Tentang Jiro ; 75

154 32 0
                                    

{Selamat Membaca}
Jangan lupa vote & comment
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Bi Lina yang berniat membangunkan Jiro dibuat terkejut dengan kondisi Jiro yang tidak sadarkan diri dengan darah kering yang membekas di telapak tangannya. 

"Den Jiro! Ya ampun," Bi Lina langsung memangku tubuh Jiro dan menepuk pipinya. "Den bangun den ... bibi mohon." Bi Lina sudah menangis melihat kondisi Jiro yang sudah pucat, bahkan napasnya sudah terasa lemah.

Sirine  Ambulance  yang memekakkan telinga, menandakan bahwa seseorang di dalamnya sedang tidak baik-baik saja. Mobil berwarna putih itu melaju dengan cepat membelah jalanan pagi itu. 

"Den ... bertahan ya, bibi mohon," ujar Bi Lina sembari mengusap tangan Jiro yang dingin. Wanita itu tidak berhentinya menangis dan terus merapalkan doa selama perjalanan.

"Bi ..."

Bi Lina mendongakkan kepalanya menatap Jiro yang menatapnya dengan sayu dan napas yang berat untuk dihembuskan. "Den ... bertahan ya, sebentar lagi sampai di rumah sakit."

Jiro hanya bisa mengangguk lemah, ia menggenggam tangan Bi Lina. "Bi ... te-nang ya."

Bi Lina menggeleng kecil, ia mengusap tangan Jiro. Bagaimana disaat kondisi pemuda itu yang kritis, justru ia yang menyuruh orang untuk tenang. Bi Lina benar-benar tidak habis pikir dengan Jiro.

Sesampainya di rumah sakit, Jiro langsung dibawa dengan brankar ke ruang IGD. Sebelum masuk ruangan, Jiro sempatkan untuk tersenyum kecil pada Bi Lina sebelum matanya kembali terpejam.

Sembari menunggu Jiro yang diperiksa, Bi Lina langsung menghubungi Anna mengenai kondisi Jiro. Lalu ia menghubungi Tara yang bisa menyusul lebih dekat. 

"Bi, gimana Jiro?" tanya Tara yang datang bersama Diane.

"Masih di dalam," jawab Bi Lina. Diane mendudukkan dirinya di samping Bi Lina dan merangkul Bi Lina sambil mengusap bahu wanita tersebut. 

"Bibi tenang aja ya, Jiro anak yang kuat. Kita juga harus kuat untuk berdoa buat Jiro," ucap Diane menenangkan.

Sedangkan Tara berjalan mondar-mandir di depan ruangan IGD.



Beberapa jam sebelumnya...

Jiro meregangkan tubuhnya, lalu meraih botol minum yang ada di nakas. Ia menenggak habis air yang ada di dalam botol tersebut. Helaan napas keluar darinya saat melirik ke arah jam yang disimpan di nakas.

"Baru jam tiga pagi, ternyata," gumam Jiro. Ia turun dari kasurnya dan pergi ke kamar mandi untuk membuang air kecil. 

Jiro menutup mulutnya yang menguap, setelah keluar dari kamar mandi Jiro memilih untuk duduk di kursi meja belajarnya. Ia mencoba membaca beberapa latihan untuk ujian hari ini. Jiro mengucek matanya sambil membuka halaman selanjutnya. 

Namun tak lama, ia mendadak terbatuk dan merasakan sesak di dadanya. Dengan tergesa ia mencari inhaler  miliknya di dalam nakas. 

"Di-mana?" lirihnnya sembari melempar beberapa barang dari dalam laci nakas untuk menemukan inhaler miliknya.

Jiro kembali terbatuk, tetapi kali ini terasa seperti ada dahak yang keluar. Jiro menutup mulutnya sambil terus terbatuk. Saat menemukan inhaler-nya, Jiro langsung menghirup benda itu dan menetralkan napasnya. Tetap bukannya menjadi teratur, napasnya justru terasa semakin berat. 

Jiro menggeleng kecil, saat ia batuk ada darah yang keluar dari mulutnya. "Ngga!" Jiro memukul dadanya dan terus mencoba untuk bernapas dengan normal.

Namun yang Jiro rasakan justru semakin sesak, hingga akhirnya kegelapan merenggut kesadarannya.

Tentang JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang