Creak
Pintu di ujung lorong lantai ke-3 itu terbuka pelan, Natan menatap ke arah Aamon sebelum ia memasuki ruangan tersebut "silahkan" Jawab Aamon yang kemudian membuat Natan malanjutkan langkahnya
"Sama sekali tidak di kunci dan kalian semua benar benar mengucilkan tempat ini?" Tanya Natan
"Ibunda menyuruh siapapun tidak menyentuh atau merusak perabotan disini, ini semua milik papa...Angela yang menjadi pelayan selama 34 tahun itu hanya berani menutupi beberapa furnitur dengan kain putih" Jawab Aamon pelan sembari menyentuh perlahan kasur di dalam ruangan tersebut yang kelihatan buluk karena debu.
Banyak sekali barang barang yang tertutupi dengan kain putih serta debu yang banyak, ruangan itu bisa di bilang pengap sehingga pencarian pertama Natan seusai masuk ke sana adalah ke jendela.
Bahkan korden yang menutupi jendela itu sudah mudah sobek jika di tarik dengan kasar, menandakan benar benar tidak pernah di pegang oleh manusia sama sekali selama bertahun-tahun lamanya.
Aamon berhenti di depan sebuah kotak besar yang di tutupi kain putih yang penuh dengan debu, segera ia tarik kain yang menutupi kotak tersebut.
Seluruh debu yang jatuh dari kain itu membuat Natan memejamkan matanya perlahan
"Ah..." Suara Aamon membuat Natan kini memilih membuka matanya, ia tatap lekat isi box lemari tembus pandang tersebut.
Sebuah jas hitam yang benar benar nampak seperti baju milik seorang Dracula, hitam pekat dengan hiasan ornamen merah darah. Natan bisa membayangkan bagaimana penampakan Aamon kecil yang mengenakan setelan jas ini, membayangkan saja sudah membuat Natan terkekeh pelan.
"Ini kelihatan masih bagus, bahkan tidak ada satupun debu dan serangga di dalam lemari kaca ini...papa benar benar mengabadikannya seniat ini...ia pasti sangat bangga dengan baju ini" Ucap Natan, Aamon mengangguk pelan dengan tangan yang masih sibuk mengusap usap permukaan kaca itu agar debu yang menempel minim disana.
Aamon memilih untuk beranjak dari sana menuju ke sebuah kasur yang juga di tutupi oleh kain putih, ia tarik kain itu perlahan dan kini duduk di atas kasur tersebut sementara Natan masih diam terkagum dengan baju yang tertampang disana.
Lantas Omega itu mencari cari keberadaan Aamon yang hilang secara tiba tiba di sebelahnya, menyadari Alpha itu duduk di pinggiran sebuah kasur membuatnya menghela nafas pelan.
Ia melanjutkan langkahnya untuk menelusuri kamar tersebut "apa benar benar tidak boleh di pakai?" Tanya Natan menatap prihatin kamar tersebut, tatapannya kini teralihkan ke sebuah persegi besar yang menempel megah di tembok dengan kain putih yang menutupi segala sisi persegi tersebut.
"Mau di pakai juga kamar ini terbilang ringkih" Jawab Aamon sebagai jawaban.
Natan mengangguk angguk sembari mengelus pelan permukaan kain dengan debu tersebut, ia meraba raba pelan merasakan sebuah permukaan licin dan datar serta dingin di indra perasannya membuat Natan mengerti apa isi dari kain yang tertutup ini. Itu adalah sebuah bingkai foto yang besar, pikirnya.
Aamon melihat ke arah Natan lalu menatap kembali kasur itu "seusai kematian papa...akulah yang tetap bersikeras untuk meninggali tempat ini, tetapi setiap malam mimpi buruk tentang kejadian yang menimpa papa akan selalu terulang kembali...membuat terpaksa kamar ini di tinggalkan." Jelas Aamon.
"Sorry for hear that... Mon" Tutur Natan pelan.
"Aku tidak merasa keberatan untuk menceritakan hall ini kepada istriku.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is A Case [Amonat]
FanfictionSeorang Forensik yang bertemu dengan Ketua kepolisian. Cinta dan sebuah pekerjaan, dimana kedua hall ini sungguh susah untuk di satukan, Cinta itu kasus. Natan Parker, seorang ahli Forensik yang patah hati karena Alphanya meninggal dalam kasus pem...