Bab 5

121 7 0
                                    

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

Bara tiba di sekolah lebih pagi dari biasanya hari ini. Entah kenapa rasanya ia ingin cepat-cepat sampai di sekolah. Bara berjalan menyusuri koridor menuju kelasnya sampai ia tak sengaja melihat seorang gadis yang sedang membawa satu susu kotak rasa cokelat dan juga satu bungkus basreng. Bara hanya diam memperhatikan gadis itu sampai ia menghilang di tikungan.

“Cewek kemarin enggak sih?” tanya Bara sambil bergumam kepada dirinya sendiri. Pemuda itu menggeleng pelan mencoba tak peduli.

Di balik tembok, gadis yang tadi diperhatikan oleh Bara pun berhenti melangkah dan kemudian berbalik hanya untuk mendapati lorong kosong.

Zalfa, gadis itu menatap kekosongan itu dengan tatapan kebingungan. “Kayak ada yang familiar tadi, cuma kok enggak ada? Apa gue halu, ya?” ucap Zalfa dengan nada lirih.

Zalfa cukup yakin ia seperti merasakan perasaan familiar, hanya saja ia tak tahu apa. Gadis itu kemudian mengangkat bahunya acuh dan berjalan menuju kelasnya Tamara. Ia memutuskan berangkat ke sekolah lebih awal karena sejak terbangun dini hari tadi, ia tak bisa tidur lagi. Akhirnya ia memutuskan mandi di pagi-pagi buta dan berangkat sangat awal. Bahkan saat ia belanja ke kantin tadi, ia diberi tatapan aneh oleh para penjual kantin yang memang masih menata jualan mereka.

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

Bara meletakkan tasnya di atas meja dan kemudian menatap meja lain yang sudah ada tas pemilik tempat duduk. Bara ingat, itu bangku milik anak baru kemarin. “Jadi tadi beneran dia? Pagi banget datengnya.” Bara mengerutkan keningnya.

Bara duduk dan kemudian mengambil ponselnya untuk bermain game sambil menunggu murid-murid lain tiba. Saat sedang asyik bermain ponsel, ia tak sengaja mendapati sesuatu yang sangat familiar. Sebuah gantungan kunci yang tergantung di tas milik Zalfa. Gantungan kunci itu mengingatkan dirinya kepada teman masa kecilnya.

“Bara tau enggak ini bunga apa? Kata Mamanya Lila ini namanya bunga edelweis. Kayak namanya Lila, ’kan?”

Ucapan teman masa kecilnya dulu kembali terngiang di benaknya. Bara mengingat bagaimana Lila kecil dulu datang kepadanya membawa bunga edelweis kering yang katanya dibelikan oleh Clarissa, Ibunya Lila. Tatapan Bara terpaku pada gantungan kunci bulat bening dengan bunga edelweis di dalamnya itu.

Bara menggeleng kecil. “Enggak! Ini pasti cuma kebetulan. Banyak kok yang suka bunga itu, enggak cuma Lila aja.” Bara bergumam kepada dirinya sendiri.

Saat Bara sedang berbisik kepada dirinya sendiri, sosok Kiara tiba di depan pintu kelas dengan wajah mengantuk. Gadis itu berjalan ke arah Bara dan merebahkan dirinya di samping Bara sambil menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Bara yang mendengar suara itu langsung menoleh dan mengusap lembut kepala Kiara. Gadis yang merasakan usapan lembut di kepalanya itu langsung menoleh dan tersenyum tipis kepada Bara.

“Ngantuk, ya?” tanya Bara dengan senyuman tipis.

“Iya nih, yang. Semalem kurang tidur.” Kiara menjawab.

“Kok bisa?” tanya Bara. Kiara terdiam sejenak. Ia menghabiskan malamnya bersama Irfan keliling kota ke berbagai tempat seperti toko baju, toko kue, kedai es krim, kedai ramen dan bahkan bioskop. Tak mungkin ia mengatakannya kepada Bara.

“Nonton drakor sama Anya,” jawab Kiara. Bara menggeleng kecil dan menyentil pelan hidung Kiara. “Kebiasaan deh,” ucap Bara.

Kiara tersenyum kecil dan kemudian menggenggam tangan Bara. Telapak tangan pemuda itu terasa hangat dan Kiara menyukainya. Tak seperti telapak tangan Irfan yang sering dingin, tangan Bara terasa hangat dan nyaman.

“Abisnya lo sih enggak mau diajak nonton drakor juga. Makanya gue ajak Anya aja,” ucap Kiara.

Bara terkekeh kecil. “Ngaco deh lo, yang. Mana mau gue nonton drakor gitu. Enggak cocok sama gue,” ucapnya sambil terus mengusap lembut pipi Kiara.

Kiara menikmati sentuhan Bara di pipinya sambil memejamkan kedua matanya. Tak lama beberapa murid mulai berdatangan termasuk teman-teman Bara.

“Wah, pagi-pagi udah zina aja lo berdua!” seru Bayu.

Reno yang datang mengikuti di belakang Bayu malah terkekeh geli melihat bagaimana Kiara yang terlihat malah seperti kucing yang dielus-elus oleh Bara. Reno menepuk pundak Bayu dan berkata, “makanya cari pacar, Bay. Biar enggak iri.”

Bayu menatap Reno dengan tatapan tajam. “Lo juga jomblo ya, nyet!” ucapnya.

Kiara yang mendengar teman-temannya Bara bercanda itu langsung membuka matanya dan melemparkan buku tugasnya ke arah mereka berdua yang mana untung saja bisa menghindar dengan cepat.

“Berisik tau. Gue mau tidur nih,” seru Kiara dengan nada galak dan wajah masih mengantuk.

Bayu dan Reno malah mengejeknya. “Sekolah tuh buat belajar, bukan malah molor. Rumah lo ada masa kagak lo gunain buat tidur? Sini kalo enggak guna, buat gue aja. Gue ikhlas dapet rumah gratis,” ucap Bayu.

Reno tertawa begitu mendengar ucapan Bayu. Bara apalagi, ia malah terkekeh kecil dan kemudian melirik pacarnya yang kini menyipitkan matanya ke arah Bayu.

“Ngelunjak lo, ya. Dikira beli rumah tuh pake daun? Sini rumah lo aja yang buat gue. Ikhlas lahir batin gue ratain jadi tanah!” ucap Kiara.

“Jangan dong. Susah-susah hasil ngepet bikin rumah malah mau lo ratain,” balas Bayu.

Kiara mendelik tajam dan berseru, “BAYU!”

Bayu menjulurkan lidahnya tanda mengejek dan kemudian berlari menghindari kejaran Kiara sampai ia tak sengaja menabrak seseorang yang baru akan masuk ke dalam kelas.

Reno dan Bara langsung menghampiri mereka dengan panik. Bayu dengan raut wajah khawatirnya langsung mengulurkan tangannya berniat membantu orang yang ia tabrak tadi yang kini sedang terduduk di lantai.

Zalfa.

“Lo gapapa?” tanya Bayu.

Zalfa mendongak dan menggeleng pelan. Ia menerima uluran tangan Bayu dan kemudian berdiri. “Gapapa. Lo jangan lari-lari gitu lagi, nanti nabrak yang lain atau bahkan nabrak tembok.” Zalfa menegurnya.

Bayu tersenyum malu dan menggaruk tekuknya. Ia malu ditegur begitu. Reno juga bahkan menimpali, “makanya tuh dengerin, Bay! Jangan lari-lari kayak monyet lepas.” Bayu menatap Reno dengan tatapan galak.

Kiara menatap Zalfa dengan tatapan yang serius sampai akhir ia tersenyum kecil dan berkata, “lo abis dari mana? Enggak bawa tas, berarti udah daritadi dateng dong.”

Zalfa menatap Kiara dan kemudian menjawab, “abis dari kelas temen gue. Jajan gitu trus di makan di kelasnya dia. Kesian gue liatnya dia sendirian, trus gue juga tadi sendirian di kelas. Mending gue ke kelas temen gue aja.”

Kiara mengangguk dan kemudian menoleh ke arah Bara yang menatap Zalfa dengan tatapan serius. Zalfa pun pamit untuk ke bangkunya lebih dulu. Reno juga menyeret Bayu untuk duduk agar bisa bermain game.

Kiara mendekati pacarnya dan menyentuh lengan pemuda itu sampai Bara menatapnya. “Ngelamunin apa sih?” tanya Kiara.

Bara menggeleng kecil dan kemudian menatap Kiara lalu berkata, “menurut lo bunga edelweis gimana, yang?”

Kiara menautkan alisnya heran. “Bunga apaan tuh? Baru denger gue. Lo tau sendiri gue mana tau jenis-jenis bunga. Taunya cuma mawar-melati doang. Namanya lumayan familiar sih cuma gue enggak tau bentukannya, yang. Kenapa sih?” tanya Kiara.

Bara menggeleng. “Tadi lewat di beranda TikTok gue aja.” Bara menjawab dengan ragu.

Kiara menatapnya geli. “Tumben scroll TikTok. Gabut, ya?” tanya Kiara sambil menggandeng lengan Bara.

Bara terkekeh kecil dan mengajak Kiara kembali duduk. Kiara dengan senang hati mengikutinya. Toh ia juga masih lumayan ngantuk.

• •✠•❀ Hiraeth  ❀•✠ • •

• •✠•❀ Bab 5
• •✠•❀ ditulis oleh girlRin

[04] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang