45. Dua Gadis

122 16 2
                                    

Air mata gadis itu pecah untuk kesekian kalinya. Dipandangi laki-laki itu dengan hati yang patah. Sudah ia duga, ada sesuatu yang Genta sembunyikan, tetapi mengapa Thera malah membiarkan semua itu terjadi seolah tak ada apa-apa.

Dengan langkah tak pasti, dia mendekati ranjang tempat Genta berada. Sosok yang tubuhnya dililit selang itu hanya bisa tersenyum tipis begitu menyadari siapakah yang hadir. Menggantikan Jenardian yang baru saja keluar, kini Thera masuk untuk menyapa.

Begitu tepat berada di depan si laki-laki, Thera malah tak sanggup berdiri. Dia jatuh ke lantai dengan tangisan tak kunjung berhenti. Genta yang khawatir pun mencoba duduk dan meraih gadis tersebut. Akan tetapi, tubuhnya tak cukup kuat, dia hanya bisa mengulurkan tangan untuk menguatkan.

"Thera, aku gak apa-apa."

"Aku udah bilang, kalau ada apa-apa itu cerita!" Dia berteriak sambil terisak. Kemudian menggeleng, merasa bersalah usai membentak Genta. "Maaf, maaf. Ini salah aku, harusnya aku lebih peka. Maaf, Genta."

Laki-laki yang tubuhnya mengurus itu hanya tersenyum kecil. Lagi dan lagi ia berusaha meraih Thera yang berada di lantai. Meski kesusahan, akhirnya gadis itu mau dibantu untuk berdiri. Walaupun demikian, tangis tak kunjung berhenti, malah makin deras saat dia melihat telapak tangan Genta yang makin mengurus.

"Jangan salahin diri sendiri. Aku nggak mau cerita ke orang lain karena itu pilihanku sendiri, Thera. Ini bukan tentang peka atau nggak peka, ini tentang aku yang nggak mau kasih tahu. Harusnya aku yang minta maaf karena udah bikin khawatir," ungkap Genta.

"Kenapa nggak cerita, Ta? Seenggaknya cerita ke Jeje kalau nggak mau cerita sama aku. Kamu pasti kesakitan tahan semuanya sendiri tanpa dukungan orang lain."

Genta tersenyum. Ingatannya terlempar ke kejadian beberapa bulan lalu, saat dia membongkarkan rahasia besarnya pada seorang gadis. Penyakit tumor yang disembunyikan dari semua orang, malah ia tunjukkan secara tak gamblang pada sesosok gadis yang menyukai dirinya sendiri. Monalisa Yolanda, satu-satunya orang yang Genta beritahu. Akan tetapi, dia yakin, jika si ketua keputrian sekolah pasti tak mengerti akan maksud dari perkataannya kala itu.

"Kamu jangan marah, ya? Sebenernya aku pernah bilang tentang tumor ini ke satu orang, tapi dia perempuan. Maaf ya."

Thera tak bisa berkata-kata. Bukan karena ia marah akibat Genta malah menceritakan hal ini kepada perempuan lain, melainkan karena laki-laki itu malah meminta maaf atas kesalahan yang bukan seharusnya. "Buat apa kamu minta maaf? Harusnya kamu curahkan semua yang kamu rasakan ke dia, jangan malah dipendam sendiri. Memang kenapa kalau kamu cerita ke perempuan lain? Itu cuma cerita, Genta."

Genta memejamkan mata. "Yola. Sebelum aku deket sama kamu, aku pernah cerita tentang ini ke Yola. Sayangnya, aku nggak cerita secara eksplisit, aku cuma kasih kode. Aku nggak mau dia khawatir."

Mendengar nama ketua keputrian sekolah disebutkan, Thera jadi teringat perkataan Yola saat di sekolah tadi. Jadi ini adalah hal yang ia bicarakan dengan Genta. Apakah akhirnya Yola sadar mengenai cerita yang keluar dari mulut Genta? Jika iya, tak bisa Thera bayangkan betapa terbebaninya Yola saat  ini.

"Yola?" Genta mengangguk. "Aku yakin seratus persen, dia pasti mau dengerin semua cerita kamu. Kalau aja saat itu kamu terang-terangan cerita ke Yola, kamu nggak akan pernah sendirian kayak gini, Ta."

"Seharusnya aku cerita ke orang lain, ya?" Genta mempertanyakan diri sendiri.

Demi apapun Thera tak mau menambah beban Genta di saat seperti ini. Dia hanya ingin memberi semangat, tetapi mengapa ia tak bisa menjaga mulut sendiri? Rasanya Thera seperti penjahat di sini. Dia pun menggeleng tak berdaya sambil berkata, "pasti kamu punya alasan. Aku nggak seharusnya menyalahkan kamu. Maaf banget karena udah egois. Tapi tolong banget, kamu harus bertahan, Ta. Kalau bukan buat aku, seenggaknya buat mami yang selama ini udah rawat kamu dari bayi sampai sebesar ini. Tolong jangan tinggalin mami. Mami sayang banget sama kamu."

Hundred MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang