١٧ || Baikan

2.6K 108 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ✨

“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istri-istri kalian.”

(HR. Ath Tirmidzi)

🪐🪐🪐

Setelah makan bersama tadi, Marwa pun kini diperkenalkan kepada seluk-beluk pesantren Al-Habsy yang di pandu oleh Lika. Namun bukannya memperkenalkan tempat-tempat apa yang mereka lewati, Lika malah hanya diam saja. Dan sudah beberapa menit mereka berkeliling tanpa Marwa tau tempat apa saja yang dia lewati tadi.

Ingin membuka pembicaraan namun dia gengsi, apalagi dia masih marah pada gadis ini.

Tidak nyaman dengan keheningan yang tercipta, akhirnya Lika memilih untuk menepi yang diikuti oleh Marwa. Bukannya duduk, Lika malah menangkup kedua tangannya di depan dada membuat Marwa menatap nya dengan skeptis.

"Kenapa?" tanya Marwa

"Ning, saya minta maaf akan kejadian yang sudah terjadi. Saya benar-benar nggak tau kalo waktu itu Ning putrinya Ustadz Rizwan." Kepala Lika semakin menunduk. "Maaf Ning, saya minta maaf."

Marwa terdiam beberapa detik. "Kalo lo minta maaf cuma karena gue istrinya Mas Safar gue gak bisa terima," ujar Marwa.

Lika menggeleng. "Saya sungguh meminta maaf tulus dari hati saya, saya cuma ingin mendapatkan ketenangan Ning. Hati saya gak tenang selama beberapa hari terakhir, bahkan saya ingin meminta maaf kepada Ning ketika Ning sering kesini beberapa Minggu lalu, tapi saya belum berani."

"Saya malu karena saya sudah menuduh Ning yang tidak-tidak. Bahkan waktu itu saya masih keras kepala sampai meminta maaf pun tidak ikhlas."

Isakan tangis Lika terdengar membuat Marwa terkejut. "E-eh iya iya gue maafin, udah jangan nangis dong."

"Maafin saya Ning," ujar Lika lagi dengan sesenggukan.

Marwa menghela nafas, lalu mengangkat dagu Lika agar mata mereka bertemu. Sungguh, Marwa juga tidak ada dendam kepada gadis ini, hanya saja Marwa kesal tidak lebih. Namun jika Lika sudah bersungguh-sungguh meminta maaf seperti ini, dia akan menjadi manusia jahat jika tidak memaafkannya.

"Iya, saya sudah memaafkan kamu. Lain kali, jika ada yang seperti itu lagi lebih baik kamu tanyakan dulu kepada orang terkait. Jika memang menurut kamu mencurigakan, lebih baik kamu tanya baik-baik orang itu, jangan dengan cara kasar. Siapapun akan marah jika diperlakukan seperti itu, apalagi dia sendiri tidak bersalah."

Lika mengangguk dengan tubuhnya yang semakin bergetar. Sungguh, rasa bersalahnya kini semakin menjadi. Tidak tahan melihat Lika yang seperti itu, Marwa pun merengkuh tubuh gadis itu lembut, dan mengelusnya pelan membuat tangis Lika semakin menjadi.

"Aduh, berabe nih hari pertama jadi Ning udah buat anak orang nangis," ujar Marwa dalam hati.

"Eumm, gimana kalo saya traktir kamu makan? Di depan pesantren ada penjual bakso kan?"

Lika menggeleng pelan. "Nanti yang lain liat, saya yang gak enak nantinya."

"Iya juga ya," Marwa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yaudah kalo gitu saya belikan yang lain juga?!" ujarnya antusias.

Muallaq (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang