Satu hal yang Yovan selalu ingat tentang hidupnya, dia tak pernah memiliki pacar ataupun ditaksir oleh seorang gadis. Terkesan sangat memilukan dan tak laku, tapi dia menikmati hidup yang biasa-biasa saja ini.
Hanya saja dia cukup heran mengapa tidak ada gadis yang menyukainya sebagaimana para gadis menyukai Genta. Yovan tidak iri, serius, bahkan ia tak mau mengalmi nasib sama seperti kawannya yang dikejar-kejar oleh para gadis. Yovan hanya penasaran. Bukannya sombong, tetapi dia merasa tak jelek-jelek amat, ia pun berasal dari keluarga bermartabat tinggi. Apakah betul tidak ada satu pun gadis yang menyukainya?
"Genta parah banget nggak sih sakitnya? Gak biasanya loh dia sampai pingsan kayak gini," ujar Bima kala mereka sedang berada di kantin. Beberapa menit yang lalu, kawannya si Phantera diantar pulang oleh gadis nomor satu di sekolah alias Monalisa Yolanda. Hubungan antara dua orang tersebut diketahui oleh semua orang di sekolah, bahkan pak satpam demikian. Tau seperti apa hubungan mereka? Hubungan mereka adalah tidak ada hubungan, sesimpel itu.
"Namanya juga orang sakit, gak bisa diprediksi." Arsena yang sedang melahap bakso menjawab sosok di hadapannya.
Selepas pelajaran olahraga adalah PKN, tetapi guru yang mengajar sedang tidak masuk dikarenakan anaknya sedang sakit, oleh sebab itu, lima remaja tersebut memilih untuk mengisi perut dengan makanan kantin.
"Cuma gak biasanya aja, Sen .... Lagian cowok segede Genta masa bisa pingsan cuma gara-gara sakit kepala?"
"Oy, Bim." Juju memanggil. "Kalau gue pukul kepala lo pake kursi, lo pingsan gak? Padahal badan lo juga gede tuh." Dia memberi perbandingan yang sebenarnya tidak setara.
"Ya elah si Juju .... Jaka sembung bawa golok, Ju!" Punchline pantun andalan semua orang keluar dari mulut si Bima. Serius, perbandingannya jelas berbeda bukan?
Si ketua yang duduk di bangku paling pojok hanya menatapi kawan-kawannya yang sibuk bertengkar. Senjata pamungkas andalannya, yakni mangkok bakso bergambar ayam jago belum dikeluarkan. Jelas kawan Jeje ogah untuk diam, perdebatan terus berlanjut.
"Lo yang goblok!" Juju mengumpat.
"Gue tendang bokong lo, bisa-bisa lo terbang ke Hongkong!"
"Tahu dari mana?"
"Sumedang."
Perdebatan itu berlanjut dengan tidak nyambung. Mulanya membahas apa, menjadi lanjut kemana. Yovan hanya bisa geleng-geleng kepala sambil menutupi telinganya. Sebentar lagi gamelan sakti Jeje akan dibunyikan, dia tak mau gendang telinganya yang imut rusak akibat mangkok bergambar ayam jago.
Jenardian berdiri dari kursi sembari mengangkat senjata andalannya, ia mendekatkan benda tersebut ke kawannya yang sedang sibuk berdebat. Sendok aluminium di meja makan tak luput diambil, lalu ia mengadu benda tersebut dengan mangkok ayam jago.
Ting ting ting ting.
Suara nyaring akibat benturan sendok dan mangkok tercipta dengan keras. Untung saja Yovan menutup telinga lebih dahulu, jika tidak nasibnya sama seperti Juju, Bima, dan Arsena. Telinga mereka berdengung sakit karena perbuatan Jeje. Jenardian betul-betul kurang ajar, ingin sekali mereka menggantung laki-laki itu di tiang bendera sambil menyalakan lagu Celestial selama dua jam penuh. Pasti ia akan meminta ampun.
"TERUSIN DEBATNYA, JANGAN KALAH SAMA CAPRES! TERUS, TERUS, TERUS!" teriak Jeje sambil terus memukul mangkok ayam jago.
"Diem lo anjir!" Arsena meraih benda bulat tersebut, memeluknya secara erat agar Jeje tak merebut kembali senjata andalannya. Bila sampai terjadi, mungkin besok Arsena dan yang lain akan mengalami tuli di usia muda.
"Makanya jangan berantem mulu!" Dia mirip seperti ibu yang menasehati anak-anaknya yang tengah bertengkar.
"Gue cuma tanya anjir, si Juju yang sewot." Bima menyalahkan Junario di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hundred Miles
Novela JuvenilCinta, persahabatan, kebencian, dan kematian menempuhkan manusia dalam satu sentimeter, dua inci, tiga meter, empat kilometer, hingga seratus mil dalam tiap langkah kecilnya.