Tentang Jiro ; 33

495 62 13
                                    

33 ; "Kalian anggap Jiro apa?"

{Selamat Membaca}
Jangan lupa vote & comment
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ


Jiro yang pulang dengan terburu-buru di rumah sakit justru terjebak di depan halte bus karena hujan tiba-tiba turun. Ia bisa saja menghubungi Pak Heri untuk menjemputnya, tapi sayangnya ia sedang tidak beruntung karena ponselnya lowbatt. 

"Bus kemana sih? Padahal baru jam lima sore," gumamnya dengan kepala yang menoleh ke kanan dan kiri bergantian.

"Lagi cari angkutan umum ya dek?" tanya seorang wanita yang sepertinya salah satu perawat di rumah sakit.

"Iya kak."

"Biasanya jam segini jarang ada yang lewat, coba pesen via online aja," saran perawat tersebut.

"Handphone saya mati," balas Jiro.

"Pakai handphone saya kalau mau, silahkan," perawat itu menyerahkan ponselnya pada Jiro.

"Ah ... i-

"Jiro!" Tangan Jiro terhenti saat ada yang memanggilnya. Ia menoleh dan mendapati Jakson yang menghampirinya.

"Mau pulang bareng? Gue naik mobil di sebrang sana," tawar Jakson.

Jiro menggeleng kaku, "gue udah-

"Ayo ikut aja!" Jakson langsung merangkul bahu Jiro tanpa sepertujuannya.

Sedangkan perawat itu hanya terdiam memperhatikan keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Gue bakal beneran anterin lo, tapi sebelum itu kita main dulu bentar ya," ucap Jakson dengan tersenyum miring.



Jiro turun dari mobil Jakson dan langsung menutup pintunya dengan kencang. Bahkan ia mengabaikan pekikan dari Jakson di dalam mobil. Ia berjalan dengan lunglai ke pekarangan rumah, kondisinya bahkan tidak bisa dibilang baik. Saat gerbang dibuka, Jiro mengabaikan pertanyaan satpam mengenai kondisinya saat ini.

"Bisa berhenti bicarain soal perceraian? Masih ada waktu enam bulan lagi untuk itu!"

"Aku tahu! Tapi kandungan Tiara-

"Itu salah kamu yang tidak sabaran! Aku mengizinkan kalian menikah siri karena kamu yang ingin mempertahankan dia di samping kamu!"

"Intinya, perceraian kita akan di proses tepat saat Jiro berusia 18 tahun!"

Brakk

Kedua orang yang berdebat tadi tersentak saat pintu dibuka dengan kencang.

"Jiro? Apa-apaan kamu?" Anna menatap Jiro terkejut.

"Kenapa kamu pulang dengan pakaian urak-urakan seperti ini? Kamu berkelahi?" cecar Agha.

"Kalian anggap Jiro apa?" Jiro berucap dengan mata yang berkilat tajam pada kedua orang dewasa dihadapannya.

Agha mengerutkan dahinya, "jangan mengalihkan pembicaraan, Jiro!"

"Kalian anggap Jiro apa hah?!" pekik Jiro sembari mengepalkan tangannya.

Plak

Jiro memejamkan matanya saat rasa perih dan panas menjalar di pipi kanannya. Bahkan sudut bibir yang lukanya belum mengering kembali terluka.

"Perceraian disaat usia Jiro delapan belas tahun?"

Jiro terkekeh, ia menatap Agha dan Anna bergantian.

Tentang JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang