٨ || Diterima atau tolak

3K 136 1
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Karena Allah. Saya memilih mu karena Allah."

(Fathian Safar Alfarizi Al-Hasybi)

🪐🪐🪐

"Ayahhh," rengek Marwa. Sedari tadi gadis itu merengek agar tidak bertemu dengan laki-laki yang dikatakan ayah nya itu, tentu saja ayahnya menolaknya dengan tegas.

"Marwa, nurut sama ayah, dia laki-laki baik, sayang."

"Ayah tau darimana kalo dia laki-laki baik?" tanya Marwa dengan wajah cemberut.

"Sudah, mending kamu tunggu aja, dijamin kamu mau."

Marwa mengerang kesal, lalu menghentakkan kakinya ingin pergi, namun ketukan pintu terdengar membuat langkahnya terhenti dan menoleh kepada ayahnya, bunda nya pun turut hadir setelah menyiapkan beberapa makanan dan minuman untuk laki-laki yang melamar Marwa.

Bunda nya tersenyum. "Kamu yang buka sana."

"Nggak mau!" Marwa bersidekap dada.

"Marwa..."

Marwa mendengus kasar, lalu melajukan langkahnya untuk melihat siapa gerangan yang ada di balik pintu itu. Dia harap bukan laki-laki yang ayahnya katakan tadi.

"Assalamu'alaikum!"

Marwa membuka pintu, sembari menjawab salam orang yang bertamu itu. Kepalanya tertunduk. "Set dah, beneran ini yang ngelamar gue kayaknya, akzkakaoz."

"Ustadz Rizwan ada?" Marwa mengangguk saja.

"Masuk aja," balas Marwa.

"Gak mau liat saya dulu?"

"Apaan sih," lirih Marwa.

Terdengar kekehan laki-laki itu, setelahnya kaki jenjangnya masuk kedalam rumah Marwa. Dan ya, Marwa masih senantiasa menunduk dengan tangan yang menggenggam erat tangannya yang lain.

"Asli kenapa gue deg-degan coy! Gue kabur aja kali ya?"

"Marwa!" Marwa ingin menangis ditempat rasanya. Dengan langkah lunglai dia mulai ke tempat dimana laki-laki asing itu berada.

Terlihat wajah Marwa cemberut, lalu kepalanya terangkat, detik berikutnya badannya menegang, dengan matanya yang melotot. "Ngapain lo disini?!"

Safar tersenyum tipis, dengan kepalanya yang masih setia tertunduk. "Bertemu calon istri saya."

"Turunkan nada bicara kamu, Marwa," tegur Rizwan.

Marwa tidak menjawab, lantas kakinya mendekati ayahnya. "Ayah, jangan bilang dia yang ngelamar Marwa?!"

"Emang iya," Bukan Rizwan namun Atifa yang menjawab, dan itu berhasil membuat Marwa ternganga.

"Kok gitu?!" pekik Marwa. Matanya beralih menatap Safar. "Gus nya juga kenapa nurut sama ayah buat nikahin saya?!"

Safar menggeleng. "Saya yang mau sendiri, tidak ada sangkut paut sama Ustadz Rizwan."

"Bohong banget, lagian mana mau Gus nya sama saya."

"Mau, buktinya saya sudah melamar kamu."

Marwa membuang wajahnya, membuat Rizwan menghela nafas. "Gus, Afwan atas kelakuan anak saya, namun kelakuannya memang begini Gus, Gus nya yakin masih mau?"

Muallaq (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang