40

199 26 17
                                    

Bani Hanif Ashraf

Mbak Bina sudah menjelaskan semuanya. Sepanjang ia menjelaskan, dada gue berdegup sangat kencang. Bukan karena takut lagi, tapi ini lebih ke.... salah tingkah. Ya Allah salah tingkah gue dicium duluan aja belum habis, sekarang denger kalau dia ternyata juga udah mulai sayang sama gue dan gak mau cerai apa gak makin sinting gara-gara nahan salting gue?

"Udah?"

"I-iya udah, ada kesalahan saya yang belum kejelasin ya?"

"Maksudnya... udah boleh saya cium mbak sekarang?"

Mbak Bina mengerjapkan matanya yang membulat, gak mengangguk atau menggeleng apalagi bersuara, gemes banget anjir, cengo gitu. Terus kalian pikir gue masih bisa nahan diri disaat cantiknya mbak Bina itu kayak gini;

 Terus kalian pikir gue masih bisa nahan diri disaat cantiknya mbak Bina itu kayak gini;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




YA NGGAK LAH.

Jadi tanpa menunggu jawaban mbak Bina, gue mendekat ke arahnya sebelum mempertemukan bibir gue dengan miliknya yang sebelumnya juga sudah sempat bertemu tadi. Agak alay emang bibir gue, sekalinya di kasih ketemu, bisa langsung kangen.

Mendapat ciuman dari gue, mbak Bina gak menolak, dia malah membalas ciuman gue, seraya mengalungkan tangannya di atas bahu gue dengan mesta. Gue kira cuma sampe situ aja, tapi ternyata mbak Bina menjambak rambut belakang gue sebelum mendorong pelan kepala gue hingga bibir gue semakin menyecap lebih dalam bibir miliknya.

Tangan gue juga gak gue biarin untuk nganggur gitu aja hingga gue menggunakannya sebelahnya untuk mendorong tekuknya sedangkan satu lagi bertugas untuk merengkuh pinggang mbak Bina erat. Tiba-tiba aja gue dibuat hampir terpekik ketika bibir bawah gue digigit pelan oleh mbak Bina, hal itu membuat tautan bibir kami berhenti sejenak seraya menatap satu sama lain.

Tatapan mbak Bina sangat berbeda sekarang, tatapan tajam yang berhasil menghunus dada gue sampai membuat organ di dalamnya berdegup kencang dua kali lipat.

Jeda itu gak lama, karena mbak Bina segera merangkum pipi gue sebelum kembali menyatukan bibir kami. Mbak Bina mencium gue jauh lebih hebat, lebih berani, lebih panas, bibirnya bergerak lihai di atas bibir gue seolah ia adalah seorang profesional untuk melakukan ini. Rasanya sangat mabuk dan candu, meski gue nyaris kewalahan untuk mengimbanginya.

Damn. She such a good kisser.

Kami terus mencumbu tanpa menghitung waktu, dan gue bersumpah kalau ciuman kali ini adalah ciuman terhebat dan terlama yang kami punya, bahkan mengalahkan saat kami bercinta terakhir kali.

Sebenarnya itu bukan ciuman panjang tanpa jeda, ya seperti tadi, beberapa kali tautan bibir kami terputus, kami mengambil napas tapi setelah itu melanjutkannya lagi, kami berdua benar-benar dibuat candu dengan ciuman ini sampai akhirnya mbak Bina-lah yang menyudahinya ketika dia mendorong bahu gue pelan.

Bina & Bani (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang