24

167 30 12
                                    

Jangan lupa vote dan comment^^

Enjoy!!

***

Bina Maira Ranjani

"Bani...."
"Saya sedih banget sekarang, jauh.... lebih sedih dari pada kemarin."
"Kamu.... mau hibur saya gak?"

"Mbak.... mau saya c-cium lagi?" rasanya gak sinkron mendengar pertanyaan itu dengan nada polos dari orang yang jauh dari kata polos itu, tapi anehnya itu cukup membut bibir gue tertarik membentuk sebuah kekehan kecil.

"Pikiran kamu emang isinya cuma ciuman aja ya?"

"Y-ya gak gitu, tapi kan--- hufttt..," dia memotong bicaranya sendiri untuk mengembuskan napas berat sebelum melanjutkan bicaranya lagi, "Iya deh saya salah ngomong."
"Terus mau dihibur apa dong?"

Sekarang giliran gue yang menghela, gue beneran sedih banget, rasanya pengen pergi dari sini, ya tadinya gue berharap kalo kali aja dia mau bawa gue kabur lagi kayak waktu itu, tapi keadaan gue yang masih di infus ini pasti gak memungkinkan.

"Saya kapan pulang?" gue menghiraukan pertanyaannya dan memilih untuk bertanya tentang itu karena gue penasaran dan sangat ingin cepat pulang.

"Gak tau, mbak mau pulang?"

"Iya."

"Mbak mau pulang ke rumah mama-papa dulu?"

Gue mengerutkan dahi ketika Bani bertanya begitu, tadinya gue bingung, maksud gue ya pulang ke rumah gue lah, ngapain ke rumah mama-papa? Justru gue masih ingin menghindar dulu dari mereka tapi sesaat kemudian gue langsung ingat alasan kenapa gue di sini, kan.... rumah gue kebakaran.

Gue menggeleng untuk merespon pertanyaan Bani, "Ke tempat kamu aja, boleh?" Iya, gue inget, Bani punya apartement kan? Dari pada pulang ke rumah mama-papa, mending pulang ke tempat suami gue kan?

"Apart saya?"

"Iya, gak boleh?"

"B-boleh sih, tapi kamarnya cuma 1."

"Ya gapapa, kayak kita gak pernah tidur berdua aja, apa... kamu yang keberatan?"

"Gak juga sih."

"Terus?"

Dia tersenyum, "Iya boleh, nanti kita pulang ke tempat saya. Sekarang mbak istirahat dulu di sini, abisin infusan, nanti diperiksa dokter lagi boleh pulang atau nggak."

"Hm." Gue membalasnya dengan gumaman.

Setelah itu baik gue dan dia pun kembali saling diam, dan keheningan ini kembali membawa gue pada ingatan soal om Danu. Gak bisa. Gue gak bisa diam lama-lama melamun karena pikiran gue akan kembali mengingat memori menyedihkan itu.

Saat sekelebat ingatan itu kembali terlewat di kepala gue, reflek gue pun menggelengkan kepala sambil memukul kepala sendiri dengan tangan gue sebelum gue merasakan ada yang meraih tangan gue untuk menghentikan aksi gue itu, siapa lagi? Ya, Bani orangnya.

"Gak boleh begitu, mbak!"

"Saya keinget kejadian itu terus! Gak suka!"

Dia yang wajahnya kini ada di hadapan gue karena posisinya yang berdiri dari duduknya tadi untuk menghentikan aksi gue sebelunya itu sekarang malah diam menatap gue.

Bina & Bani (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang