Tentang Jiro ; 20

486 49 5
                                    

20 ; Acara Pentas Seni

{Selamat Membaca}
Jangan lupa vote & comment
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Relax Jiro," ujar Tama sembari menepuk punggu Jiro pelan. Hari ini, akhirnya akan menjadi penentuan hasil latihan Jiro selama kurang lebih satu bulan. 

"Jiro!" 

Jiro menoleh saat ada yang berseru memanggil namanya, sesaat Jiro terpesona melihat Dila yang memakai Sweater rajut berwarna coklat dengan rok panjang berwarna hitam. Jangan lupakan rambutnya yang tergerai menambah kesan elegan untuk gadis itu.

"Jiro Pranadya! ngelamun aja kamu, nih," gadis itu menyerahkan buket bunga berisi berbagai camilan kesukaan Jiro yang ia buat kemarin.

"O-oh ... makasih, tumben tampil cantik hari ini," goda Jiro sembari menaik turunkan alisnya.

Dila mendelik tajam, "jadi tiap hari aku ga cantik gitu? heuh! dasar ... lagipula nih ya aku juga mau cari gebetan ah soalnya di sekolah kamu cowok di sekolah kamu lebih ganteng."

Tak

"Dasar!"

Dila terkikik, "rumput tetangga kadang lebih hijau." 

Jiro menggeleng kecil, kemudian ia menyuruh Dila untuk di bangku penonton yang tersedia. Sementara ia menyimpan buket cemilan dari gadis itu. 

Brakk

Jiro berdecak saat tangannya tidak sengaja menyenggol tas miliknya di loker, ia terdiam sejenak saat melihat dua tiket yang sudah sobek. Tiket itu ia berikan kemarin lusa pada kedua orang tuanya, tetapi kemarin malam ia menemukan tiket tersebut di tempat sampah yang akan dibuang bi Lina.

"Den Jiro!"

Jiro menoleh, lalu tersenyum mendapati Bi Lina yang datang dan menghampirinya. "Ya ampun, aden ganteng banget, bibi pangling."

Jiro terkekeh, "bisa aja bibi, oh ya kesini sama pak Heri?" 

Bi Lina menggeleng, "pak Heri harus nganterin nyonya ke Bandara katanya."

"Oh ..." Jiro menatap Bi Lina saat wanita itu mengusap bahunya, ia tersenyum kecil. "Gapapa bi, Jiro udah biasa. Ada bibi aja Jiro udah bahagia banget ... hihi."

Bi Lina menghela napasnya, entah sampai kapan kedua orang tua Jiro bisa sadar betapa berharganya putra mereka. Pikir Bi Lina.

"Yaudah bibi duduk aja di depan ya sama Dila," ucap Jiro sembari menunjuk Dila yang duduk di bangku paling depan.

"Jiro! Kumpul dulu di ruang ganti ya!" seru Harsa. 

Anna menatap jalanan di sekitarnya tanpa minat, hari ini ia diharuskan untuk terbang ke negara Singapura untuk pemotretan. 

"Sudah sampai, bu," ujar pak Heri. Pria itu sedikit heran melihat nyonya-nya yang terlihat lebih lesu dari biasanya.

"Ibu gapapa? Apa perlu saya antar pulang bu?" tawar Pak Heri.

Anna menggeleng, "saya gapapa, pak. Makasih."

Wanita itu turun dari mobil dan masuk ke area bandara. Dan menghampiri Tara yang sudah menunggunya.

"Tugas gue cuman nganter lo doang dan memastikan lo berangkat dengan aman. So, jaga diri lo disana ya ... kabar-kabarin juga keadaan disana," ucap Tara sembari memeluk wanita yang sudah ia anggap sebagai adik itu.

Tentang JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang