"Cantik ... ini tehnya ya. Mami bikinin yang hangat soalnya lagi dingin di luar sini."
Sepoci teh datang ditemani beberapa cemilan ringan berupa biskuit gandum. Uap putih hangat keluar dari corong poci melambai-lambai ke udara hendak menyapa dan menggoda sang peminum. Aroma manis gula dan teh berpadu ditiup angin yang berhembus malam hari ini
"Atau kamu mau Mami ambilin es batu? Kadangan ada orang yang suka minum es di hari dingin gini." Sosok pembawa poci itu kembali berkata. "Kayaknya sih kamu tipe orang yang suka dingin-dingin gitu, sama kayak Mami. Buktinya kita sama-sama naksir cowok cool gak mau ngomong, ya 'kan, sayang?" Beliau adalah ibu dari Genta. Wanita itu sangat periang, suka berbicara, juga baik sekali hatinya. Berbanding terbalik dengan sang putra yang malas sekali mengeluarkan sepatah kata. Daster kuning yang beliau pakai menggambarkan sekali sifatnya yang ceria.
Thera hanya bisa terkekeh sembari menyetujui ucapan dari ibu kekasihnya tersebut. Cuma kebenaran yang keluar dari mulut sosok itu. Phantera Gerald terlewat pendiam, bahkan ibunya pun juga geram.
"Mami ...." Laki-laki yang sejak tadi sibuk menyusun potongan puzzle tersebut akhirnya membuka suara. Namun, matanya tak melirik sang ibu barang sedetik. Anak rambutnya yang berterbangan karena angin saja hendak tercabut dari akar guna menemui sang induk, tetapi Genta si pemilik tubuh malah bergeming.
"Tuh kan, Ther! Dia ngomongnya pas disindir aja, kalau nggak gitu, nggak bakalan mau ngomong dia. Persis papinya," sindir sang ibu. "Makanya kamu cepet-cepet jadi menantu Mami ya, biar Mami punya temen ngobrol. Bosen banget di rumah ngomong sama es batu. Bisa-bisa Mami berubah jadi princess Elsa."
Percayalah jika Mami Genta sangatlah lucu. Wanita itu memiliki candaan yang tak lekang zaman. Meski keriput sebagian telah memenuhi wajah, jiwa mudanya tetap berkelana bebas tak mau berhenti mempelajari hal baru. Thera sangat suka berbicara dengan Mami Genta.
"Mami!" Genta kembali menegur. Bisa-bisanya sang ibu meminta Thera menjadi menantu, bahkan gadis itu belum lulus SMA, dia pun demikian.
"Apa sih 'mami, mami', emang kamu nggak mau nikah sama Thera? Kurang baik apa sih Mami ke kamu, Ge? Kamu kan gak jago ngomong, makanya Mami yang lamar Thera atas nama kamu." Wanita berdaster kuning itu malah mengejek sang putra. "Lagian kok bisa sih kamu pacaran sama Thera? Emang gimana cara nembaknya? Kamu kan bisa ngomong kalau mau minta makan doang. Atau jangan-jangan ... Thera yang nembak kamu duluan? Huh, cupu banget jadi laki!"
Phantera Gerald hanya bisa geleng-geleng kepala sembari menarik napas dalam. Kemudian dipandangi gadis yang ada pada hadapannya, mengenakan kaus putih berdesain logo HITG yang telah dipercantik sedemikian rupa, lengkap dengan jepit kupu-kupu yang menghiasi sebagian besar kepala. Thera hanya bisa tertawa-tawa melihat tingkah ibu dan anak itu.
"Mami tuh mau gendong bayi, anak kamu! Ya nggak salah dong kalau Mami lamar Thera atas nama kamu. Coba kamu cari di tempat lain, nggak ada ibu sebaik Mami di dunia ini," ujar Mami berapi-api.
"Aku masih anak-anak, gak usah ngomong anak-anakan."
Sosok tersebut memandang sang putra dengan tatapan jijik. "Mana ada anak kecil yang badannya segede raksasa, suaranya berat kayak truk tronton isi pasir," ejeknya yang entah sudah keberapa kali.
Kemudian mami Genta beralih pada Thera. "Jadi, gimana, sayang? Kamu mau Mami ambilin es batu? Atau minum teh hangat aja?"
Gadis berjepit rambut kupu-kupu itu menggelengkan kepala dengan sopan. Dia menolak tawaran tersebut. Selain karena tak ingin merepotkan mami Genta, memang cuaca hari ini cukup dingin, alhasil minuman hangatlah yang cocok menemani mereka di atas atap rumah besar ini.
"Nggak usah, Mi, terima kasih. Teh hangat aja udah cukup. Emang hawa hari ini agak dingin," tolaknya halus.
Wanita itu tersenyum lebar. "Uh, sopan banget sih, sayang. Udah deh kamu aja yang jadi anak Mami, kita buang Gerald ke laut sama-sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hundred Miles
Teen FictionCinta, persahabatan, kebencian, dan kematian menempuhkan manusia dalam satu sentimeter, dua inci, tiga meter, empat kilometer, hingga seratus mil dalam tiap langkah kecilnya.