26. Luka

190 18 1
                                    

Dalam keadaan tubuh penuh luka dan darah, Jenardian masih sanggup berdiri meski pada akhirnya kembali jatuh ke tanah karena merasa ngilu dan nyeri di sekujur tubuh.

Tak mau penangkapannya berakhir gagal, laki-laki itu berteriak dengan sekuat tenaga tanpa memedulikan kepalanya yang bercucuran darah. "Sen, tangkep!" Dia berkata pada Arsena. Si pembegal mencoba kabur meski keadaannya tak jauh berbeda dengan Jeje yang penuh luka.

Sadar dari lamunannya, Arsena buru-buru berlari mengejar pelaku yang telah jauh di depan sana. Meninggalkan Jeje yang masih berada di tengah jalan dengan penuh luka dan Melody yang matanya berkaca-kaca karena terkejut atas apa yang baru saja dia lihat.

Gadis berambut lurus itu mendekati Jeje dengan kaki gemetar sebab takut. Pertama kalinya dia melihat kecelakaan di seumur hidup, benar-benar mengerikan, apalagi darah Jeje dan pelaku yang bercucuran di jalanan.

"Je ...," panggilnya seraya gemetar.

Sore ini jalanan depan sekolah sangat sepi, hampir tak ada satu pun kendaraan atau warga sekitar yang berlalu-lalang. Selain karena hari sudah gelap, murid-murid dan guru di sekolah juga sudah pulang sejak tadi. Saat ini Melody tak tahu harus berbuat apa untuk menolong Jeje.

"Mel, tolong teleponin Juju suruh datang ke sekolah sekarang." Sambil meringis kesakitan dia berkata pada Melody yang kini berjongkok di hadapannya.

Masih dengan tubuh yang gemetaran, Melody mengambil ponselnya yang ada di saku untuk menghubungi Junario. Dia bahkan tidak kepikiran untuk membantu Jeje berpindah ke pinggir jalan terlebih dahulu karena saking bingungnya. Untung teman-teman Jeje yang tadi sempat mereka temui di dalam sekolah telah keluar dari gedung tinggi tersebut. Mereka begitu terkejut saat melihat keadaan Jeje yang penuh darah di tengah jalan raya.

"Je, lo kenapa?" tanya salah satunya dengan terkejut. Sekumpulan laki-laki itu buru-buru mendekati Jenardian dan Melody.

"Tolongin Arsena ngejar begalnya, udah hampir ketangkap." Dia menunjuk arah yang di belakanginya.

Tentu saja begitu mendengar perkataan itu, beberapa dari mereka segera berlari hendak mencari keberadaan Arsena, sisanya membantu Jeje. Laki-laki itu diberi pertolongan pertama seperti dibersihkan lukanya dari pasir dan diberi air minum.

"Mending ke rumah sakit aja, Je. Parah banget ini," saran salah satu orang. Bagaimana tidak? Lutut dan siku laki-laki itu mengucur darah segar cukup banyak, pelipis kiri pun juga sama, kemeja putih yang dia kenakan bahkan telah beradu dengan warna aspal, kotor dan sobek-sobek. Betul-betul mengerikan.

"Terserahlah, yang penting itu begalnya ketangkap dulu."

"Kok bisa sih, Je?"

"Lo sih tadi bilang gue bakal keseret motor sepuluh meter. Beneran keseret, 'kan?"

"Yang penting si Melody beneran gubris kecaperan lo. Tuh lihat, mau nangis dianya," tunjuknya pada Melody dengan mata berkaca-kaca dan gemetar seolah ialah yang baru saja mengalami hal itu.

Tiba-tiba Jeje terkekeh geli, mengingat perkataan salah satu temannya ini. Tadi ketika hendak menuju gerbang depan, mereka berkata jika Jeje tak akan mendapat perhatian Melody sebelum terseret di aspal sejauh 10 meter. Naasnya itu betul terjadi. Ya ... untung saja mereka hanya berkata jika Jeje terseret motor sejauh 10 meter, jika mereka berkata Jeje dilindas truk tronton kan tidak lucu.

"Gak usah bercanda! Buruan si Jeje bawa ke rumah sakit. Gue pesenin taksi online sekarang." Melody mendelik karena masih sempat-sempatnya dia digoda padahal kondisi Jeje sedang tidak baik-baik saja.

"Tunggu ketangkap dulu, Mel." Jenardian malah menawar. Sungguh, apakah dia lupa jika tubuh besar miliknya penuh luka?

Untungnya bertepatan dengan itu, Arsena dan beberapa teman Jeje yang lain berhasil membawa kembali si pembegal yang kondisinya tak kalah mengenaskan. Barulah Jeje dapat bernapas lega setelah melihat pengorbanannya berbuah hasil.

Hundred MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang