"Gerald, udah makan belum?!"
"Jangan lari-larian!"
"Ya Tuhan, anak ini susah banget kalau dikasih tau maminya."
"Gerald!"
Ayudya hanya bisa tertawa sambil garuk-garuk kepala melihat tingkah konyol keluarga laki-laki ini. Seperti yang banyak orang ketahui, Genta itu sosok yang sangat pendiam sama seperti papinya. Namun, berbanding terbalik dengan maminya yang cerewet bukan main. Sering kali Ayudya bermain ke rumah Genta, teriakan demi teriakan sang mami selalu menghiasi rumah sunyi ini. Sangat lucu.
"Aduh ... maaf ya, Yu, Tante teriak-teriak mulu. Gerald tuh kalau dikasih tau sering gak didengerin." Wanita dengan gaya yang sangat necis tersebut mendatangi Ayudya yang berdiri di dekat meja makan.
"Nggak apa-apa, Te. Gerald kalau di sekolah juga suka ngeyel kalau dibilangin." Entah kenapa panggilan Ayudya pada Genta otomatis berubah menjadi Gerald saat berada di rumah laki-laki itu. Menyesuaikan bagaimana cara orang tua memanggilnya.
"Eh, bentar ya, Yu, Tante tinggal dulu. Mau ngomong ke Gerald sebentar. Kamu kalau mau apa-apa, tinggal ambil aja nggak usah sungkan. Asal nggak ambil surat rumah ya." Mami Gerald sempat bercanda sebelum akhirnya segera berjalan menuju kamar sang putra.
Ayudya hanya bisa tertawa-tawa kecil. Mami Gerald memang terkenal suka bercanda. Oleh sebab itu, ia cukup dekat dengan wanita ini. Jika boleh sedikit memaksa, Ayudya mau saja kok jika harus jadi menantunya.
Gadis berponi tersebut duduk di kursi meja makan sembari menunggu kedatangan Genta. Seperti apa kata Genta tadi, ia memiliki urusan yang mengharuskan pulang ke rumah sejenak, setelah itu barulah mengantar Ayudya.
Beberapa saat kemudian, turunlah Genta dari lantai atas diikuti oleh sang ibu dari belakang. Wanita berdaster merah cabe tersebut terlihat memarahi sang anak sembari uring-uringan karena ocehannya tak didengar.
"Gerald, kamu udah makan atau belum? Jangan sampai telat makan, Ge! Kesehatanmu itu nomor satu. Mami nggak mau kamu sampai sakit. Sudah minum obatnya belum?"
"Mami!" Remaja itu membentak marah. Baru kali ini Ayudya melihat Genta berteriak, apalagi pada ibunya sendiri. Ini tak biasa, dia sangat terkejut.
Wanita itu langsung diam saat mendengar bentakan anaknya. Diraih wajah sang putra sambil mengelus rambut hitam itu secara perlahan. "Ge, kamu istirahat, ya? Apa nggak sakit?" Kini kelembutan berganti menguar dari mami Genta. Sikap cerewetnya menghilang entah kemana.
Dari bawah sini, Ayudya melihat Genta mengatakan sesuatu pada si ibu, tetapi dia tak dapat mendengarnya karena laki-laki itu sengaja berbicara dengan suara yang sangat pelan. Setelahnya Genta kembali berbicara, tetapi dengan suara yang cukup keras, "maaf karena udah bentak Mami." Kemudian dia berusaha melepaskan elusan, lalu segera berjalan pergi meninggalkan wanita tersebut.
Namun, mami Genta tampak tak menyerah. Ia kembali mengejar sang putra yang berusaha pergi meninggalkannya. "Gerald, istirahat, Nak. Mami nggak mau kehilangan kamu, cuma kamu satu-satunya anak yang Mami punya." Suara wanita itu terdengar bergetar, berbanding terbalik dengan candaan yang dilontarkan tadi.
Genta tak menghiraukan ucapan ibunya. Ia menarik tangan Ayudya untuk segera pergi dari dalam rumah, seakan ada rahasia yang sedang disembunyikan dan ia tak mau gadis itu sampai tahu. Melihat hal ini Ayudya merasa sangat bersalah.
Ketika pintu utama tinggal beberapa langkah lagi, tangan kanan Ayudya serasa dicekal oleh seseorang. Mami Genta menahan kepergiannya dengan berkata, "Ayu, tolong nasehatin Gerald. Suruh dia istirahat teratur dan minum obatnya. Tante nggak mau Gerald pergi."
Demi apapun Ayudya tak mengerti apa maksud dari perkataan mami Genta, sebab ketika hendak bertanya langsung pada sosok tersebut, Genta langsung menariknya pergi tanpa sempat ia berpamitan pada ibu laki-laki itu. Apa yang sebenarnya terjadi pada Phantera Gerald?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hundred Miles
Teen FictionCinta, persahabatan, kebencian, dan kematian menempuhkan manusia dalam satu sentimeter, dua inci, tiga meter, empat kilometer, hingga seratus mil dalam tiap langkah kecilnya.