penyelidikan itu, orang disekitar kamu yang akan nerima akibatnya, tinggal pilih aja, papamu, mamamu atau... suamimu?

Membacanya membuat tubuh gue langsung lemas. Gue gak bohong, kaki gue rasanya kayak gak bertulang hingga gue jatuh terduduk di lantai bandara sebelum ada yang menghampiri gue, gue kira itu supir papa, tapi ternyata itu mas Gara.

"Bina? Kamu gapapa?"

Gue gak bisa jawab, gue masih kaget sama pesan tadi, hingga gue sempat linglung untuk beberapa saat bahkan gue sampai gak sadar kalau mas Gara udah memboyong gue ke mobilnya dan akhirnya gue terpaksa diantar pulang olehnya.

Selama perjalanan gue gak bertanya kenapa mas Gara di sana, gue baru tau ya saat mas Gara menjelaskannya pada Bani.

Gue gak terlalu memikirkan keberadaan mas Gara di sana karena gue tefokus pada pesan yang membuat gue terkejut, bingung dan takut itu hingga membuat tubuh gue lemas seketika.

Sekarang gue udah memberi tahu Bani, dia memapah gue untuk duduk di sofa, mencoba menenangkan gue dengan memberikan gue sebuah dekapan hangat.

"It's okay mbak, ini bukan apa-apa. Ini cuma ancaman receh dari pelaku. Itu artinya dia takut, kita bisa kasih ini ke polisi buat jadi petunjuk, biar polisi lacak nomor telpon pengirimnya ya?"

"Tapi Bani.... gimana kalau ancamannya gak main-main, saya punya feeling kalau orang ini emang bukan orang sembarangan, karena kalau enggak, polisi gak mungkin sesulit itu buat dapetin pelakunya," balas gue.

Bani melepas dekapannya tapi tidak dengan genggaman tangannya di tangan gue, "Kita coba kasih kesempatan polisi buat cari pelakunya lewat pesan ini ya? Mbak bisa percaya sama saya kalau semuanya pasti bakal baik-baik aja."

"Tapi saya takut.... Bani."

Bani kembali mendekap gue, memberi usapan menenangkan di bahu gue, "Gapapa mbak, ada saya."

Bina & Bani (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang