00. Prolog

2.8K 176 11
                                    

Aroma obat yang begitu menyengat menyapa indera penciumannya. Samar-samar telinganya menangkap gelombang suara yang berdetak secara stabil. Penasaran akan hal itu, ia memutuskan untuk membuka kelopak matanya.

Perlahan, sinar terang menjadi pandangannya. Saat ini, dirinya dibuat bingung akan kehadirannya yang ditemani sosok wanita yang tengah menelungkupkan wajahnya di tangan.

Berat, itulah yang ia rasakan saat sosok wanita itu tampak tertidur pulas sembari menggenggam jemarinya.

"Enghh..."

Lenguhan pelan keluar dari bibir pucatnya bersamaan dengan ia yang berusaha menarik lengannya.

Merasa adanya pergerakan, wanita paruh baya itu tersentak begitu netranya menangkap sosok putrinya yang telah membuka mata setelah tiga bulan lamanya.

"J-jennie?" panggilnya dengan bibir kelewat bergetar.

Tangannya berusaha membelai wajah kesayangannya itu. Namun, tiba-tiba saja ia tertahan saat putri semata wayangnya dengan cepat melengos. Enggan disentuh.

"Kau siapa? Berani-beraninya ingin menyentuhku," ucapnya pelan namun terasa menusuk bagi wanita paruh baya tersebut.

"Nak? Apa maksudmu sayang? Ini eomma."

"Eomma?"

Nyonya Kim mengangguk. Berharap sang putri segera mengenalinya.

Sungguh ia tak mengerti, bagaimana bisa putri cantiknya ini merespon seperti itu.

Wajah cantik itu seketika tertekuk, meringis kesakitan saat kepalanya berdenyut nyeri.

"Akhh!"

"Astaga!" Nyonya Kim dibuat panik, begitu putrinya yang baru siuman merintih kesakitan sembari memegangi kepalanya.

Dengan cepat, dirinya bergerak mencari tombol guna meminta bantuan dokter.

"Sayang, kumohon bertahanlah..."

Tak lama setelah itu, dokter beserta dua orang perawat datang dengan tergesa-gesa.

"Nyonya, mohon maaf. Bisakah anda keluar terlebih dahulu?" pinta sang dokter ketika bersiap menangani pasiennya.

Dengan berat hati, Nyonya Kim menuju keluar. Memantau putrinya  dari kaca pintu sembari menggigit bibir bawahnya khawatir. Tanpa sadar pelupuknya kini telah basah, membendung air matanya.

"Kumohon Tuhan, bantulah putriku. Jangan biarkan dia sakit lagi," doanya.

...

Sementara itu di pelatihan militer, seorang pria dengan mata tajamnya bersiap mengarahkan senapan kearah target.

Siap dalam hitungan ketiga, jemari lentiknya berhasil menarik pelatuk sehingga detik berikutnya bunyi peluru yang melesat dapat terdengar jelas.

"Yakk, Kim Taehyung! Apa yang kau lakukan? Bagaimana bisa kau meleset lagi?" suara Sersan Lee menginterupsinya.

Pria berotot dengan kulit sawo matang itu menatap tegas pada salah satu anggota grupnya.

"Jangan karena alasan kau adalah idol yang mendunia, kau meremehkan  ujian ini."

Taehyung mendengus mendengar penuturan sang senior.

Tanpa sepatah kata, ia kembali mengangkat senapan. Bersiap untuk menembak sebuah apel yang digantung di sana.

Dengan tekad bulat, timah panas itu berhasil melubangi apel tersebut.

Yappss...

Akhirnya setelah percobaan kesekian kalinya, ia berhasil menembak target. Tersisa hanya dirinya seorang lah yang berada di lapangan tembak.

Anggota lain sudah terlebih dahulu istirahat setelah menyelesaikan ujian menembak tadi. Ah salahkan saja dirinya yang tidak bisa fokus akibat pikirannya yang terlalu berisik.

Sebuah rindu yang ia simpan di lubuk hatinya sedang bergejolak hebat. Bayang-bayang akan dirinya yang menemani sang kekasih, ah ralat. Maksudnya mantan kekasih, itu sukses terlintas di otaknya. Alhasil  ia tak bisa fokus dalam menyelesaikan ujian.

"Kau boleh istirahat, tapi waktumu hanya 10 menit dari sekarang," titah sang senior membuat pria bermarga Kim itu bergegas setelah memberi hormat.

Baru saja hendak menuju loker miliknya, ia harus menoleh saat seseorang memanggilnya.

"Kim Taehyung, ada telepon untukmu," terang sang petugas.

Mendengar hal itu, niat awal Taehyung untuk istirahat menjadi tertahan. Pria itu memutuskan untuk mengekori sang petugas dimana akan menuntunnya pada sumber telepon.

"Siapa?" tanya Taehyung sebelum benar-benar mengambil alih gagang telepon.

Sang petugas hanya mengangkat bahunya, pertanda tak tahu siapa yang menghubungi.

Penasaran, Taehyung pun segera mengangkat gagang telepon dan detik itu juga alisnya mengernyit ketika suara yang tak asing lagi itu terdengar  terisak di seberang sana.

"Eommanim?" Panggilnya.

"Eommanim ada apa?" tanyanya.

Guratan halus itu tampak menghiasi wajahnya yang mulai khawatir.

"Jennie nak—"

Taehyung mengerutkan dahinya. Pikirannya semakin melayang saat ibu dari mantan kekasihnya itu terdengar tak sanggup untuk bercerita.

"Jennie kenapa eomma?"

"Dia hilang ingatan."

TBC


Halo!

Welcome di cerita baru aku.

Sebelumnya aku mau ngucapin terimakasih atas kesediaan kalian untuk membaca karya baru yang niatnya akan menjadi karya terakhirku.

Cuma setelah dipikir-pikir, sayang juga kalo aku harus berhenti setelah dari tahun 2018 nulis dengan cast kesayangan kita ini🥺

So, berkat semangat dan dukungan yang kalian berikan, aku akan tetap nulis🥰🤍

Sekali lagi aku ucapkan terimakasih atas semuanya. Tanpa dukungan kalian, aku mungkin ga bisa melewati kebimbangan ini.

Jangan lupa vote dan komennya ya!

Thank you❤️


Behind the SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang