31. Gosip Lelaki

165 23 0
                                    

"Bjir, lo seriusan pacaran sama Melody, Je?!" Sergio berteriak kencang memenuhi ruang utama Batamulia. Sosok yang sedang memegang kaleng soda itu terheran-heran mendengar kisah cinta mulus sang adik kelas.

"Stop bjar bjir, anjir? Gue muak banget dengernya! Kayen di rumah juga bjir bjir mulu." Harsa yang sedang fokus pada laptop pun menyahuti. Ia kesal mendengar orang mengatakan kata itu, sangat menyebalkan, bahkan istrinya sendiri.

"Gue bilangin bini lo ya, Bang." Arsena mengancam. Tingkah lakunya yang sangat wajar.

"Bilangin deh kalau bisa. Capek telinga gue denger dia bilang begitu mulu."

Jenardian yang menjadi topik utama pun tertawa kencang. "Kak Yen kalem-kalem gitu ternyata rada sableng juga ya ...," tanggapnya. "Pengen deh liat Melody bjir bjir juga." Dia malah melantur.

"Ngomong apa sih lo, babi?!" Genta yang tiduran di pojok ruangan menyinyiri sang kawan sebangku.

Tidak ada kepentingan apapun pada hari ini, tidak ada pula pekerjaan yang harus dikerjakan, anggota Batavia hanya ingin berkumpul dan menginap di Batamulia untuk merayakan kesembuhan Jeje setelah hampir seminggu tidak masuk sekolah pada malam minggu ini.

Begitu pun kejadian penangkapan begal yang sudah lewat seminggu lalu. Penyelidikan masih dilakukan untuk mencari dalang dibalik pelecehan seksual yang menargetkan murid-murid SMA. Entah murni untuk kepuasan pribadi dan uang atau ada orang lain di belakangnya.

"Jadi gimana, Je? Lo beneran pacaran sama Melody? Melody tuh yang pake batik ungu sewaktu nikahannya bang Harsa, 'kan?" Bryan si sobat karib Sergio ikut menyahuti.

"Yoi, Bro," balas Jeje membenarkan. "Tapi gue gak pacaran sama dia sih, cuma temenan aja." Dia melanjutkan.

"Emang selama ini gak temenan?" Juju ikut-ikutan menyahut dari belakang sana.

"Kalau sekarang poinnya HTS. Gak masalah tanpa status, yang penting punya hubungan, eak!" Si ketua Batavia itu malah heboh sendiri atas kalimat yang ia ucapkan.

"Orgil." Jeje malah ketawa-ketiwi dikatai seperti itu.

"Bry katanya lagi deket sama cewek." Sergio memulai topik. Laki-laki super cerewet itu suka sekali memulai pembicaraan di tongkrongan.

"Hari ini temanya tentang cinta-cinta gitu, ya? Gak jadi cerita nabi-nabi?" tanggap Arsena menjawab topik yang Sergio lemparkan.

"Cerita nabi nanti malem, sekarang masih enam tujuh. Ngomongin cinta dulu biar hidup kelihatan normal."

Saat perbincangan hendak dimulai, sosok bertopi hitam—Haikal—datang bersama seorang bocah laki-laki berusia sekitar empat tahunan dalam gendongannya. "Malam, Masbro," sapanya dengan riang pada semua orang. Tak lupa ia melakukan tos tangan ala lelaki.

Bocah tadi langsung turun dari gendongan Haikal dan berlari mendekat ke arah sekumpulan orang di ruangan tersebut. "Halo om-om semua!" sapanya dengan riang pula.

"Bjir, bawa si bocil ke sini. Mana emaknya?" Sergio membuka tangan lebar membiarkan anak kecil yang tadi datang bersama Haikal itu masuk dalam pelukan besarnya. "Hai, Elang! Gak kangen sama Om Gio?" sambutnya pada bocah yang ia sebut dengan nama Elang.

"Bukan Elang, Om Gio, tapi Elang! Kayak baca kata ember." Dia membenarkan namanya.

"Wih ... udah bisa baca kamu, Lang?" Harsa menanggapi keponakan Haikal.

"Emaknya lagi ada urusan di HITG, gue ajak ke sini deh," jawab Haikal pada pertanyaan Sergio sambil menunjuk si bocah bernama Elang.

"Kan bentar lagi gas-gas, Bro." Farros yang turut hadir pun berkata sesuatu sambil memeragakan dirinya sedang menarik gas sepeda motor, pertanda bahwa sebentar lagi mereka akan melakukan kegiatan berkendara di malam hari.

Hundred MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang