١٤ || Sah

3.1K 137 2
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ✨

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."

(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)

🪐🪐🪐

Semua orang sudah berkumpul di dalam masjid. Setelah khutbah dan dzikir yang setelahnya doa, kini saatnya ijab qobul dilaksanakan. Tangan Safar sudah menjabat tangan Rizwan, siap dengan pembacaan ijab qobul.

"Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Shaqeela Marwa Azalia alal mahri  bi'adawatish sholah wa khomsu miah dirham, haalan!" Ucapan tegas Rizwan terdengar dengan menghentakkan tangannya sekali.

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq!" jawab Safar tegas.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"SAH!" jawab semua orang serentak, terutama ketiga orang yang sudah berdiri menggunakan toa yang ada di tangan Jaka.

Detik itu juga Arsy berguncang hebat, dan malaikat pun menjadi saksi bahwa tanggung jawab Safar bertambah. Air mata Safar meluruh, kini Marwa tanggung jawabnya, semua yang gadis itu lakukan, dosa maupun pahala yang gadis itu dapatkan akan menjadi tanggung jawabnya tepat di hari ini. Semua kecemasan yang semula bertumpuk di dadanya hilang entah kemana, pikirannya pun tertuju kepada senyuman manis gadis yang kini sudah menjadi istrinya itu.

Doa pun dibacakan setelahnya, dengan khusyuk pula semuanya menengadahkan tangan memohon ampun atas segala kekhilafan, meminta kebaikan untuk diri sendiri serta untuk kedua mempelai.

"Ya Allah, hamba berserah kepadamu. Bertambah pula tanggung jawab hamba, tuntun hamba agar pernikahan ini bisa membawa hamba dan istri hamba menggapai jannah mu bersama kelak, Aamiin." bisik Safar dengan tangan yang mengusap wajahnya, dan menyentuh dada kiri nya yang kini berdetak dua kali lebih cepat daripada biasanya.

"Gus, mari saya antar ke tempat pengantin perempuannya," ujar salah satu santri.

Fahmi menjauhkan badan adiknya dari santri itu. "Biar saya aja, saya abangnya," ujar nya, dengan lagak songong nya.

"Nanti beliin abang martabak ya, imbalan udah nganterin kamu," bisik Fahmi di telinga Safar, membuat Safar menghela nafas.

Tak lama kemudian kedua sahabat Safar itu pun turut ikut untuk mengantar Safar ke tempat Marwa berada. Namun di pertengahan jalan menuju Ndalem mereka berhenti kala melihat Atifa yang menangis di pelukan Heni, juga Amara yang kini mondar-mandir dengan tangannya yang memegang ponsel nya gelisah.

"Assalamu'alaikum, afwan ada apa?" tanya Safar

Atifa berdiri ketika melihat menantunya yang kini berdiri menatapnya. "Gus, Marwa belum datang. T-tadi," Atifa tidak sanggup melanjutkan perkataannya, membuat Heni kembali memeluk wanita paruh baya itu.

Muallaq (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang