Saat sedang berada dalam lamunan yang diselimuti tawa sekitar, tiba-tiba jendela mobil di sebelah Kayena diketuk keras oleh seorang pengendara motor berjaket hitam. Gitaya langsung tersadar, sedangkan lima perempuan tadi sontak terdiam begitu melihat ada seseorang yang mengetuk jendela mobil mereka.
"Siapa, Kak?" tanya Kala dari belakang.
"Gak tau juga, Kal. Aku gas aja ya mobilnya, takut." Diangguki usulan tersebut.
Namun, motor tersebut tetap melaju menyamakan ritme kecepatan mobil. Beberapa kali si pengendara mengetuk jendela lagi, tepat di samping bangku Kayena. Semua orang makin takut, bahkan Gita pun demikian. Mereka takut bila itu adalah orang jahat yang berniat merampok. Jalanan sedang sepi karena hujan, akan meminta tolong pada siapa jika seperti ini keadaannya?
Terus Kayena mempercepat laju mobil, tetapi pengendara motor tersebut tetap mengetuk jendela. Sekilas ia melirik ke arah samping, pengendara membuka kaca helm yang dipakai, alhasil mukanya terlihat cukup jelas meskipun hari sudah malam. Wajah yang sangat familiar sampai Kayena baru menyadari bila yang mengetuk-ketuk kaca mobil sejak tadi adalah suaminya sendiri.
...
Rencana Batavia malam minggu ini adalah melakukan night ride bersama sembari menikmati segelas STMJ langganan, lalu tidur di Batamulia sambil membicarakan hal-hal konyol tak penting. Tidak ada peristiwa khusus, hanya merayakan kesembuhan ketua mereka—Jenardian—serta bersantai usai berbulan-bulan bekerja keras untuk menangkap si begal payudara.
Namun, baru 15 menit berkendara, hujan deras turun membasahi tanah yang mana merusak sebagian besar rencana yang telah disiapkan. Terpaksa mereka harus kembali ke Batamulia lebih awal sambil diguyuri air langit akibat tak membawa jas hujan.
Aroma tanah yang basah mengiringi puluhan motor tersebut. Jalanan kota dibelah tanpa membuat keributan yang merusak, murni ingin menghabiskan waktu bersama yang sialnya hujan mengagalkan rencana. Cukup sepi pada malam ini akibat si hujan, meski begitu tetap ada beberapa lalu lalang kendaraan yang melintas. Seperti mobil berwarna putih di hadapan mereka. Sergio yang berada di barisan depan menyadari bila kendaraan tersebut terlihat tak asing, mulai dari warna hingga plat nomor. Bukan lagi menebak, dia yakin seratus persen bila mobil tersebut adalah milik kekasihnya, Ghea.
Seperti apa yang tadi dikatakan Genta, diketahui bila perempuan yang menjadi pacarnya itu sedang berjalan-jalan bersama dengan Kala si sepupu dan juga istri dari Harsa, yakni Kayena. Sekarang hampir pukul sepuluh malam, tetapi ternyata mereka masih berada di luar. Cukup bahaya, mengingat jalanan sedang sepi karena hujan.
Dengan inisiatif, Sergio memberitahukan hal ini pada Harsa yang berkendara di sebelahnya. "Bang, itu mobilnya Ghea," kata Sergio, "udah mau jam sepuluh nih, tapi mereka belum pulang. Mungkin kak Yen juga masih ada di mobil juga. Kasih tau mereka dong supaya cepet pulang, bahaya soalnya udah malam."
"Mobilnya Ghea?" Harsa menyahuti dari balik helm.
"Iya."
"Yakin gak salah mobil?"
"Cek aja sendiri."
Usai itu, Harsa menambah laju motornya supaya dapat menyamakan kecepatan mobil. Dia menyalip dari sisi kanan tempat si pengemudi berada. Untung kaca mobil bukanlah jenis kaca gelap yang tak dapat melihat penumpang dari luar, alhasil Harsa pun dapat melihat orang yang berada di dalam sana dengan jelas. Benar saja, dia melihat sang istri tengah mengemudikan mobil tersebut sembari tertawa bersama beberapa orang lainnya.
Tak ingin mereka berada dalam bahaya karena hari sudah malam, Harsa pun mengetuk-ketuk kaca mobil, guna meminta Kayena menghentikan kendaraan tersebut. Namun, bukannya berhenti, kecepatan malah ditambah hingga Harsa hampir kehilangan keseimbangan. Mengapa malah dipercepat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hundred Miles
Ficção AdolescenteCinta, persahabatan, kebencian, dan kematian menempuhkan manusia dalam satu sentimeter, dua inci, tiga meter, empat kilometer, hingga seratus mil dalam tiap langkah kecilnya.