Tentang Jiro ; 53

456 66 7
                                    

Aku publish ulang maaf untuk typonya🙇‍♀️

{Selamat Membaca}
Jangan lupa vote & comment
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Jadi, tante alasannya ga?"

Pertanyaan Jiro membuat Tante Gina mengangguk, "penyebab seseorang lupa bukan hanya karena faktor ingatan jangka pendek atau panjang. Tapi juga bisa mempengaruhi tingkat stress atau efek obat tertentu," jelasnya.

"Kenapa kamu tanya soal itu?" kali ini Tante Gina yang bertanya, berharap Jiro mau bercerita sedikit padanya.

Jiro menunduk memainkan bantal di pangkuannya, "belakangan ini Jiro ngerasa Jiro udah ngelupain banyak hal. Jiro ngerasa itu hal penting, tapi seakan otak Jiro menolak memori itu balik lagi. Rasanya kalau Jiro paksain, kepala Jiro seakan dihantam benda keras."

Sebenarnya jika memang itu adalah memori yang buruk, mungkin lebih baik Jiro melupakannya. Namun Jiro tetap penasaran apakah hal itu adalah alasan dari berubahnya sikap Sang Ibu? Bahkan sikap Aghaㅡ ayahnya itu membuat Jiro bingung. Berbeda dengan Anna yang secara terang-terangan mulai menerimanya, Agha masih tetap bersikap dingin tetapi tatapan matanya seakan menunjukkan rasa bersalah pada Jiro.

"Jangan memaksakan hal yang ga seharusnya dipaksakan. Kalau memang otak kamu memilih untuk ngehapus memori itu, biarkan. Jalani hidup kamu seperti biasa dengan normal," ucap Tante Gina.

Jiro menoleh ke arah Tante Gina yang tersenyum menatapnya, seakan meyakinkan Jiro jika semua baik-baik saja.

"Tapi ... Jiro tetep ragu sama sikap mama dan papa. Jiro takut kalau sikap mereka cuman bikin Jiro kembali jatuh ke lubang yang sama dan semakin dalam," Jiro meremat bantal yang ada dipangkuannya. Sesak rasanya jika mengingat bagaimana selama ini perhatian yang mereka berikan harus selalu dibayar sepadan dengan Jiro yang menuruti perintah mereka tanpa penolakan.

Tante Gina mendekap Jiro dengan lembut, "nikmati alurnya, obati lukanya. Kesampingkan rasa ragu kamu perihal sikap orang tua kamu, kalau emang hati kamu menerimanya, cukup jalani semestinya."

"Jiro takut, kalau kali ini Jiro ga bisa menebusㅡ

"Jiro, kasih sayang orang tua ga butuh sebuah penebusan. Ga peduli kamu bisa membalasnya atau ngga, kamu cukup menikmatinya. Ngerti?" Tante Gina mencengkram kedua bahu Jiro dan membuat mereka saling bersitatap.

Jiro mengangguk, "Jiro akan mencoba menerima perhatian yang mereka kasih."

Tante Gina menaikkan bibirnya, "tante tahu kamu selalu bisa memilih yang baik. Kamu ga perlu takut, kalau sampe mereka nyakitin kamu lagi. Tante bakal hadapin mereka langsung."

Jiro terkekeh melihat Tante Gina yang berbicara sembari menepuk dadanya. Sedangkan itu, Dila ikut tersenyum melihat Jiro yang bisa mengeluarkan isi kepalanya.

Waktu terasa berjalan begitu cepat, langit mulai berubah warna menjadi jingga. Setelah sesi mengobrol dengan Tante Gina, sisa waktu lainnya Jiro gunakan untuk bermain game dengan Dila dan sedikit belajar tentunya.

"Yakin gamau dianter? Atau telpon pak Heri aja," ucap Dila. Mengingat hari mulai sore, ia sedikit khawatir dengan Jiro yang bersikeras untuk pulang menaiki bus.

Tentang JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang