Tentang Jiro ; 44

437 73 80
                                    

Teruntuk silent reader ... halo? Berat banget kayanya buat nge klik tanda bintang ya? Suka agak mengsedih liat views sama vote yg jomplang banget, tapi makasih buat yang udah selalu vote dan komen♡

Kalau rame vote dan komen, aku bakal double up😚

{Selamat Membaca}
Jangan lupa vote & comment
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Anna, bisa kita bicara?" tanya Arga, ia menghampiri Anna yang sedang duduk di mini bar dengan secangkir teh di depannya.

Wanita itu menoleh ke arah mertuanya, tidak biasanya Arga mau berbicara padanya. Bahkan selama ia menikah, sangat jarang interaksi mereka terjadi.

"Tentu, kenapa pa?"

Arga duduk di depan Anna, "kamu sudah tahu soal Jiro yang akan tinggal dengan saya bukan?"

Anna mengangguk, "Agha udah cerita soal itu."

"Bagaimana reaksi kamu?"

"Reaksi? Gapapa, kalau memang Jiro yang pengen dan itu hal yang baik buat dia ga masalah. Meski hal itu ngeganggu ke karirnya sebagai model," jelas Anna.

Arga tersenyum kecil, "tidak ada hal lain?"

Anna mengerutkan dahinya dan menggeleng.

Arga menuangkan teh dari teko pada cangkir di sampingnya, "selama beberapa waktu ini, papa selalu memperhatikan kamu, Anna."

Tubuh Anna menegang sebentar, baru kali ini Arga menyebut 'papa' untuk sebutan dirinya sendiri pada Anna. Biasanya mertuanya itu akan menyebutkan kata 'saya' padanya. Entah kenapa, ada perasaan hangat menjalar saat Arga menyebut dirinya 'papa' dan bahkan saat ini nada bicara pria itu terdengar lembut.

"Tatapan mata kamu pada Jiro, jelas tidak bisa membohongi papa. Kamu khawatir pada dia bukan?"

"I-itu..."

Arga terkekeh, "ga ada salahnya kamu khawatir pada dia, Anna. Papa tahu egomu masih tinggi pada anakmu itu. Tapi tidak ada salahnya untuk memperbaiki hubungan yang bahkan belum pernah kamu sentuh."

Anna hanya mendengarkan dengan tangan yang sesekali mengusap cangkir teh hangat di hadapannya.

"Mulai hubungan itu, meski sepertinya untuk kali ini sulit. Melihat sikap Jiro belakangan ini..."

Anna menghela napasnya, ia sendiri masih tidak mengerti tentang perasaannya pada Jiro. Entah itu karena rasa bersalahnya atau memang itu adalah insting keibuannya pada sang putra. Anna sendiri terasa berat untuk mengakui hal itu, rasanya antara ego, rasa bersalah dan malu itu bersatu. Sehingga membuat Anna terus urung akan perasaannya.

Memang sejak mimpi buruk tentang Jiro terus menghantui pikirannya, Anna selalu diselimuti perasaan cemas pada putranya itu. Namun ketika di rumah sakit, sikap dingin Jiro padanya membuat Anna semakin cemas dan merasa bersalah. Meski hal itu wajar Jiro lakukan, mengingat hal yang Anna lakukan memang sangat fatal.

"Jiro itu anak yang baik, dia bukan anak yang pendendam. Sikap dinginnya belakangan ini hanya karena dirinya yang terlalu lelah dengan rasa kecewa yang selalu ia telan sendiri. Tanpa papa jelaskan kamu tahu kenapa, bukan?"

Tentang JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang