Youra mengusap air matanya itu dengan tangannya yang bergetar hebat, ia benar-benar di buat sakit oleh masa lalunya. Ia kembali teringat akan bagaimana mencoba untuk keluar dari masa lalunya yang kelam itu. Bagaimana ia harus berusaha baik-baik saja di depan kedua orang tuanya, bagaimana ia harus terus tersenyum pada saat hatinya terluka, dan bagaimana ia harus tetap bisa beraktivitas seperti biasanya di saat kakinya saja sudah lelah untuk menopang tubuhnya sendiri.
***Pada hari di mana Darren meninggal itu, Youra mengendarai motornya dengan tatapannya yang kosong. Ia ingin seluruh dunia tahu, bagaimana sakit yang ia rasakan. Namun, untuk hanya sekedar membuka mulutnya saja ia tak sanggup. Ia hanya bisa terus menutup mulutnya itu rapat-rapat, menahan isak tangisnya sendiri yang ikut terbawa oleh suara deru motor yang dikendarainya. Ia mencoba untuk menyeka air matanya itu, dengan ditemani oleh dinginnya tangan yang terasa beku, karena udara di malam hari.
Ia terus berkendara tanpa tahu arah jalan, dan tujuan tempat di mana ia akan memberhentikan motornya. Ia hanya terus ingin menghabiskan waktu dan meluapkan rasa sakitnya, di bawah cahaya rembulan kala itu. Ia tepat memberhentikan motornya itu, di sebuah pantai. Ia mematikan mesin motornya, yang kemudian melepaskan helm full face nya. Ia menghembuskan nafas kasarnya, menatap dengan tatapan kosong pada air yang bergelombang terbawa oleh arus.
"Ren, aku besok ulang tahun." Youra menatap pada pantulan cahaya rembulan, di dalam air pantai itu. "Aku boleh minta kado, gak, sama kamu?" Youra meneteskan air matanya, yang luruh begitu saja melewati pipinya.
"Aku mohon. Aku mohon, buat kamu ada di depan aku saat ini juga! Aku sakit, Ren. Aku sakit." Ia menundukkan kepalanya, menutup wajahnya itu dengan kedua tangannya. "Aku sakit, waktu denger kabar kalo kamu udah gak ada!" Youra menahan tangis itu, dengan merasakan sesak yang sangat amat dalam, pada hatinya.
Youra kembali menatap pada air pantai itu yang bergelombang, menabrakkan dirinya sendiri, pada batu karang yang ada di depannya. Youra tersenyum simpul. "Aku harap ini cuma sekedar mimpi buruk. Aku harap besok pagi, aku masih bisa liat kamu, Ren." Kemudian ia kembali memakai helm full face nya, dan pergi meninggalkan pantai tersebut.
***Youra kembali lagi dan lagi, mengeluarkan air matanya. Zafran dan Gery yang melihat bagaimana Youra merasakan sakit itu sendirian, selama bertahun-tahun itu pun di buat terenyuh akan hal itu. Zafran mengusap air mata pada pipi Youra itu dengan lembut. "Ada gue di sini, Ra." Youra menatap ke arah Zafran yang ada di samping nya itu, kemudian tersenyum manis yang menunjukkan pada Zafran bahwa ia akan baik-baik saja.
"Udah, ya, Kak Darren gak mau lo terus-terusan nangis kayak gini. Maaf kalo selama bertahun-tahun ini, gue sama Gery kesan nya kayak biarin lo sendirian nanggung rasa sakit itu." Zafran menatap tulus pada Youra.
Youra menggelengkan kepalanya. "Gak. Kalian sama sekali gak ninggalin gue, kok. Buktinya Gery ada chat gue sewaktu dia tau kalo gue masuk ke SMK." Youra menatap ke arah Gery, dengan senyumannya yang merekah.
"Justru, gue berterimakasih banget sama kalian, karena kalian masih inget dan masih mau bantuin gue buat cari saksi dan bukti." Zafran tersenyum pada Youra. Ia akhirnya mengetahui, bagaimana Kakak nya itu bisa sangat menyayangi Youra. Di lihat, bagaimana sekarang baiknya hati Youra.
"Udah-udah, gue juga udah gak-papa, kok. Ya udah, gue mau pulang, ya. Besok gue harus sekolah, terus nanti lusa kita ketemu sama saksinya, 'kan?" Zafran mengangguk menjawab Youra.
Youra kemudian bangun dari duduknya. "Gue pulang duluan, ya." Youra mengambil kunci motornya, kemudian melambaikan tangan pada kedua lelaki yang ada di rumah itu. Zafran dan Gery pun tersenyum, dan ikut melambaikan tangannya.
Youra pergi meninggalkan rumah tersebut, dengan diikuti oleh suara deru motor miliknya, yang perlahan mengecil karena jaraknya yang semakin menjauh. "Ger." Zafran memanggil sahabatnya itu, dengan matanya yang terus menatap lurus pada halaman depan rumahnya.
Gery menaikkan alisnya. "Kenapa?" Mendengar Gery yang merespon dirinya, ia mengalihkan perhatiannya pada Gery. "Youra sekuat itu, ya? Lo tau, 'kan, pada saat Kak Darren meninggal itu, besok nya dia ulang tahun?"
Gery hanya bisa membulatkan matanya, tak percaya. "Hah? Yang bener, lo?" Zafran menatap ke arah Gery, dengan ekspresi wajahnya yang datar. "Lo gak tau?" Gery menggeleng, dengan polosnya.
Zafran hanya bisa menghembuskan nafas kasarnya. "Pantesan Youra sampe segitunya kehilangan Darren." Gery berucap demikian, yang tak direspon sama sekali oleh Zafran.
Zafran melemparkan bantal sofa pada wajah Gery. "Udah sana lo pulang!" Zafran mencoba untuk mengusir Gery. Namun, bukan Gery namanya, jika ia tak keras kepala. Ia tetap diam, duduk di tempatnya dengan tenang dan tak memperdulikan Zafran, yang mungkin beberapa detik lagi akan mengeluarkan emosinya.
"Lo bisa bayangin, gak, sih? Kalo misalkan Deiji sama Darren masih ada di sini?" Gery menatap ke arah Zafran. "Kita bakal sering ngumpul di sini, setiap pulang sekolah. Lo sama gue main PS, Deiji sama Youra sibuk ganggu Darren yang lagi masak makanan buat kita.
Gery membayangkan bagaimana hari itu akan tiba. Ia tersenyum dengan kecut, hanya dengan membayangkannya saja. "Kalo gue tau, mereka bakal pergi secepat ini. Mungkin, gue bakal lebih sering lagi kumpul-kumpul, dan ngabisin waktu bareng-bareng, nikmati di setiap momen kita." Zafran menatap ke arah Gery.
"Kita udah tau penyebab kematian Deiji itu karena kecelakaan, kita juga udah temuin bukti dan saksi. Tapi, sampe detik ini, kita belum juga tau alasan kenapa Kak Darren meninggal." Zafran mencoba mengalihkan pembicaraan dirinya dengan Gery.
Gery memposisikan dirinya dengan nyaman. "Iya, sih. Apa kita mau tanya aja ke supir truk itu besok?" Gery mencoba memberikan usulannya pada Zafran.
Zafran mengerutkan keningnya. "Gue rasa, sih, justru nanti takutnya jadi boomerang buat kita, yang udah coba kumpulin bukti sama saksi."
"Boomerang. Gimana maksudnya, Zaf?" Gery tak mengerti akan apa yang dimaksud oleh Zafran.
"Ya emang kita udah temuin saksinya, dan dia juga siap. Tapi, kita juga jangan sepenuhnya percaya sama dia. Jangan sampai nanti kita udah siap buat kasih bukti-bukti itu ke polisi, justru malah kita yang celaka, bukannya pelaku!" Gery mengangguk mengerti.
"Jadi, maksud lo itu kita tetap dengerin kronologi itu dari saksi, dan kita juga jangan sampai dibodohi sama saksi itu sendiri?" Zafran mengangguk, dengan apa yang dijelaskan kembali oleh Gery.
"Udah-udah. Lo mau pulang atau mau nginep di sini? Nanti masalah ini, kita liat lusa gimana. Dan kita harus tetap fokus sama teka-teki ini." Zafran menepuk pundak Gery, sementara Gery hanya bisa mengangguk dengan apa yang di ucapkan oleh Zafran itu, memang benar.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me!
Novela JuvenilAku Youra, Youra Chrysanthemum. Ini kisah ku dengan seseorang yang bernama Darelio. Aku diam-diam menyukainya, yang entah akan berapa lama rasa ini akan bertahan di dalam hubungan pertemanan ini. Aku tak tahu, ia merasakan hal yang sama atau tidak...