Terbalaskan

11 3 0
                                    

Keesokan harinya, tepat pada hari sabtu. Youra berencana untuk mengunjungi tempat pemakaman Darren, ia sudah lama sekali tak mengunjungi sahabatnya, yang sekaligus malaikat baginya.

Ia pergi di temani oleh Lio. Yang di mana, mereka mengendarai motornya masing-masing . Saat tiba di tempat pemakaman, Lio mengerutkan keningnya. "Ini ke pemakamannya Darren atau Deiji?" tanya Lio, yang terus berjalan mengikuti langkah Youra, yang ada di depannya.

Mereka berdua terus berjalan, melewati pemakaman Deiji. Tak lama, Youra menghentikan langkahnya, kemudian ia berjongkok tepat di samping makam Darren. Jari-jemari dari tangan kanannya terus memainkan gelang merah, yang ada di tangan kirinya. Sementara, Lio mengikuti Youra, dan berjongkok di sampingnya. "Hai. Maaf, ya, Youra gak pernah ke sini lagi. Makasih atas hadiah terakhirnya, Youra suka. Unik banget, kamu taruh suratnya di masukin ke perut boneka paus nya."

Lio hanya diam, dan memperhatikan gerak-gerik Youra. Youra menaruh satu batang permen lolipop, di atas gundukan tanah itu. "Youra dulu ambil permen lollipop kamu diam-diam. Maaf, ya, Youra nakal waktu itu. Sekarang, Youra kembalikan permennya." Lio tersenyum, kala ia mendengar dan melihat langsung kekonyolan Youra.

Ponsel yang ada di dalam tas Youra berdering, ia mengambilnya dan melihat siapa yang meneleponnya kali ini. Ia menempelkan benda pipih itu pada telinganya. "Oke, gue ke sana sekarang."

Youra bangun dari jongkoknya, yang diikuti oleh Lio. "Lo ikut gue." Youra menarik tangan Lio, dan mereka keluar dari area pemakaman tersebut. Mereka segara mengendarai motornya masing-masing, membelah jalanan Cirebon, dengan deru motornya mereka yang saling bersahutan.

Youra masuk ke arena pemukiman warga, dan memberhentikan motornya, saat ia melihat ada tiga buah mobil yang terparkir di sana. "Ini mobil Papah." Lio melihat ke salah satu mobil yang ada di sana. "Mobil ini berasa pernah lihat. Tapi, di mana, ya?" batin Lio.

"Buruan!" Youra sudah lebih dulu berjalan, hendak memasuki salah satu bangunan yang sudah tak terurus. Lio pun ikut berjalan, mengikuti langkah Youra yang ada di depannya.

Mereka berdua masuk ke dalam bangunan itu. Mereka melihat di sana, sudah ada Zafran, Gery, Pak Hasbi, dan dua orang pria yang terikat di sebuah kursi. "Papah?" Salah satu dari pria itu menatap ke arah Lio, namun ia segera menundukkan kepalanya lagi.

"Papa lo gimana?" Gery menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Bentar lagi juga sampe." Zafran pun mengangguk.

"Hubungi Zhya. Mau gimanapun juga, dia harus tau kelakuan Papanya." Lio mengangguk, setelah ia diminta untuk menghubungi Zhya oleh Youra.

Beberapa menit kemudian, trdengar suara derap langkah kaki memasuki bangunan itu. "Bagas? Dhaffa?" Orang itu adalah Papanya Gery, sekaligus Papa dari Deiji. Dua pria yang merasa terpanggil namanya pun melihat dan menatap ke arah Bima.

Mereka semua berkumpul di dalam bangunan yang sudah tak terawat itu. "Jadi benar, kalian yang sudah bunuh anak saya?" Bima menanyakan hal tersebut, dengan suaranya yang sudah lemah.

Baik Dhaffa maupun Bagas, keduanya hanya diam tak menjawab pertanyaan dari Bima. Bima berjalan sedikit lebih dekat lagi, dengan kedua sahabat semasa sekolahnya dulu. "Saya gak nyangka, kalo kalian berdua itu dalang dari semuanya." Bima mengangkat dagu Dhaffa yang ada di depannya.

Bima menatap ke arah anaknya, menanyakan akibat dari luka lebam di wajah pria itu. "Pemanasan dikit tadi, Pah." Gery menjawabnya dengan santai. Sementara Bima, kembali menatap Bagas dan Dhaffa.

"Kalo Papah mau pukul mereka juga gak-papa. Sebelum mereka masuk penjara, kan harus di kasih kenang-kenangan dulu." Gery menaruh tangannya pada pundak Zafran. "Tuh. Ada anaknya juga. Gak-papa, 'kan, Yo?" Gery terlihat sedang mengejek Bagas, dengan meminta izin pada anaknya itu.

It's Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang