Keesokan harinya, pada saat Youra memasuki ruang kelasnya, ia melihat kehadiran Lio yang sudah duduk di atas kursi dengan kedua tangannya yang dilipat menyilang di atas dada, menatap lurus ke depan papan tulis.
Lio mengalihkan pandangannya, pada saat ia mendengar suara langkah kaki yang masuk ke dalam ruangan tersebut. Sementara itu, Youra tetap tak memperdulikan Lio dan duduk di kursinya.
"Ra, gue mau bicara sebentar." Lio menghampiri Youra dan duduk di depan kursi Youra.
Youra tetap tak memperdulikan kehadiran Lio. "Ra?" Karena Youra tak tega membiarkan Lio seperti itu, ia pun menatap ke arah Lio. "Kenapa?"
Lio tersenyum dengan adanya respon dari Youra. "Gue mau bicara sebentar saja." Youra pun menganggukkan kepalanya, mempersilahkan Lio untuk berbicara.
Lio memposisikan dirinya duduk dengan nyaman. "Jadi, sebenarnya gak cuma karena Zhya cemburu aja perjodohannya dibatalkan. Tapi, karena Papa ada nyuruh gue buat pergi ke rumahnya Zhya dan ambil sesuatu di sana."
Youra mengerutkan keningnya. "Ambil apa maksudnya?" Lio menghembuskan nafas kasarnya. "Jadi, gue di suruh ambil bekas suntikan gitu di rumahnya Zhya. Dan kata Papa, kalo gue bisa ambil suntikan itu, sebagai gantinya perjodohan gue sama Zhya di batalkan."
Youra pun mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan oleh Lio. Youra mengingat kembali akan ucapan dari Zafran, bahwa pada saat Bagas dan Dhaffa ada di ruangan Deiji, mereka ada menyuntikkan sesuatu pada selang infus Deiji. "Apa suntikan bekas itu masih di simpan, ya?" batin Youra.
"Ra?" Lio mencoba untuk mengalihkan perhatian Youra padanya. "Kenapa? Kok malah melamun?" Youra pun mengerjapkan matanya. "Oh, enggak kok, gak-papa. Terus jadinya gimana?" Youra kembali membahas topik sebelumnya dengan Lio.
"Ya gue berhasil bawain suntikan itu. Jadi, ya gue sama Zhya gak jadi di jodohkan." Youra pun hanya manggut-manggut saja mendengar jawaban Lio.
Lio berdehem. "Gue mau tanya, boleh?" Lio menatap ke arah Youra. "Mau tanya apa?"
"Lo kemarin bilang gitu, kenapa?" Mendengar hal itu, Youra mencoba memutar otaknya untuk mencari alasan. "G-gue, gue gitu karena takut lo masih mikirin Deiji." Lio lantas tersenyum jahil dengan kalimat yang keluar dari mulut Youra.
"Permisi? Ada yang namanya Youra?" Di ujung pintu terlihat seorang lelaki dengan tubuhnya yang menjulang tinggi, mengetuk pintu ruangan.
Youra dan juga Lio pun mengalihkan perhatiannya pada ujung pintu di sana. "Saya." Youra mengacungkan tangannya.
Lelaki itu pun tersenyum manis ke arah Youra. "Bisa ke ruang OSIS sebentar?" Youra pun mengangguk, mengiyakan ucapan dari lelaki tersebut.
"Sebentar, ya." Youra pamit pada Lio, yang kemudian ia mengikuti langkah kaki dari lelaki tersebut, menuju ruang OSIS.
"Untung aja lo datangnya tepat waktu." Youra mengucapkan rasa syukur dalam hatinya. "Emangnya kenapa?" Youra menghembuskan nafas kasarnya. "Gak. Gak-papa. Nanti aja gue ceritanya." Lelaki itu pun mengangguk, kemudian mereka kembali melanjutkan jalannya.
Mereka berdua sampai di depan ruang OSIS. Namun, lelaki tersebut mengajak Youra untuk masuk lagi ke ruang ketua OSIS. "Zaf, nih Youra nya." Gery memasuki ruangan tersebut yang di ikuti oleh Youra di belakangnya.
Zafran mengalihkan perhatiannya pada Gery, yang semula ia menatap layar laptop yang ada di depannya. "Masuk aja sini." Zafran duduk mempersilahkan mereka untuk duduk pada kursi yang ada di depannya, walaupun terhalang oleh meja.
Gery dan Youra pun duduk. "Kenapa?" Youra tanpa basa-basi langsung bertanya akan mengapa mereka memanggilnya ke mari.
"Gue udah hubungi sama sopir truk itu, katanya dia mau ketemu sama kita nanti lusa. Lo bisa, gak?" Youra pun mengangguk. "Gue bisa kok." Zafran dan Gery pun bernapas dengan lega. "Baguslah, kalo lo nya bisa. Soalnya tuh sopir bilang, pengen di rekam suaranya pada saat dia jelasin ke kita nanti." Youra dan Gery yang mendengarkan Zafran pun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
"Oh, iya. Gue dapet informasi sedikit." Zafran dan Gery pun memperhatikan Youra. "Jadi, tadi, 'kan ada Lio. Nah, dia itu jelasin alasan kenapa perjodohannya sama Zhya di batalkan." Zafran dan Gery yang memang sudah sedari awal tahu, mengenai siapa itu Zhya pun, mengerutkan keningnya. "Kenapa?"
Youra kembali menatap mata kedua orang yang ada di hadapannya tersebut. "Katanya, sih, dia ada di suruh sama Bagas buat ambil suntikan di rumahnya Dhaffa."
"Suntikan?" Gery semakin di buat penasaran akan suntikan apa yang di maksud oleh Youra ini. "Apa mungkin itu suntikan, yang di suntikkan pada Deiji, ya?" Zafran mencoba untuk menebak-nebak.
Youra pun mengangguk. "Gue juga mikirnya gitu. Apa gue coba cari ke rumahnya Lio, ya?" Gery lantas menggelengkan kepalanya. "Gak. Gue gak mau lo dalam bahaya. Kalo misalkan di rumahnya ada si Bagas, gimana?" Youra pun berdecak. "Tenang. Itu bisa di atur. Gue masih bisa manfaatin Lio."
Gery menatap ke arah Zafran, meminta persetujuan nya. "Selama lo bisa jagain diri lo sendiri, gue bolehin." Zafran tersenyum ke arah Youra dan di balas kembali oleh Youra.
"Bentar gue coba hubungin Lio dulu." Youra pun lantas mengambil ponselnya yang ada di saku roknya.
"Halo?" Sambungan telepon itu pun cepat sekali di angkat oleh Lio.
"Halo? Kenapa, Ra?"
"Gue boleh main ke rumah, lo, gak? Gue kangen sama Mama."
"Iya, boleh, kok."
"Oke, makasih, ya, Yo. Nanti pulang sekolah gue hubungin lo lagi." Youra pun kembali menutup sambungan telepon tersebut.
"Beres. Nanti siang sepulang sekolah, gue mau ke rumah Lio." Zafran dan Gery pun hanya mengangguk. "Semangat. Gue yakin, lo bisa." Youra pun mengangguk dan tersenyum pada dua lelaki di hadapannya itu.
***Bel pulang sekolah pun telah berbunyi sedari tadi. Lio tengah berada di parkiran, untuk menunggu Youra menghampiri nya. "Lio?" Youra tiba-tiba saja datang dari arah belakang Lio.
Lio tersenyum manis ke arah Youra. "Yuk!" Youra pun langsung menaiki motor sport merah Lio, dengan hati-hati.
Dia pun menyalakan mesin motor tersebut, kemudian mengendarai motor itu membelah jalanan Cirebon menuju rumahnya. Lima belas menit, mereka telah tiba di rumah kediaman Bagas. Lio pun mematikan mesin motornya, yang diikuti oleh Youra turun dari atas motor tersebut.
"Assalamualaikum, Mama." Lio memasuki rumahnya itu dengan mengucapkan salam. Mama pun tiba menghampiri Lio, kemudian dia mengecup punggung tangan Mamanya. "Waalaikumsalam, Sayang. Kamu bawa Youra nggak bilang-bilang sama Mama."
Lio pun hanya tersenyum. "Nggak tahu, tuh, Yura pengen ke sini katanya. Kangen Mama pengen main." Youra tersenyum malu ke arah Mama. "Udah-udah. Kamu sana gih ganti baju, Mama mau ajak Youra ke taman belakang."
Lio pun pergi ke kamarnya, meninggalkan Mam dan Youra. "Ma, Papa nya Lio belum datang?" Youra bertanya sembari mengikuti langkah Mama di depannya.
"Papanya Lio memang jarang di rumah. Dia sibuk ngurusin pasien di rumah sakit." Mereka pun duduk, di salah satu kursi yang ada di taman belakang.
"Papanya Lio setiap pulang ke rumah pasti selalu masuk ke ruang kerjanya, buat kembali lagi bekerja." Mama menatap ke arah Youra. "Tapi Mama selalu temenin Papa di ruang kerjanya, sambil Mama baca buku, soalnya ruang kerja Papa ada di ruang perpustakaan Mama."
Youra mengangguk. "Oh, iya, Ma. Youra mau kembaliin buku yang dulu Youra pinjem."
Mama terkekeh. "Ya ampun, kalo gitu gih sana kembaliin ke perpustakaan. Mama mau ke dapur dulu buatin kamu teh hangat." Youra pun lantas menganggukkan kepalanya.
Youra melihat Mama yang sudah lumayan jauh dari pandangannya. Ia segera pergi ke ruang perpustakaan, kemudian ia mengembalikan buku yang dulu ia pinjam itu pada buku-buku yang berjejer rapi di sana.
Ia segera melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Bagas. Di sana ia mencoba mencari-cari sesuatu. Tangannya terus menjelajahi di setiap laci-laci dan juga meja yang ada di sana. "Lo lagi ngapain di sini?" Tubuh Youra seketika menegang, saat ada suara seseorang di belakangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me!
Teen FictionAku Youra, Youra Chrysanthemum. Ini kisah ku dengan seseorang yang bernama Darelio. Aku diam-diam menyukainya, yang entah akan berapa lama rasa ini akan bertahan di dalam hubungan pertemanan ini. Aku tak tahu, ia merasakan hal yang sama atau tidak...