Bina Maira Ranjani
Gue beneran kayak lagi menghadapi bocah umur 10 tahun ketika melihat Bani masih aja merajuk bahkan setelah sampai di rumah. Sebenarnya bukan cuma masalah mas Gara aja sih, tadi dijalan gue bilang sama dia kalau besok gue harus pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan, yang ternyata bertepatan sama tanggal sidang TA1 Bani alias sidang proposalnya, jadi dia ngambek karena gue gak bisa nemenin atau bahkan kasih hadiah ke dia, dan dia marah karena respon gue yang bilang, "Baru sidang proposal doang kan? Masih ada sidang akhir."
Dia marah karena katanya gue terkesan menyepelekan, "Otak saya tuh gak seencer mbak, proposal buat saya itu gak doang kayak yang mbak bilang."
Sekarang orangnya masih mempelajari proposalnya di ruang tamu sedangkan gue baru selesai packing dan ini sudah jam 11 malam.
"Bani, kamu mau belajar sampe kapan?"
"Sampe kapan, terserah saya kek!" Sensi banget jawabannya, rasanya pengen gue cubit bibirnya yang cemberut itu.
"Saya minta maaf."
"Hm."
"Jangan ngambek mulu dong, bikin saya perginya gak enak hati aja."
"Ya biarin aja gak enak hati biar gak jadi pergi."
Kalau bisa begitu, ya gue juga mau gak jadi pergi, tapi masalahnya ini urgent. Gue mesti ketemu dan meeting sama klien di luar kota, pertemuan itu sudah ditunda karena kejadian kebakaran rumah dan gak bisa kalau sampai harus ditunda lagi, apalagi cuma karena suami gue yang ngambek gak izinin gue pergi begini kan?
"Emangnya kamu mau saya direndahin lagi karena dianggap gak becus ngurus perusahaan dengan gak hadir ke pertemuan penting?"
Bani yang tadi sedang membalik-balikan kertas proposalnya itu tangannya terhenti, bengong sejenak sebelum menoleh ke arah gue yang berdiri di ambang pintu kamar.
"Kamu mau hadiah apa? Nanti saya kasih habis saya pulang dari sana."
Bibirnya tampak makin mengerucut ke bawah tapi tatapan kesalnya udah gak ada, "Sini!" Suruhnya sambil menepuk sisi kosong sofa di sampingnya. Gue pun menurut untuk menghampiri dan duduk di sampingnya.
"Sebenernya kesel saya itu banyaknya karena gak suka lihat mbak sama si Gara itu."
"Saya gak marah kalo mbak pergi, saya cuma kecewa aja mbak gak ada di momen ini."
"Terus saya makin kecewa lagi karena menurut mbak, ini bukan hal besar, jadi gak penting juga buat dirayain."
"Maaf deh, mbak boleh pergi kok."Gue mendengarkannya sambil melihat Bani yang gak mau menoleh ke gue, "Saya gak maksud remehin, tapi kalo kesannya kayak gitu, saya minta maaf."
"Iya iya dimaafin, perginya gak lama kan?" Barulah dia mau menoleh ke gue.
"Enggak, cuma sehari aja, besok paginya lagi saya udah pulang."
"Kemana?"
"Ke Surabaya."
"Jauh banget, naik pesawat?"
"Iya."
"Oke, pulang-pulang pokoknya mbak harus cium saya!"
Gue melotot, "Emang hadiahnya gak ada yang lain apa?"
Perasaan CIUMAN MULU GAK SI?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bina & Bani (Selesai)
FanfictionBina Maira Ranjani (27 tahun) "Lebih baik saya dianggap lesbi sama semua orang untuk selamanya dari pada harus nikah sama bocah kayak kamu, minimal lulus sarjana dulu deh." Bani Hanif Ashraf (22 tahun) "Mbak, saya juga masih punya pacar, kalau bukan...