٥ || Al-Askar

3.3K 154 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ✨

"Lebih baik merelakan yang buat lalai, daripada terlena dalam kenikmatan yang membawa petaka. Dan ya, gue percaya Allah udah menyiapkan dia yang bakal buat gue semakin mengingat serta semakin mencintai-Nya."

(Shaqeela Marwa Azalia)

🪐🪐🪐

Amara menggigit bibirnya menahan tangisannya. "Sumpah gue gak ada niat sembunyiin ini, Wa. Tapi—"

"Tapi apa?! Kalo dari awal lo ngomong, gue gak bakal berharap lebih, Ra!"

Amara menunduk dengan air matanya yang mengalir, begitupun dengan Marwa. "Maaf," lirih Amara, tangannya masih setia menahan tangan Marwa.

"Kalo cowok yang lo omongin itu kak Faza, mungkin gue bisa tahan perasaan gue Ra." Marwa mengambil nafasnya dalam-dalam. "Gue gapapa lo sama kak Faza, tapi gue kecewa sama lo karena lo gak bilang dari awal, dan biarin perasaan gue makin besar ke kak Faza."

"Maaf Wa, gue salah," ujar Amara sesenggukan.

Marwa memalingkan wajahnya. "Ra, mending pulang dulu, ya?"

Amara menggeleng cepat. "Gue gak mau pulang sebelum lo maafin gue." Tangannya disatukan. "Maaf Wa, gue salah, kalo lo mau, gue bakal ngomong sama kak Faza, biar dia gak—"

"Gak apa? Gak nikahin lo? Dia cintanya sama lo, bukan gue. Gue gak mau jadi parasit, Ra." Mata Marwa kembali berair. "Gue udah bilang kan tadi, kalo gue gak apa-apa lo sama kak Faza. Gue cuma kecewa sama lo karena lo gak bilang dari awal."

"Maaf," lirih Amara lagi

Keduanya sama-sama terisak.

Beberapa menit sudah mereka lewati dengan tangisan memilukan keduanya. Sampai pada akhirnya Marwa mengangkat pandangannya, dan menatap sahabatnya itu. "Ra... udah jangan nangis lagi, mata lo udah merah."

Amara balik menatap Marwa. "Mata lo juga merah," ujarnya balik.

Keduanya saling pandang beberapa detik, sampai keduanya pun terkekeh sendiri. Aneh, namun begitulah mereka berdua.

Mata Amara menatap Marwa sendu. "Maafin gue ya, Wa."

Marwa menatap Amara lekat, lalu menggeleng, dan itu berhasil membuat Amara kembali ingin menangis. "Cie cengeng!" ejek Marwa menyebalkan, membuat Amara memukul Marwa brutal, setelahnya memeluk Marwa erat, dan kembali menangis.

"Nyebelin banget asli," ucap Amara terendam.

Marwa terkekeh geli. "Udahan nangisnya, muka lo udah kayak orang utan noh."

Tak tahan dengan tingkah sahabatnya itu, Marwa pun memegang kedua pundak Amara. "Udah Ra, gue udah maafin lo. Lagian lo duluan yang main sembunyi-sembunyi gitu."

"Lo serius gapapa Wa?"

Marwa menjitak dahi Amara. "Harus gue ulang berapa kali kalo gue relain kak Faza buat lo. Lagian rasa cinta gue ini udah buat gue lalai. Lebih baik merelakan yang buat lalai, daripada terlena dalam kenikmatan yang membawa petaka. Dan ya, gue percaya Allah udah menyiapkan dia yang bakal buat gue semakin mengingat serta semakin mencintai-Nya."

Amara tersenyum tipis. "Makasih ya, Wa. Dan maaf, harusnya gue kasih tau lo dari awal, dan mungkin kejadian ini gak akan terjadi."

"Udah, ini semua alur yang Allah ciptain, kita cukup nikmati dan ambil hikmahnya aja, oke? Dan ya, lain kali kalo ada apa-apa lagi, jangan pernah sembunyiin dari gue, gue ini sahabat lo."

Muallaq (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang