١٣ || Rahasia

2.6K 122 3
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."

(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12)

🪐🪐🪐

Atifa kini sedang berada dikamar Marwa. Menyadari anaknya sedari tadi murung, dia pun berinisiatif untuk memberikan gadis itu nasehat kecil yang mampu membuat senyum cerah di bibir anaknya kembali terbit.

"Jadi, Gus Safar kayak gitu cuma jaga jarak agar tidak ada fitnah diantara kalian berdua. Apalagi status kalian masih dalam tahap mau menikah, belum menikah kan, artinya kalian masih bukan mahram. Jadi, kamu gak boleh suudzon terhadap beliau seperti itu lagi."

Marwa mengangguk paham, lalu tersenyum manis. "Makasih ya Bun nasehatnya, hati Marwa jadi lega dengernya."

"Iya sama-sama," Atifa mengelus rambut Marwa yang tertutup oleh Khimar panjangnya. "Yaudah gih kamu bersih-bersih terus tidur, besok jangan sampek kesiangan subuh nya."

"Siap!" Marwa memperagakan orang yang sedang hormat membuat Atifa terkekeh.

"Ini Moza kenapa kamu bawa ke kamar?"

"Marwa mau tidur sama Moza Bun."

Atifa mengangguk lalu segera menyambangi pintu. "Langsung tidur," peringatnya sekali lagi.

Marwa nyengir dengan memperlihatkan jempolnya. Perlahan pintu tertutup, pada saat itu pula wajah Marwa berubah 180 derajat.

Cengiran nya yang menggemaskan tergantikan dengan wajah datarnya yang belum dia perlihatkan pada siapa pun. Marwa mengambil ponselnya dan mengecek lagi nomor tidak dikenal yang mengancam dirinya tadi.

Tangannya mengambil sebuah benda dari laci meja dan segera beranjak dari tempat tidurnya. Marwa menatap rak buku itu lekat dan setelahnya menarik satu buku yang ternyata diujung nya ada satu tombol yang ditekan oleh Marwa saat itu juga. Rak buku itu bergeser ke kanan dan ke kiri menampilkan ruangan gelap didalamnya.

Marwa berjongkok dan mengelus bulu Moza. "Seperti biasa ya." Kucing itu mengeong seperti mengerti ucapan Marwa. Marwa meletakkan sebuah kalung liontin pada kucing itu dan juga meletakkan earphone di telinganya sendiri.

Marwa pun melangkah masuk kedalam ruangan dibalik rak buku tadi, meninggalkan Moza yang kini sudah duduk tegak seakan melaksanakan tugas yang Marwa perintahkan.

Perlahan rak buku itu kembali tertutup.

Ruangan itu tidak ada seorang pun yang tau, hanya Marwa dan satu orang lagi yang tau ruangan ini, karena orang itu sendiri yang menghadiahkan Marwa ruangan ini ketika Marwa menginjak umur 11 tahun. Bahkan orang itu juga yang mengajari Marwa IT.

Bukan hanya ruangan ini, namun orang itu juga menghadiahkan Moza yang ternyata sudah dilatih terlebih dahulu. Bahkan yang orang tau, Moza hanyalah kucing hitam biasa. Namun bagi Marwa sendiri, Moza adalah kucing yang bisa dia andalkan agar tidak ketahuan oleh orang rumah maupun orang luar.

Muallaq (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang